Monday, October 2, 2017

Nehemia 1-4, 2 Korintus 13, Amsal 29

Maleakhi 1:6 (TB)  Seorang anak menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini bapa, di manakah hormat yang kepada-Ku itu? Jika Aku ini tuan, di manakah takut yang kepada-Ku itu? firman TUHAN semesta alam kepada kamu, hai para imam yang menghina nama-Ku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menghina nama-Mu?"

Bagaimana kita memanggil Tuhan?
Siapa Tuhan bagi kita?
Tuhan? Bapa? Raja? Tuan? Sahabat? Mempelai Pria?
Sudahkah kita memperlakukan Tuhan sebagaimana kita memanggil Dia? Atau jangan-jangan kita lupa bagaimana memperlakukan Dia.
Jangan sampai Tuhan menegur kita seperti menegur para imam yang mencemari kurban tersebut. Mereka gak menghormati dan menaati Tuhan padahal menyebutNya sebagai Bapa dan Tuhan.

Jika pada bapa kita di dunia kita bisa taat, kenapa pada Bapa kita yang di sorga nggak.
Jika kita adalah hambaNya Tuhan, kenapa kita bersikap seperti Tuhan yang harus menaati kehendak kita?
Jika TUHAN adalah Tuhan kita maka Dia adalah penguasa dan pemilik hidup kita, lalu kenapa kita bersikap seolah hidup ini milik kita sendiri.
Jika Tuhan adalah mempelai pria kita, sudahkah kita punya hubungan yang intim dan mesra denganNya?
Jika Tuhan sahabat terbaik kita, bukankah seharusnya kita selalu mencurahkan isi hati kita padaNya dan mendengarkan Dia?

Maleakhi 2:17 (TB)  Kamu menyusahi TUHAN dengan perkataanmu. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menyusahi Dia?" Dengan cara kamu menyangka: "Setiap orang yang berbuat jahat adalah baik di mata TUHAN; kepada orang-orang yang demikianlah Ia berkenan — atau jika tidak, di manakah Allah yang menghukum?"

Pernah suatu kalu aku berpikir, kalau Tuhan itu KASIH seharusnya Dia gak perlu menghukum dong. Apalagi kalau aku lihat, saat Tuhan sudah menghukum selalu mengerikan. Kenapa sih Tuhan gak mengampuni saja mereka yang berbuat jahat, kok Tuhan tega sih menghukum mereka. Tapi aku diingatkan kalau selain KASIH,  Tuhan itu ADIL. KasihNya bagi semua orang, tetapi Dia sungguh adil. Siapa yang bersalah akan menerima hukuman. Dia tidak. Akan membiarkan diriNya dipermainkan. Dia tidak mau manusia mengenalNya sebagian, Dia bukan hanya KASIH. Dia mau manusia mengenalNya secara utuh, Dia adalah pribadi yang KUDUS, makanya Dia membenci dosa. Dia juga ADIL sehingga dia menghukum yang bersalah.

Maleakhi 3:10 (TB)  Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.

Tuhan ingin kita memberikan persembahan persepuluhan dengan tujuan:
👉 supaya ada persediaan makanan di rumah Tuhan
Kita diajari untuk memperhatikan kebutuhan sesama, terutama mereka yang bekerja melayani Tuhan. Tuhan ingin kita gak memikirkan diri sendiri tapi juga mengasihi orang lain dengan memberi.
👉 Tuhan ingin kita mengujiNya
Seringkali tanpa terucap kita sebenarnya gak mempercayai kalau Tuhan akan memenuhi kebutuhan kita sehingga kita takut untuk memberi. Tuhan tahu itu dan Dia gak marah Tuhan malah mempersilakan kita mengujiNya. Dan melihat bagaimana Dia akan memberkati ketaatan kita.

Amsal 29:23 (TB)  Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian.

Gak ada yang suka berdekatan dengan orang angkuh karena biasanya keangkuhan seseorang mengintimidasi orang lain, membuat orang lain rendah diri. Orang lain akan merasa lebih rendah padahal sering kali orang yang angkuh melebihi-lebihkan sesuatu. Sebaliknya, orang yang rendah hati disukai orang lain. Orang yang rendah hati mengetahui siapa dirinya sepenuhnya di hadapan Tuhan dan menyadari kalau tidak ada yang bisa dia sombongkan karena semua yang dilakukannya adalah karya Tuhan.

Minggu lalu aku bertemu seorang kawan dari kantor lamaku, tiba-tiba dia menceritakan pekerjaannya dan mengeluhkan bagaimana tidak ada yang mau membantunya, berbeda dengan aku yang dulu selalu membantunya meskipun aku gak menerima honor. Sorenya aku menceritakan ke suamiku. Dan tiba-tiba saja aku bilang ke suami betapa bedanya aku dengan orang-orang itu (yang hanya mau mengerjakan sesuatu kalau ada honornya), dilanjutkan dengan menceritakan kejelekan beberapa temanku. Saat itu aku diingatkan kalau aku sudah sombong karena merasa lebih baik dari orang lain. Duh, aku langsung minta ampun sama Tuhan. Tobat.

Saat itu aku juga menyadari kalau kesombongan ternyata membuka celah untuk melakukan dosa lain. Satu dosa yang kita lakukan akan diikuti dengan melakukan dosa lain.

Orang yang sombong melupakan siapa yang sesungguhnya berkarya dalam hidupnya, dia mengambil apa yang menjadi hak Tuhan.

2 Korintus 13:11 (TB)  Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!

Bersukacitalah!
"Rasanya sudah lama aku gak merasakan sukacita", aku berpikir begitu. Tapi kalau Paulus menyuruh jemaat di Korintus bersukacita berarti sukacita bukan sekedar perasaan dong, kalau sukacita itu perasaan maka sukacita akan tergantung pada apa yang terjadi.

Sukacita bukan sekedar perasaan tapi keputusan.
Sukacita itu pilihan.
Sukacita gak bergantung keadaan.
Sukacita itu tergantung pada sikap hati kita, mau pilih bersukacita atau hidup ngalir gitu aja tanpa rasa syukur yang sejati.
Ada lo orang yang hidupnya terlihat diberkati tapi gak ada sukacita di hidupnya. Sementara ada lo orang yang kelihatannya selalu memancarkan sukacita dan energi positif,  sepertinya gak ada masalah dalam hidupnya (yang dah pasti gak mungkin,  mana ada orang gak punya masalah).

Aku melihat teladan teman-teman di grup ini dan diingatkan satu hal lagi, sukacita adalah buah Roh. Sukacita kita yang sejati berasal dari Tuhan. Jadi kalau mau bersukacita seperti yang dikatakan Paulus, kita harus mau hidup dekat dengan Tuhan. Percuma kita memutuskan mau bersukacita kalau kita hidup jauh dari Tuhan, bakal susah untuk bersukacita.

Untuk bersukacita aku harus hidup dekat dengan Tuhan,  sumber sukacita sejatiku.

Kasongan,  29 September 2017
-Mega Menulis-

No comments: