Dua orang wanita sedang shopping
di sebuah butik. Penjual di butik tersebut melayani mereka dengan wajah cemberut,
sama sekali tidak ramah, dengan ogah-ogahan dia mencari ukuran baju yang diinginkan
si calon pembeli, terlihat jelas dari sikapnya, pertanyaan dari calon pembeli
pun dijawabnya dengan ketus.
Wanita pertama sangat terganggu dengan sikap si penjual
tersebut. Dia pun kesal dan bersikap tidak ramah pada si penjual. “Gimana sih,
pembeli kan raja, kenapa diperlakukan seperti ini.”, demikian pikirnya. Wanita
pertama kesal luar biasa. Anehnya, wanita kedua tampak santai dan malahan
bersikap ramah luar biasa pada si penjual. Dia tetap berbicara dengan sopan dan
menyenangkan.
Wanita pertama bertanya pada wanita kedua,”Kok ibu masih
baik sih sama penjual itu?”
“Memangnya kenapa?”, jawab wanita kedua dengan heran.
“Dia kan gak sopan banget. Kok ibu masih baik sih?”
Wanita kedua tersenyum dan dengan santai menjawab,”Itu sih
urusan dia. Mau gak sopan, mau kasar, atau mau melayani dengan buruk, gak ada
kaitannya dengan saya. Kalau saya sampai terpengaruh, berarti saya membiarkan dia mengatur dan mempengaruhi hidup
saya. Padahal kan saya bertanggung jawab atas diri saya sendiri.”
Mendengar ilustrasi ini sudah lama banget, entah kenapa hari
ini teringat.
Berasa jleb…jleb…
Well, mungkin gara-gara sikapku ke dia yang gak bisa kusebut
namanya itu jadi buruk. Kelakuannya yang buruk seolah-olah memberikanku izin
untuk bersikap tidak ramah. Aku malas menegurnya, cukuplah berbicara
seperlunya. Ngapain aku berbaik-baik
sama dia yang memperlakukan orang lain seenaknya tanpa perasaan.
Dan gak dipungkiri, terkadang terlintas pemikiran begini:
Gak papa lah
sekali-kali males, toh ada tuh yang lebih males malahan gak ditegur
Sekali-kali gak papa lah gak apel pagi, toh ada yang gak
pernah ikut apel pagi didiemin.
Gak papa lah datang dan pergi ke kantor sesukanya, yang penting
kerjaan beres
Bolos ngantor sehari gak papa kali ya :p
Puji Tuhan, masih pemikiran, belum sempat dilakukan karena
Tuhan masih menegur lewat hati kecil, betapa itu perbuatan yang mendukakanNya.
Bagaimana aku memuliakan Tuhan kalau aku bekerja demikian. Aku mempermalukan
Tuhan saat aku bekerja demikian. Aku gak
menyenangkanNya.
Kalo mikirin diri sendiri sih jadi mikir kalo ini gak adil,
kenapa begini kenapa begitu. Tapi kalo mikir, ini tentang bagaimana Tuhan
dimuliakan dalam pekerjaanku, jadi ngusir jauh-jauhlah pemikiran “sekali-kali” tadi :p
Btw, sekali-kali jadi dua kali kan? Hahahahaha.
Kenapa juga sikapku
dalam bekerja harus dipengaruhi orang lain? Macam gak punya prinsip aja. Aku
akan berjuang supaya bekerja tanpa dipengaruhi orang lain mau gimane-gimane.
I am working for The
Lord.
Aku harus mempertanggungjawabkan apa yang aku kerjakan sama
Tuhan pada waktunya nanti.
Semangat Meeeegggg…!!! \(“,)/
Kasongan, 6 Maret 2014
-Mega Menulis-
No comments:
Post a Comment