A : Berapa banyak
waktumu beribadah kepada Tuhan dalam
sehari?
B :
Bagaimana menghitungnya?
A : Yaaa…waktu-waktumu
dalam satu hari yang benar-benar kamu persembahkan untuk Tuhan berapa lama?
B : *menghitung*
Saat teduh setengah jam, berdoa makan 3 kali anggaplah sekali berdoa 5 menit
jadinya 15 menit, doa malam 15 menit, pelayanan dua jam, eh…tapi itu gak tiap
hari, gimana dong? Terkadang saya juga PA.
A : Ya
udah, hitung aja tiap hari rata-ratanya deh.
B : Kira-kira
sehari 3-4 jam lah…
A : Kok cuma
segitu? 20 jam lebihnya untuk siapa?
B :
*bingung* Lah, kalo perpuluhan, sehari 24 jam berarti 2,4 jam saja kan yang
perlu diberikan untuk Tuhan. Saya sudah memberikan lebih kan?
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.Roma 12:1
Saat kita diminta menghitung waktu ibadah kita untuk Tuhan, kebanyakan dari kita hanya menghitung
aktivitas-aktivitas yang kita anggap rohani seperti berdoa, membaca Alkitab,
saat teduh, pelayanan, dll padahal ibadah kita yang sejati adalah:
mempersembahkan
tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada
Allah
Selama 24 jam pun kita diminta untuk beribadah kepada Tuhan
alias melakukan segala sesuatu dan mempersembahkannya untuk Tuhan. Jika kita
belajar di sekolah, hendaklah kita melakukannya untuk Tuhan, studi kita adalah
untuk menyenangkan Dia. Demikian pula saat kita bekerja, kita bekerja dan
melakukan hanya kebenaran, tidak melakukan dosa, melakukan hanya yang kudus
dengan tubuh kita. Saat kita di rumah sebagai ibu rumah tangga, kita melakukan
segala pekerjaan rumah tangga dengan sukacita, mendidik anak dalam kebenaran,
sehingga segala yang kita lakukan bisa jadi persembahan yang hidup, kudus dan
berkenan padaNya. Kita melakukan segala sesuatunya untuk TUHAN jika alasan kita
melakukannya adalah Tuhan dan kita melakukannya untuk Tuhan.
Pelayanan yang kita anggap ibadah untuk Tuhan, bisa jadi bukan persembahan yang hidup, yang
kudus dan yang berkenan kepada Allah jika kita melakukannya dengan motivasi
yang salah (misal: ingin dianggap rohani oleh orang lain), demikian pula
pemberian kita kepada orang yang kesusahan bisajadi bukanlah ibadah kita bila
motivasinya supaya dianggap baik oleh orang lain. Motivasi dan tujuan kita
melakukan sesuatulah yang akan membedakan apakah yang kita lakukan merupakan
ibadah atau bukan kepada Tuhan. Tuhan menyelidiki hati kita, Dia tahu bagaimana
sikap hati kita yang sebenarnya, Dia Allah yang mengenal kita.
SEGALA SESUATU bisa menjadi persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah jika
kita melakukannya untuk memuliakan Tuhan, even cuma makan dan minum, ada
ayatnya kok:
Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah. 1 Korintus 10:31
Bayangkan, sesuatu yang rutin dan jadi kebutuhan hidup kita sehari-hari
ternyata dapat memuliakan Tuhan. Pernah bayangkan itu? Bagaimana bisa makan dan
minum kita dapat memuliakan Tuhan? Gimana caranya, bukankah kita makan supaya
kenyang, kita minum supaya tidak haus kan? Kok jadi ibadah segala sih?
Bisa loooo…apabila:
-Kita bersyukur atas apa yang kita makan dan minum. Gak semua orang lo
mengambil waktu sesaat sebelum makan minum dan berkata,”Terima kasih Tuhan
untuk makanan minuman pemberianmu ini. Engkau sungguh baik.” Ada looo…orang-orang
yang asal makan minum tanpa ingat siapa yang memberi makanan tersebut. Padahal
kalau dipikir-pikir, ini TUHAN pencipta semesta alam lo yang memberi kita
makanan, tidak adakah rasa hormat dan syukur atas kebaikanNya?
-Saat kita makan dan minum teringat mereka yang tidak seberuntung kita,
apakah kita pernah melakukan sesuatu bagi mereka yang tidak beruntung tersebut?
Membagikan apa yang kita miliki. Oke, kita juga mendoakan mereka, tapi
terkadang Tuhan memanggil kita menjadi jawaban doa kita juga lho. Dia ingin
kita berbagi dengan orang lain. Sudahkah kita memuliakan Tuhan dengan cara
demikian.
-Saat kita membuang-buang makanan karena lapar mata (mengambil melebihi
kemampuan kita menghabiskan), kita tidak sedang memuliakan Tuhan lo ternyata,
kita membuang berkat yang diberikanNya dan menyia-nyiakannya.
Jika melalui makan dan minum saja pun kita dapat memuliakan Tuhan,
tentunya hal lain juga bisa kita lakukan dan menjadi persembahan
yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah bukan?
Kasongan, 30 Juli 2015
-Mega Menulis-