Friday, February 13, 2015

Dimarahi Di Depan Umum? Emang Enaaaakkkk???!!!



"Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu. Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak ia tidak akan mendekati engkau." Mazmur 32:8-9

Ketika kita ditegur atau dimarahi di depan orang lain, apa yang kamu rasakan?
Sedih?
Malu?
Kecewa?
Marah?
Benci?
Semua campur aduk lah ya jadi satu.
Aku pernah melihat kejadian demikian
Aku juga pernah merasakannya.
Dimarahi di depan banyak orang itu ngga banget deh rasanya. Well, aku salah, tapi bukan kesalahanku sepenuhnya.LOL. Jadi gini, aku dimarahi karena salah mengerjakan sesuatu padahal aku belum pernah mengerjakan hal tersebut sebelumnya, dan atasanku tidak memeriksa pekerjaanku, main tanda tangan aja. So, aku gak merasa sepenuhnya itu salahku dong. Aku gak terima! Dimarahi di kantor lain, di depan banyak orang banyak. Kebayang gak?

Di awal,semua perasaan yang kusebutkan tadi yang aku rasakan.
Sedih dan kecewa karena setelah semua usahaku ternyata begitu saja hasilnya.
Malu karena aku dipermalukan di depan banyak orang.
Marah dan benci pada atasanku (karena dia yang Cuma tahu tanda tangan tanpa memeriksa), pada orang yang memarahiku (karena  dia marah-marah di muka umum, emang gak bisa apa ngasih tahu baik-baik).

Kemudian, saat aku sendirian, aku berdoa dan mengatakan pada Tuhan semua yang aku rasakan. Aku menangis. Aku berkata-kata padaNya. Aku mencurahkan padaNya semua yang aku rasakan.
Tapi Dia diam.
Gak kurasakan Dia menghiburku atau membelaku.
Setelah aku capek menangis, aku tenang (yeahhhh…wanita sekaleeee aku ^^’)

Dan saat aku tenang, baru kurasakan Tuhan memintaku untuk berhenti mengasihani diri sendiri. Berhenti melihat diri sebagai ‘tokoh utama’ dari kejadian tersebut dan mulai melihat dari sudut pandang orang lain, membayangkan menjadi orang lain.
Bosku mungkin tidak sempat memeriksa pekerjaanku, bisa saja dia demikian mempercayaiku sehingga dia merasa tidak perlu memeriksa pekerjaanku.
Mungkin saja orang yang memarahiku tadi punya masalah di rumah ataupun dalam pekerjaan sehingga dia meluapkannya padaku, atau hari itu dia terlalu banyak menemukan kesalahan sehingga hilang kesabaran saat aku melakukan kesalahan yang sama Atau, kesalahan yang aku buat sedemikian fatal sehingga dia sangat marah. Bisa saja waktu untuk merevisi sangat singkat sehingga dia kesal jika ada yang salah, karena itu akan menunda semua pekerjaannya.

Membayangkan semua alasan tersebut, pelan-pelan aku dapat menerima semua kejadian itu, dan menyadari betapa banyak yang Tuhan mau ajarkan kepadaku.
Lain kali aku mau mengerjakan pekerjaanku dengan hati-hari dan terburu-buru, memeriksa semua pekerjaanku, bertanya pada yang sudah pernah melakukannya sehingga gak terjadi kesalahan
Aku belajar, jika suatu hari aku punya bawahan, aku gak akan asal tanda tangan, bukan karena aku gak mempercayainya, tapi karena manusia tidak sempurna dan adalah tugasku untuk memeriksa pekerjaannya. Aku belajar bertanggung jawab.
Aku belajar menerima kesalahanku dengan lapang dada dan segera mengoreksinya, bukan sekedar mencari kambing hitam, siapa yang salah. Bukan siapa yang salah dan siapa yang benar yang terpenting. Yang terpenting adalah melakukan yang benar.
Aku belajar untuk gak menumpahkan amarahku pada orang lain di depan umum.
Aku belajar untuk marah pada orang yang tepat, pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.
Aku belajar merespon dengan benar saat aku dimarahi.
Aku belajar untuk tenang supaya aku mendengar suaraNya.

Tuhan selalu mau berbicara dan mengajar kita, tapi jika kita gak bisa tenang.
Kira-kira aja nih, jika kita bereaksi dengan emosi setiap Dia ingin mengajar kita melalui suatu kejadian, bagaimana Dia dapat berbicara? Bagaimana bisa kita mendengar suaraNya?

Petrus berkata, Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.”(1 Petrus 4:7).
Kita perlu berlatih menguasai diri kita, supaya kita bisa tenang dan kemudian berdoa. Atau supaya kita bisa berdoa dan menjadi tenang #wink2. Yang jelas sih, hanya orang yang menguasai dirinya yang bisa segera berdoa saat dihadapkan pada situasi yang memancing emosi sesaat muncul.Dan hanya mereka yang menguasai dirinya yang dapat tetap berespon dengan cara yang anggun lalu berkata-kata pada Tuhan.

Kasongan, 13 Februari 2015
-Mega Menulis-

No comments: