Married or not to be Married?,
judul tulisan Nita yang terbaru membuatku tersenyum. Mengingat kejadian setahun
yang lalu, aku membaca buku berjudul Haruskah Aku Melajang, dan beberapa
kawanku menertawakanku. Pikir mereka, aku sedang berputus asa kali ya, secara
umurku saat itu 27 tahun dan belum juga merit (eh, sekarang juga blom
looo...gkgkgk), boro-boro merit, wong punya pacar aja belum kok waktu itu,
pantaslah ya mereka prihatin. Bukannya
aku gak pernah berpikir melajang ya,awal-awal hubunganku dengan seorang pria
berakhir, hasrat (halaahhhh) untuk melajang ini semakin kuat, rasanya kapok
jatuh cinta (yaelah, melow banget sih daku). Pokoknya...Lebay-lebay syalala
gitu deh.
Dan saat aku
mulai berdamai dengan kenyataan kalau pria yang meninggalkanku bukan pria yang
tepat, pikiran untuk melajang hilang, pikiran untuk menikah pun hilang. Nah
lho, gimana maksudnya? Maksudnya ialah, aku emang gak mikirin lagi hal melajang
or merit ni. I enjoy my life ajahhhh. Mulai merasa utuh dan puas di dalam Tuhan
Yesus walaupun gak punya pacar. Beberapa keputusan aku ambil tanpa
mempertimbangkan aku bakal menikah suatu hari nanti. Pokoknya melakukan banyak
hal yang mungkin gak akan kulakukan seandainya aku punya rencana merit dalam
beberapa tahun. Apa yang baik dan benar menurut Tuhan, ya itu aja yang aku
lakukan.
Salah satu
keputusan yang aku buat tanpa mempertimbangkan aku menikah apa gak adalah
keputusanku mengambil kredit rumah. Pada waktu itu menurutku rumah adalah hal
yang sangat kubutuhkan, aku berdoa, Tuhan buka jalan, dan selanjutnya aku
memiliki rumah kredit, hahahaha. Banyak yang bilang, yang kulakukan itu hal
bodoh, ada beberapa kawan yang bilang:
“Ngapain beli
rumah? Itu kan tugas suami, keenakan suamimu dunk ntar...” (Dan aku malah heran
orang ngomong gini, lah namanya tar suami istri tu jadi 1, kalo suami enak ya
aku enak dunk. Lagian gak mungkin aku ntar memiliki suami yang gak bekerja.)
“Gimana nanti
kamu kalau menikah, uangmu dah habis buat uang muka rumah? Biaya dari mana?”
(Yah, emang si gaji PNS kecil, wajar aja ada yang ngomong gitu. Tapi ya, kalo
misalkan Tuhan ingin aku menikah, masa sih dia gak sediakan dana untukku
menikah? Hahahaha.)
Kenapa juga sih,
keputusanku punya tempat bernaung harus tergantung pada aku akan melajang ato merit.
Funny, isn’t it? Waktu itu aku mikirnya, okey, dah hampir 3 tahun aku tinggal
ikut tanteku, tanteku baik dan aku gak punya masalah dengannya, aku betah
banget di rumahnya (terlalu betah malahan), Cuma aku mau mandiri dunk, masa
kuliah bareng eyang, trus dah kerja pun ikut tante. Kenapa gak kos Meg? Lah,
coba dipikir, aku keluar rumah tanteku Cuma buat ngekos, apa kata orang
dunkkkk, dikira ada alasan yang gak baik aku pindah. Lagian, bayar kos setiap
bulan paling gak 300-500 ribu, kalo ambil rumah tinggal nambah sedikit, 15
tahun (alamakkkk, lama amat ya...) kemudian aku punya rumah sendiri. Nah, kalo
kalian jadi aku, keputusan paling logis ambil rumah ato gak? Emang sih,
tabungan habis gara-gara bayar uang muka, tapi sampai sekarang aku gak menyesal
tuh.
Asli dah...menjalani
hidup tanpa mikir bakal merit ato gak tuh menyenangkan banget. Aku mulai gak
terlalu peduli dan ngurusin apa kata orang tentang diriku yang masih single. Eh,
tapi kadang heran juga sih melihat tatapan kasihan bin prihatin dari mereka
yang dah merit melihat diriku yang blom merit, seakan-akan aku orang ternista
di dunia, hahahahaha. Oke, aku lebay. Well, ini aneh, seolah-olah kebahagiaan terbesar
adalah merit dan yang gak merit tu gak bahagia, gkgkgkgk. Padahal, buatku
pribadi ya, kalau aku waktu single berbahagia, bukankah waktu merit aku juga
akan berbahagia juga. Kebahagiaanku gak tergantung statusku. Kebahagiaanku
adalah karena aku hidup di dalam Tuhan dan merasa utuh di dalam dia,single or
double.
Tanpa harus mikir
merit apa gak, kapan dan segala tetek bengek lainnya, aku jadi punya banyak
waktu untuk mengerjakan mimpi dan keinginanku, serius. Harus aku akui, ini nampaknya
(dan awalnya) pikiran orang yang mau menghibur diri, hahahaha. Tapi ini beneran
kok. Dulu, waktu aku terlibat hubungan dengan seorang pria, aku menunda
keinginanku untuk punya rumah looo...dan itu sungguh kusesali. Aku melewatkan
kesempatan memiliki banyak hal gara-gara “menabung” untuk menikah. Menyesal
banget kan? Bukan berarti aku menghabiskan tabunganku pasca hubunganku berakhir
ya, tetap aja berhikmat memakai uang. Tapi selagi belum menikah, aku menikmati
apa yang bisa aku nikmati saat ini.
Menikah itu
karunia, melajang pun juga. Tidak ada yang salah dengan melajang, begitu juga
dengan menikah. Paulus melajang, Abraham menikah. Gak ada yang salah. Gak ada
yang lebih bahagia. Semua memiliki sukacitanya masing-masing. Semua memiliki
masalahnya masing-masing. Semua memberi kita kesempatan bertumbuh makin serupa
dengan Kristus, jika kita mau mengambil kesempatan itu. Yang single tidak perlu
iri dengan yang menikah, demikian sebaliknya. Nikmati aja peran yang Tuhan
berikan pada kita masing-masing. Berbahagialah tanpa tergantung status.
Setuju dengan
Nita, aku juga dah sampai pada fase gak tertekan lagi dengan omongan orang
lain. Selama aku mengalami kepenuhan di dalam Tuhan, aku pastinya merasakan
damai sejahteraNya, melajang or merit. Kalo mau jujur, banyak lo orang yang
merit dan masih-masih berandai-andai, “Coba aku gak menikah, coba aku masih
single, aku bisa....”. Kupikir salah satu penyebabnya adalah waktu single dia
gak maksimal, jadi kebayang-bayang deh mimpinya or keinginannya, lalu deh
mengharapkan yang gak mungkin-being single again. Nah, sayang banget kan kalo seperti
ini. Kehidupan menikah yang berbahagia gak bisa dijalani gara-gara ada hal yang
belum dia lakukan waktu single. Kehidupan pernikahan adalah kehidupan yang
pastinya punya tanggung jawab yang lebih besar daripada sebelum menikah. Jangan
lupa, dipercaya banyak berarti dituntut banyak. Jadi, enjoy every season in
your life aja dah...! Ada hal-hal yang gak bisa kita nikmati waktu musim berganti,
jangan menyia-nyiakan waktu dengan mengharapkan keindahan di musim yang lain
saat kita sedang mengalami musim tertentu,tiap musim punya keindahannya masing-masing
kok ^^ Selamat menikmati musimmu.
Kasongan, 11
April 2013
-Mega Menulis-
8 comments:
ye ye ye. aku merasa diberkati dengan postingan ini. Yah, sama aku juga kadang mengalami hal2 seprti itu disaat-saat ini, well banyak yg kudapat dari jawabannya. memberi diri lebih lagi untuk pelayanan :)
Betullll....memberi diri lebih lagi untuk melayani. kalo dah berkeluarga, pastinye fokus kita melayani keluarga yang dipercayakan sama Tuhan d^^b
Like this Mega!! :)
Stephanie : tengkyuuuu...^^
"Lagian, bayar kos setiap bulan paling gak 300-500 ribu, kalo ambil rumah tinggal nambah sedikit, 15 tahun (alamakkkk, lama amat ya...) kemudian aku punya rumah sendiri. Nah, kalo kalian jadi aku, keputusan paling logis ambil rumah ato gak?"
Suka banget sama kalimat ini. Akakakakka.... Emang kadang2 cewe kurang realistis. kudu belajar sama cowo soal logika dan masuk akal.
Lasma : betul banget, kita sering banget ngambil keputusan berdasarkan emosi sesaat, ato feeling doang, kadang perlu niru cowok yang logis dan mikirnya panjang gitu, jadi terhindar dari melakukan hal yang bodoh.
hidup melajang...:D , hidup juga dah yg merit xi..xi..Mega izin share yak...
Yeeee....Hidup semuaaaa \(",)/ Monggo dishare mbak ^^
Post a Comment