Markus 6:1-6
Dari mana Dia memperoleh semua itu?
Hikmat apa itu?
Bagaimana Dia dapat membuat mukzizat?
Bukankah Dia anak tukang kayu?
Demikianlah pertanyaan dari
orang-orang kampungnya mendengar Yesus berkhotbah.
Singkat cerita, jemaat di tempat asal
Yesus (aku mau nulis Kampung Nazareth, senyum-senyum sendiri, hahahaha) mendengar
Yesus berkhotbah. Mereka takjub mendengar ajaranNya, bahkan mengakui hikmat
yang dimiliki Yesus berbeda dengan pengajar yang lain, namun ujung-ujungnya
mereka kecewa dan menolak Yesus begitu mengetahui latar belakang Yesus yang
notabene anak tukang kayu di daerah mereka tersebut.
WOW...!!!
Kenapa ya, betapa sulit bagi orang
sekampung Yesus untuk menerima Dia?
Sampai-sampai keluar pernyataan Yesus,
kalo seorang nabi dihormati dimana-mana kecuali di tempat asal dan keluarganya.
Ternyata dari zaman dulu, entah sejak
kapan, latar belakang keluarga menjadi bahan pertimbangan masyarakat untuk
menerima/menolak seseorang. Begitu mengetahui latar belakang Yesus, mereka yang
semula takjub akan pengajaranNya, mulai menolak Dia. Tiba-tiba saja Yesus tidak
dipandang lagi oleh mereka.
Sepanjang usia mereka, mereka mengenali
Yesus dan keluarganya sebagai orang biasa saja, ayahnya hanya tukang kayu.
Sehingga sulit bagi mereka mempercayai seorang anak tukang kayu berdiri di
hadapan mereka mengajar dengan hikmat yang luar biasa. Aku yakin mereka juga
pernah mendengar mukzizat yang dilakukan Yesus, tapiii... sekali lagi latar
belakang Yesus membuat mereka meragukanNya.Mereka gak percaya Yesus sanggup. Mereka gak percaya, Allah
sanggup mengerjakan sesuatu melalui “orang biasa”. Mereka gak percaya,
perkataan dan pengajaran yang penuh hikmat dapat keluar dari mulut ”orang biasa”. Mereka gak mempercayai lagi mukzizat yang
didengar mereka pernah dibuat Yesus begitu menyadari kalau Dia ”orang biasa”.
Mereka langsung bersikap apatis, dan menolaknya. Sejujurnya, aku gak tahu, jika
saat itu aku hidup di zaman Yesus dan tinggal sekampung denganNya, apa aku akan
percaya padaNya.
Dan membaca bagian ini, membuatku harus mengakui, memang sulit menerima
sesorang yang kita tahu latar belakang hidup keluarganya dan hidupnya
bagaimana-orang biasa saja yang tiba-tiba muncul dengan menawarkan mukzizat,
pengajaran yang penuh hikmat pulak. Mungkin akan lebih bisa diterima jika, ayah
Yesus adalah pengajar atau ahli Taurat di kampungnya ^^’ Seolah-olah kita gak
mempercayai Allah sanggup memakai siapapun untuk melayaniNya, seseorang dengan latar belakang keluarga gak
meyakinkan membuat kita memandang sebelah mata.
Well,sayang sekali,mereka menolak dan
tidak mempercayaiNya karena hal yang sepele, dan akibatnya mereka kehilangan
kesempatan untuk mengalami mukzizat dan menerima pengajaranNya. Mereka menolak
seseorang hanya karena latar belakangnya,sehingga kehilangan kesempatan
menerima hal baik yang ditawarkan Yesus. Aku juga jadi belajar, untuk menerima
orang lain tanpa melihat rupa atau latar belakangnya, karena gimana pun orang
itu, sebenarnya bisa saja dia dipakai Allah untuk mengajar kita. Saat aku
menolak seseorang karena atribut yang dimilkinya, bisa saja aku sedang menolak
berkat yang ditawarkan Allah melalui orang tersebut, who knows?
Trus, jadi mikir juga, gimana ya
perasaan Yesus saat ditolak oleh orang sekampungnya sendiri. Saat dia rindu
membagikan kabar baik, membagikan berkat bagi tetangganya atau malahan teman
sepermainanNya, tapi mereka tidak percaya, bahkan menolak Dia. Itu pasti
menyakitkan. Sedih lah ya...Tapi itu tidak membuatNya berhenti menyelesaikan pekerjaan baik dari BapaNya, Dia gak patah semangat, padahal kan bisa aja Yesus down, ngambek, lalu berhenti dari tugas yang diberikan Allah padaNya. Tapi Yesus gak gitu kok, Dia tetap melanjutkan tugas dari BapaNya. Jadi, kalau sekarang aku mengalami
penolakan-penolakan dalam hidupku (karena atributku), aku gak perlu terlalu terpuruk.
Sedih pasti, tapi gak perlu berlarut dalam kesedihan. Harus tetap mengingat
visi dan misi yang Allah ingin untuk aku lakukan, kemudian melakukannya, jangan
terpaku pada apa yang telah terjadi. Jangan menyerah, jangan berhenti bekerja
bagi kemuliaanNya. Aku gak mencari perkenanan manusia, aku mencari perkenanan
dari Allah ^^
Jika bagian kita adalah menyampaikan kabar baik atau kabar keselamatan bagi orang lain, sampaikan saja. Tetap taat pada bagian yang telah Allah tentukan bagi kita bagaimanapun hasilnya, urusan orang lain mau menerima atau menolaknya. Setelah taat, respon mereka bukan urusan kita lagi.
Kita menanam, kita menyiram, Allah yang menumbuhkan.
Kita menegur, Allah yang melembutkan hati.
Kita menasehati, Allah yang mengubahkan.
Kasongan, 6 Februari 2013
-Mega Menulis-
2 comments:
Like this,Mega. :>
Tengkyu Lasmaaaa....^^
Post a Comment