Thursday, February 7, 2013

Ditolak Orang Sekampung

Markus 6:1-6

Dari mana Dia memperoleh semua itu?
Hikmat apa itu?
Bagaimana Dia dapat membuat mukzizat?
Bukankah Dia anak tukang kayu?
Demikianlah pertanyaan dari orang-orang kampungnya mendengar Yesus berkhotbah.


Singkat cerita, jemaat di tempat asal Yesus (aku mau nulis Kampung Nazareth, senyum-senyum sendiri, hahahaha) mendengar Yesus berkhotbah. Mereka takjub mendengar ajaranNya, bahkan mengakui hikmat yang dimiliki Yesus berbeda dengan pengajar yang lain, namun ujung-ujungnya mereka kecewa dan menolak Yesus begitu mengetahui latar belakang Yesus yang notabene anak tukang kayu di daerah mereka tersebut.
WOW...!!!
Kenapa ya, betapa sulit bagi orang sekampung Yesus untuk menerima Dia?
Sampai-sampai keluar pernyataan Yesus, kalo seorang nabi dihormati dimana-mana kecuali di tempat asal dan keluarganya.
Ternyata dari zaman dulu, entah sejak kapan, latar belakang keluarga menjadi bahan pertimbangan masyarakat untuk menerima/menolak seseorang. Begitu mengetahui latar belakang Yesus, mereka yang semula takjub akan pengajaranNya, mulai menolak Dia. Tiba-tiba saja Yesus tidak dipandang lagi oleh mereka.

Sepanjang usia mereka, mereka mengenali Yesus dan keluarganya sebagai orang biasa saja, ayahnya hanya tukang kayu. Sehingga sulit bagi mereka mempercayai seorang anak tukang kayu berdiri di hadapan mereka mengajar dengan hikmat yang luar biasa. Aku yakin mereka juga pernah mendengar mukzizat yang dilakukan Yesus, tapiii... sekali lagi latar belakang Yesus membuat mereka meragukanNya.Mereka gak percaya Yesus sanggup. Mereka gak percaya, Allah sanggup mengerjakan sesuatu melalui “orang biasa”. Mereka gak percaya, perkataan dan pengajaran yang penuh hikmat dapat keluar dari mulut ”orang biasa”. Mereka gak mempercayai lagi mukzizat yang didengar mereka pernah dibuat Yesus begitu menyadari kalau Dia ”orang biasa”. Mereka langsung bersikap apatis, dan menolaknya. Sejujurnya, aku gak tahu, jika saat itu aku hidup di zaman Yesus dan tinggal sekampung denganNya, apa aku akan percaya padaNya.

Dan membaca bagian ini, membuatku harus mengakui, memang sulit menerima sesorang yang kita tahu latar belakang hidup keluarganya dan hidupnya bagaimana-orang biasa saja yang tiba-tiba muncul dengan menawarkan mukzizat, pengajaran yang penuh hikmat pulak. Mungkin akan lebih bisa diterima jika, ayah Yesus adalah pengajar atau ahli Taurat di kampungnya ^^’ Seolah-olah kita gak mempercayai Allah sanggup memakai siapapun untuk melayaniNya, seseorang dengan latar belakang keluarga gak meyakinkan membuat kita memandang sebelah mata.

Well,sayang sekali,mereka menolak dan tidak mempercayaiNya karena hal yang sepele, dan akibatnya mereka kehilangan kesempatan untuk mengalami mukzizat dan menerima pengajaranNya. Mereka menolak seseorang hanya karena latar belakangnya,sehingga kehilangan kesempatan menerima hal baik yang ditawarkan Yesus. Aku juga jadi belajar, untuk menerima orang lain tanpa melihat rupa atau latar belakangnya, karena gimana pun orang itu, sebenarnya bisa saja dia dipakai Allah untuk mengajar kita. Saat aku menolak seseorang karena atribut yang dimilkinya, bisa saja aku sedang menolak berkat yang ditawarkan Allah melalui orang tersebut, who knows?

Trus, jadi mikir juga, gimana ya perasaan Yesus saat ditolak oleh orang sekampungnya sendiri. Saat dia rindu membagikan kabar baik, membagikan berkat bagi tetangganya atau malahan teman sepermainanNya, tapi mereka tidak percaya, bahkan menolak Dia. Itu pasti menyakitkan. Sedih lah ya...Tapi itu tidak membuatNya berhenti menyelesaikan pekerjaan baik dari BapaNya, Dia gak patah semangat, padahal kan bisa aja Yesus down, ngambek, lalu berhenti dari tugas yang diberikan Allah padaNya. Tapi Yesus gak gitu kok, Dia tetap melanjutkan tugas dari BapaNya. Jadi, kalau sekarang aku mengalami penolakan-penolakan dalam hidupku (karena atributku), aku gak perlu terlalu terpuruk. Sedih pasti, tapi gak perlu berlarut dalam kesedihan. Harus tetap mengingat visi dan misi yang Allah ingin untuk aku lakukan, kemudian melakukannya, jangan terpaku pada apa yang telah terjadi. Jangan menyerah, jangan berhenti bekerja bagi kemuliaanNya. Aku gak mencari perkenanan manusia, aku mencari perkenanan dari Allah ^^ 

Jika bagian kita adalah menyampaikan kabar baik atau kabar keselamatan bagi orang lain, sampaikan saja. Tetap taat pada bagian yang telah Allah tentukan bagi kita bagaimanapun hasilnya, urusan orang lain mau menerima atau menolaknya. Setelah taat, respon mereka bukan urusan kita lagi. 

Kita menanam, kita menyiram, Allah yang menumbuhkan.
Kita menegur, Allah yang melembutkan hati.
Kita menasehati, Allah yang mengubahkan.



Kasongan, 6 Februari 2013
-Mega Menulis-

2 comments:

Karakter di Dunia Kerja

Dari kecil karakter seseorang mulai terbentuk. Kalau sudah dewasa, sulit mengubah karakter seseorang. Jadi kalau kamu berkarakter buruk saat...