“Sepanjang gak bertentangan dengan Firman Tuhan, suara orang tua bisa
jadi adalah suara Tuhan”, ucap seorang tanteku bertahun-tahun yang lalu padaku.
Dan sewaktu Ci Sintha menawariku menulis artikel ini, aku teringat lagi kalimat
tersebut.
“Oh yeahhh, really Meg? Serius?”
Yup. Aneh ya kedengarannya? Mosok sih segitu pentingnya
si dengarin ortu, itu seakan-akan kita mau bilang suara ortu sama dengan suara
Tuhan. Ya kan?
Pease, gak perlu heran gitu deh,
apalagi kalo kita perhatikan sekali lagi,ada kalimat “SEPANJANG GAK BERTENTANGAN
DENGAN FIRTU”, still GOD first kok ^^
Well,the truth is awalnya waktu
mendengar kalimat itu pun aku beranggapan apa yang dikatakan tanteku itu
terlalu berlebihan, lebay lah kalo bahasa sekarang. Tapi makin lama, makin ke
sini, kupikir she’s right. Karena dalam
10 perintahNya melalui Musa, Tuhan berkata:
Hormatilah
ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu. Keluaran 20:12
Dan perintah ini diulang lagi oleh Musa pada lain waktu:
Hormatilah
ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu,
supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu. Ulangan 5:16
Kali ini tidak hanya berkat panjang umur yang diberikan,
tapi juga dikatakan ‘BAIK KEADAANMU’ waktu kamu menghormati ayah dan ibumu.
Baru saja tadi pagi saya berbincang-bincang dengan
keluarga saya, entah dari mana awalnya kami membicarakan kalau panjang umur
saja tidak cukup, hahaha. Bayangkan ya, panjang umur, tapi sakit-sakitan,
bukannya gak enak tuh. Atau panjang umur, tetapi memiliki hidup yang sia-sia,
tidak punya arah, tanpa tujuan, luntang-lantung kesana kemari, menyusahkan
orang lain. Sepertinya jika demikian, panjang umur pun tak ada gunanya.
Dannnn…saat kita menaati FirTu untuk menghormati ayah ibu
kita, Tuhan berkata, keadaan kita akan BAIK. Titik. Pokoknya, akan ada kebaikan
yang terjadi sewaktu kita hidup dengan menghormati orang tua kita. Allah akan
mendatangkan hal-hal yang baik dari sikap hormat kita pada orang tua.
Saya mengamini bahwa Allah turut bekerja mendatangkan kebaikan
bagi kita yang mengasihi Dia dengan memilih menaati dan menghormati orang tua
kita. PASTI!Ada kebaikan tersedia sewaktu kita
memutuskan untuk menghormati orang tua kita.
Terkadang saya berpikir, kenapa sih Tuhan ingin kita menghormati orang tua,
bukankah yang terpenting adalah kita mengasihi mereka, kan hukum kasih yang
kedua adalah mengasihi sesama, jadi cukuplah kita mengasihi mereka saja ^^’ Asalkan kita sabar, bermurah hati,
gak mencari keuntungan diri sendiri, bersikap sopan, dll, sudah deh. Kan orang
tua kita adalah sesama kita. Cukuplah kita mengasihi mereka demikian. Tapi, ternyata
itu tidak cukup. Hubungan kita dan orang tua dipandang Tuhan sedemikian
istimewanya sehingga Ia ingin kita tidak hanya mengasihi mereka tetapi juga
menghormati mereka, bahkan berkatNya pun dijanjikan bagi kita yang menghormati
orang tuanya.
Orang tua adalah wakil Allah di dunia bagi kita para anakNya. Hubungan kita
dan orang tua seharusnya merupakan cerminan hubungan kita dan Allah yang adalah
BAPA SORGAWI kita. Allah yang adalah KASIH itu, telah mengasihi kita sedemikian
rupa, demikian pula orang tua kita dengan segala ketidaksempurnaannya juga
mengasihi kita. Allah ingin kita belajar mengasihi dan menghormatiNya melalui
hubungan kita dengan orang tua kita di dunia. Karena tidaklah mungkin kita
berkata mengasihi dan menghormati Allah yang tidak kelihatan itu, jika kita
tidak mengasihi dan menghormati orang tua kita yang kelihatan, itu bohong.
Bagaimana kita menghormati orang tua kita?
Perlakukan mereka dengan kasih,
dengan hormat karena ketaatan dan penuh kesopanan. Banyak cara, banyak kata
untuk menunjukkan penghormatan kita pada mereka, bahkan pikiran kita tentang
orang tua kita pun menunjukkan apakah
kita menghormati mereka atau tidak. Jangan salah looo…pikiran kita yang tidak
menunjukkan hormat kita pada orang tua pun, menjadikan kita terkutuk di hadapan
Allah. Mungkin orang tua kita belum lahira baru seperti kita, atau pendidikan mereka
lebih rendah dari kita, atau pekerjaan dan penghasilan mereka tidak seperti
kita, pemikiran mereka kadang kita anggap kuno, tapi itu semua bukan alas an
untuk kita memandang rendah mereka.
Saya pernah berbincang-bincang
dengan mama saya dan membicarakan pengaturan ekonomi dan keuangan di dalam
keluarga (maklum, walaupun perempuan, saya anak pertama, jadi saya yang sering
diajak mamah berdiskusi masalah ini sejak papa tidak ada). Sampailah pada
pembicaraan dimana saya ‘mengajari’ mama saya untuk menabung dan memiliki aset
(sok ahli keuangan banget ya :p), tetapi pemikiran hebat saya (ehemmm…) malah
dibalas mama dengan perkataan “buat apa”, dan kemudian saya menjelaskan panjang
lebar dengan sabar, sembari berpikir begini,”Iyalah, mama dulu Cuma lulusan SMA,
beda lah ya denganku. Lagipula, mama gak berpikir ke depan.”
Tidak ada yang salah dengan cara
saya menjelaskan, atau berkata-kata, saya tetap bersikap hormat. Pemikiran itu hanya diketahui saya, mama
tidak tahu (kan mama tidak bisa baca pikiran :p), dan tentu saja Tuhan tahu,
tetapi saya merasa tidak berdosa, itu hanya pikiran saja kan? Tidak apa kan
saya berpikir demikian? Toh, itu kenyataan. Sampai saya membaca ayat ini:
Terkutuklah
orang yang memandang rendah ibu dan bapanya. Dan seluruh bangsa itu haruslah
berkata: Amin! Ulangan 27:16
Well, saya
merasa terkutuk mengingat pemikiran saya tentang mama beberapa waktu
sebelumnya. Secara tidak sadar, saya memandang rendah mama dengan pemikirannya yang
demikian. SAYA BERDOSA. SAYA TERKUTUK. Firman Tuhan menegur saya dengan keras, bahkan memandang rendah orang tua kita pun dikutuk oleh Tuhan.
Dia tidak setuju atas pemikiran seperti itu. Saya langsung minta ampun kepada
Tuhan. Ingin meminta maaf pada mama, tetepi takut mama sedih, akhirnya saya
diam saja. Tetapi saya berjanji akan menjaga hati dan pikiran saya dengan
segala kewaspadaan agar hal itu tidak terulang. Tuhan tidak menghendaki kita
memandang rendah orang tua kita. Bagaimanapun keadaan mereka, sejelek apapun
sikap mereka, mereka adalah wakil Allah di dunia bagi kita.
Tidak
menghormati mereka sama dengan tidak menghormati ALLAH.
Memandang
rendah mereka sama dengan memandang rendah Dia yang telah menjadikan mereka
sebagai wakilNya di dunia bagi anak-anakNya.
Menentang
mereka sama dengan memberontak terhadap ALLAH yang menjadikan langit dan bumi.
Hormatilah
orang tuamu karena kau menghormati ALLAH.
Sanggupkah kita menghormati orang tua kita? SELALU?
Sanggup dunk, selama kemauan ortu
gak bertentangan dengan kemauan kita :p
Nah, pertanyaannya sekarang,
sanggupkah kita tetap menghormati dan menaati mereka saat keinginan mereka
berbeda dengan keinginan kita? *hening*
Saat visi dan mimpi kita berbeda
dengan mereka, apa yang akan kita
lakukan?
Seringkali, apalagi zaman
sekarang, karena kita beranggapan visi yang kita miliki adalah dari Tuhan, lalu
saat orang tua tidak setuju, kita mulai tidak peduli dengan perkataan orang tua
kita, kita melawan, memberontak, dan mulai melupakan fakta terpenting:
VISI yang dari TUHAN tidak akan bertentangan dengan FirmanNya.
Visi yang dari TUHAN seharusnya
tidak membuat kita berhenti menghormati orang tua kita sekalipun berbeda dengan kehendak orang tua,
karena bukankah TUHAN sendiri berfirman:
Hormatilah
ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata
dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Efesus 6:2-3
VISI yang dari TUHAN, SEHARUSNYA
tidak membuat kita menentang firmanNya.
Jika visi yang kita miliki
membuat kita menentang firmanNYA, pasti ada yang salah.
Memang harus diakui, saat kita
yakin visi kita dari TUHAN, dan orang tua tidak mengerti apa yang kita pilih,
kita akan merasa frustasi, kenapa TUHAN tidak membuka jalan. Lalu bagaimana?
Apakah kita harus berhenti mewujudkan visi TUHAN karena orang tua?
Tentu saja tidak! TUHAN tidak
memerintahkan kita untuk selalu SETUJU dengan apa yang dikatakan orang tua
kita. Dia mengenal orang tua kita dengan baik, Dia mengenal kita pun dengan
sangat baik. Tidak ada manusia yang sempurna, tidak ada manusia yang benar, semua
berbuat dosa, semua mencari keuntungan diri sendiri. Jadi, karena Dia tahu
orang tua kita tak sempurna (sama seperti halnya kita :p) maka Tuhan tidak
memerintahkan kita untuk SETUJU dengan semua perkataan orang tua kita dan
MENGIKUTI semuanya. Sekalipun orang tua menentang visi kita, TUHAN menginginkan
kita untuk MENUNJUKKAN sikap hormat pada mereka.
Saat menuliskan bagian di atas,
saya teringat drama Asia yang pernah saya tonton. Saya lupa judulnya. Tapi
dalam salah satu adegannya ditampilkan seorang anak yang bertengkar dengan
ayahnya, karena mereka berbeda pendapat. Sang ayah dan anak saling melempar
argumennya, nada suara mereka mengeras, si anak ngotot mempertahankan
pendapatnya (well, waktu itu dia memang benar) dan sang ayah gak mau kalah, saya
lupa bagaimana kelanjutannya, tapi yang paling saya ingat dan menarik adalah
sepanjang ‘pertengkaran’ itu, si anak menunduk di depan ayahnya, dia
menjelaskan semuanya, dia tidak pergi dan membanting pintu, tetapi dia tetap
menunjukkan sikap hormatnya ^^
Bagian kita adalah tetap
menghormati orang tua kita, tetap tunduk pada mereka. Lakukan bagian kita, dan Tuhan akan
melakukan bagianNya. Taati Firman
Tuhan, dan Ia akan memberkati ketaatan kita dengan berkatNya. Tidakkah kita
percaya Tuhan sanggup mengubahkan hati orang tua kita, sikap melawan
kita tidak akan menambahkan kebaikan dalam usaha mewujudkan visi kita. Bahkan sewaktu visi itu terjadi, tak ada
rasa bahagia yang penuh, kita menentang firman Tuha, mana mungkin bahagia? ^^’ Percayalah,
saat TUHAN sepertinya tidak membuka pintu restu dari orang tua atas visi yang
ditaruhkanNya di hati kita, itu berarti TUHAN punya tujuan. Dia punya maksud.
Bertahun-tahun yang lalu, saat
saya terlibat dalam pelayanan di kampus, saya dihubungi menjadi calon ketua di
UKM Kristen (Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen), sebelumnya saya memang berdoa
untuk hal ini, saya punya visi untuk UKM kami tercinta ^^ Setiap calon yang
dihubungi, diberikan waktu untuk berdoa, dan saya berdoa. Saat itu adalah
semester-semester terakhir saya, saya sedang mengambil Kerja Praktek, mata
kuliah yang saya ambil tinggal 2 saja (itu pun mengulang), dan semester
berikutnya saya akan mengambil skripsi. Jadi, secara manusia, saya pikir saya
punya buanyak waktu untuk menangani 2 hal yang Tuhan percayakan itu, studi dan
pelayanan. Tetapi saat saya berdoa, saya dapatkan, TUHAN meminta saya bertanya
pada orang tua saya, apakah saya akan berkata ya atau tidak untuk menjadi calon
ketua ini. Awalnya saya pikir, Tuhan ini aneh deh, buat apa melibatkan orang
tua dalam hal ini, toh ini kan melayani Tuhan, lagipula saya yakin studi saya
tidak akan terganggu, so? Ngapaen pake acara nanya ortu. Saya di Jogja, ortu di
Palangkaraya, mereka gak tahu juga kan? Toh saya tidak melakukan hal yang
salah. Saya melayani Tuhan looo... ^^V Tapi,
berhubung saya tidak merasakan damai sejahtera memberikan jawaban ‘YA’ tanpa
bertanya kepada orang tua, bertanyalah saya. Entah kenapa, saya PD saja kalau
mereka akan merestui saya, lagipula saya mau taat lah sama Tuhan, kalo disuruh
nanya ya nanya aja lah.
Mau tebak jawaban ortu saya? ^^
Mereka TIDAK SETUJU!
Bahkan setelah saya jelaskan
kalau ini gak akan mengganggu studi saya, mereka masih tidak setuju, mereka
berkata pelayanan boleh, tapi tidak menjadi ketua. Jujur aja, saya gak menyangka
jawaban demikian, jadi menyesal deh saya
bertanya.Saya protes sama Tuhan, Tuhan ini kenapa sih, kalo dah tahu jawaban
ortu saya bakal ngga, ngapaen saya disuruh nanya (Tuhan Maha Tahu kan? Jadi kalau Cuma buat
ditolak gini, ngapain saya harus ngajukan proposal ke ortu saya, mending gak
usah :p). Saat ditanya jawaban saya, saya udah gatel nih pengen bilang iya sama
tim yang nanya, gak tau ini ortu saya, tapi gak bisa T_T Saya gak mau mengawali
pelayanan ini dengan berbohong, gimana pun, urapan tuh dari atas, kalo saya dah
gak bener dari awal, gimana bisa saya memimpin, masa calon pemimpin ini ntar
diurapi tapi pake acara bohong. Akhirnya saya ceritakan, kalau ortu saya gak
setuju, dan saya tidak akan mengambil bagian dalam pelayanan menjadi ketua ini.
Ternyata, tim ini memberikan saya waktu lagi untuk berbicara dengan ortu dan
berdoa lagi. Saya dapatkan ayat ini dalam masa-masa berdoa itu, dan saya
dikuatkan:
Hati raja seperti batang air di dalam tangan Tuhan, dialirkanNya ke
mana Ia ingin. Amsal 21:1
YES! Gak ada yang mustahil, bila
TUHAN mau saya maju, Dia sanggup melakukan sesuatu yang sulit
sekalipun-mengubah hati ortu saya, Dia berkuasa kok, saya meyakini itu, saya
memperkatakan Firman Tuhan itu. Perkara gampang bagi Dia yang menjadikan langit
bumi ini untuk melakukan apa yang diinginkanNya. Ya sudah, saya berdoa, berdoa,
dan bertanya lagi pada ortu, dan tau ga gak sih kali ini jawaban mereka apa?
Jreng...jreng...
Mereka TIDAK SETUJU! ^___^
Dan kali ini, saya menerima
jawaban mereka dengan damai sejahtera, gak ada acara protes sama Tuhan lagi,
saya percaya TUHAN berbicara lewat mereka, dan saya bersyukur TUHAN memakai orang
tua saya untuk memproses saya. Saya belajar betapa pentingnya tunduk sama
otoritas, bagaimana memulai pelayanan dengan benar, bagaimana saya diurapi
dalam pelayanan tanpa acara berdusta (btw, kemudian saya menjadis sekretaris,
hehehehe), bagaimana Tuhan memakai orang
lain untuk menyampaikan isi hatiNya, dan saya belajar taat 100 % pada Tuhan
melalui ketaatan saya pada ortu. Saya bersyukur. Dan kalau saya melihat lagi ke
belakang, saya belajar lebih banyak hal melalui ‘penolakan’ orang tua ini. Saat
saya menjadi sekretaris di UKM, buanyak hal yang TUHAN ajarkan, dan saya tidak yakin itu akan saya
dapatkan kalau saya memilih menjadi ketua. Ketaatan saya pada ortu, ketaatan
saya pada TUHAN, membuka pemahaman saya
akan banyak hal, dan saya diberkati dengan pelajaran-pelajaran luar biasa.
Tapiii…Bagaimana jika orang
tua kita belum lahir baru? Tetapkah kita perlu menghormati mereka?
Wah, ya perlu dunk! Coba diingat-ingat (kalau perlu buka lagi Alkitab
kita), di dalam perintahNya, gak ada tuh Tuhan bilang, kita menghormati
ortu hanya jika mereka “orang percaya”. Jika kita telah lahir baru dan orang
tua kita belum, itu bukanlah alasan untuk tidak menghormati orang tua. Justru
seharusnya kita harus semakin menghormati orang tua, supaya melalui perbuatan
baik kita, melalui ketaatan kita pada mereka, mereka boleh melihat perbuataan
kita yang baik dan memuliakan nama BAPA kita di sorga. Sikap hormat kita pada
orang tua bukan lagi sekedar kewajiban, tapi cara kita menyaksikan kebaikan
TUHAN kepada mereka. Agar mereka menyaksikan bagaimana Tuhan menjadikan kita
anak yang penuh kasih dan hormat pada orang tua.
Hubungan kita yang manis dengan orang tua kita, ketaatan kita pada mereka,
bagaimana sikap kita, cara kita berbicara kepada mereka, semuanya menggambarkan
hubungan kita dengan BAPA kita di sorga. Saya berani berkata, mereka yang
sangat dekat dengan Bapa Sorgawinya, yang menghormati dan menaatiNya, pastilah
demikian juga kepada orang tuanya. Bagi orang lain mungkin ini ekstrim atau
terlalu berlebihan, tetapi saat kita sungguh mengasihi dan menghormati Allah,
percayalah, inilah yang akan terjadi. Saat menulisakan ini, saya juga
mengoreksi kembali hubungan saya dengan mama saya (papa sudah meninggal
bertahun-tahun yang lalu).
Saya mendapati, bagaimana saya memperlakukan mama saya, ternyata juga
adalah cerminan perlakuan saya kepada Bapa Sorgawi saya.
Saat saya lebih memilih menceritakan pergumulan saya terlebih dulu kepada
sahabat saya dibanding mama saya, saya juga menyadari, saat pergumulan pun,
bukan Allah yang menjadi tempat pertama saya mengadu, tetapi sahabat saya.
Saat saya tidak terbuka kepada mama, dan menutupi beberapa hal, bisa jadi
kepada Allah pun saya begitu.
Saat saya menunda-nunda pekerjaan yang mama minta saya lakukan, ternyata
pada Allah pun saya juga sering bersikap demikian.
Saat saya tidak menuruti mama saya karena apa yang dikatakannya tidak
sesuai dengan keinginan saya, saya pun sering berdosa kepada Allah karena lebih
memilih menyenangkan diri sendiri.
Saat saya protes dan berteriak pada mama atas beberapa keputusannya dalam
hidup saya, oo…rupanya itupun saya lakukan kepada Allah.
Saya belajar, jika saya mau memperbaiki hubungan saya dengan Allah, jika
saya sungguh ingin mengasihi dan menghormati Dia, menaatiNya dengan segenap
hati, memperhatikan firmanNya, atau ingin semakin intim dengan Allah, well…itu
juga perlu dimulai dengan memperbaiki sikap saya kepada mama saya.
Hubungan saya dan orang tua bisa jadi adalah
cerminan bagaimana hubungan kita dengan Allah.
-Mega Menulis-
No comments:
Post a Comment