Thursday, January 18, 2018

Amsal 18, Matius 18

Matius 18:32-33 (TB)  Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku.
Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?

Seringkali aku seperti hamba yang jahat ini, sudah tahu dan merasakan anugerah pengampunan itu seperti apa, tapi sering berlambat-lambat memberi pengampunan. Gak usah jauh-jauh, hal simple nih, sama suami sendiri aja, waktu dia melakukan kesalahan dan minta maaf aku gak segera memaafkan. Kalau suami minta maaf, kan pasti dia tanya apakah sudah dimaafkan atau belum. Biasanya aku gak langsung bilang dah dimaafkan gak peduli hati dah memaafkan atau belum (apalagi kalau belum). Aku masih pakai acara ngambek dulu, buang muka, irit ngomong,balik badan waktu tidur, dll yang menunjukkan kalau aku masih kesal. Terkadang ngomong dah memaafkan dengan ketus, eh beberapa hari kemudian aku mengungkit lagi masalah yang sama. Duh.

Kenapa aku melakukan itu? Karena aku memang hamba yang jahat rupanya. Pikiranku masih jahat. Aku berpikir gini, ini kalau dengan gampang dikasih maaf, keenakan dong, bisa-bisa besok-besok diulangin lagi. Di lain waktu aku mikir, jangan-jangan nih suami minta maaf tapi gak benar-benar menyesal sama kesalahannya, jangan-jangan minta maaf cuma supaya bininya gak marah lagi. Tuh, pikiran-pikiranku jahat kan?! Aku sampai gak mempercayai permintaan maaf suamiku. Padahal kalau dipikir lagi, jarang sekali suamiku mengulangi kesalahn yang sama berkali-kali. Bandingkan dengan diri sendiri yang jatuh berkali-kali di kesalahan yang sama dan mendukakan Tuhan *tutupmuka*.

Padahal Tuhan sudah bilang gini:
Matius 18:22 (TB)  Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.
Dipikir-pikir, kalau Tuhan pakai standar hitungan ini, kayaknya aku sudah gak termaafkan deh. Berapa kali coba aku minta maaf sama Tuhan lalu membuat kesalahan lagi (kesalahan yang sama pulak)? Tapi aku gak pernah mendapati Tuhan bilang:"Ini yang ke-491 kalinya Meg kamu minta maaf. Stok maafKu sudah habis. Kamu sudah gak termaafkan".  Yang ada malahan aku diampuni dan terus diampuni, lalu kenapa aku memperhitungkan terus kesalahan suamiku dengan susah melepaskan pengampunan.

👉 Aku mau SEGERA memberikan maaf dan gak menahan-nahan pengampunan. Gak perlu pakai acara ngambek sama suami dulu tiap mau kasih pengampunan.

🙏 Tolong aku Tuhan, mampukan aku mengampuni seperti Engkau sudah mengampuniku. Amin.

Amsal 18:9 (TB)  Orang yang bermalas-malas dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak.

Ada sebuah pekerjaan di kantor yang sedang kukerjakan dan aku bermalas-malasan mengerjakannya karena aku berharap SK kepindahanku keluar sebelum deadline pekerjaan itu selesai. Selama ini aku mengerjakannya selalu sendirian, laporan akhir tahun yang lumayan banyak. Aku sudah pernah minta bantuan bidang lain, mereka malah cuek karena merasa bukan pekerjaan mereka. Padahal benar ini pekerjaanku untuk membuatnya, tapi bahan tetap dari mereka. Makanya aku kesal dan malas mengerjakannya.

Aku sudah mulai menyicil mengerjakannya tapi ya dengan bermalas-malasan, eh kemarin dong datang surat meminta laporan itu akhir bulan ini sementara SKku belum ada kabarnya. Nah lo. Mau gak mau kan aku harus rajin menyelesaikannya. Sempat terpikir, kalau dah mepet yang penting selesai aja. Tapi kemarin baca status teman tentang MEMBERIKAN YANG TERBAIK DALAM MELAKUKAN SESUATU. Dia sedang mengajar ini ke anaknya, anaknya homeschooling dan ditugaskan membersihkan kamar mandi. Rupamya anaknya gak menyukai tugas itu dan bermalas-malasan mengerjakannya, yang penting selesai. Hasilnya gak maksimal dong, masih ada yang licin gitu. Saat ditegur, anaknya bilang, oke aku ulang membersihkannya. Dan dia bilang kalau ini bukan tentang mengulangi sampai bersih tapi bagaimana memberikan yang terbaik dalam setiap yang kita kerjakan, itu Tuhan yang mau, bukan mau mamanya. Perkara gampang mengulangi pekerjaan kalau ada kesempatan, tapi bukankah kalau sekali aja dikerjakan dengan melakukan yang terbaik akan maksimal hasilnya, kemudian pasti menyenangkan orang lain.

Plak. Plak. Plak. Ketampar-tampar aku baca sharing temanku itu, aku bukan cuma bermalas-malasan tapi asal mengerjakan. Bagaimana aku bisa melakukan yang terbaik? Bagaimana aku mengajarkan Sara nantinya kalau aku masih kayak gini?

👉  Gak peduli sekesal dan semalas apapun aku melakukan pekerjaanku, aku harus melakukannya seperti untuk Tuhan supaya bisa lakukan yang terbaik.

Kasongan, 18 Januari 2018
-Mega Menulis-

No comments: