Masih ingat
dengan video heboh yang membandingkan kemampuan bahasa Inggris kedua capres kita
saat ini? Yang ujung-ujungnya ketahuan kalo itu editan? Nah, ngerti kan
hebohnya dunia maya menyaksikan video tersebut. Itu ya raaaaa…rame banget
sharenya, terus komentarnya aje gile banyaknya. Secara garis besar, komentar-komentar yang ada
adalah dari 2 kubu pendukung calon presiden.
Faktanya,
kemampuan berbahasa Ingggris Prabowo terlihat lebih baik dibandingkan Jokowi.
Nah, bagaimana
opini kedua kubu pendukung? Secara garis besar seperti ini :
Kubu
Pendukung Jokowi : Ah, presiden gak harus bisa bahasa Inggris kok. Banyak kok
presiden Negara lain yang gak bisa bahasa Inggris. Apa gunanya penerjemah?
(Kalo udah tau videonya editan komennya bakal gini : pantas aja videonya
gituan, editaaaannnn).
Kubu
Pendukung Prabowo : Apaan tuh, calon presiden kok gak bisa bahasa Inggris,
kelihatan kan pinteran mana.
Kasus lain. Pernah
melihat video Prabowo menolak cium pipi Jokowi di belakang panggung sebelum
debat capres? Video ini menjadi kontroversi karena sebelumnya rakyat Indonesia
disajikan kemesraan kedua calon presiden dalam panggung debat calon presiden, capres-capres
terlihat mesra di panggung, dengan hangat saling mencium pipi, tentunya keadaan
yang berbeda dengan video tersebut.
Faktanya,
Prabowo menolak saat diajak cium pipi sama Jokowi.
Kubu
Pendukung Jokowi : Munafik amat sih Prabowo, di panggung aja sok mesra sama capres
lain, di belakang panggung kayak gitu.
Kubu
Pendukung Prabowo : Nah loooo, kelihatan kan siapa yang pencitraan, kenapa juga
Jokowi di ruangan itu mau cium pipi Cuma sama Prabowo, eh sama yang lain ngga.
Padahal kan banyak orang di ruangan itu. Jelas aja Prabowo nolak.
Mau tau
komentar saya menyaksikan video itu? Loh, gak mau?! Mau lah yaaaa…mau aja
yaaa??? #mokso. Saya sempat mensharekan ini ke adik dan beberapa kawan saya
disertai komentar yang berbeda dengan kebanyakan orang, komentar saya : “Ah,
jelas aja Prabowo nolak cium pipi, kan maunya cium bibir, hahahahaha”. Gak mutu
ya??? Baiklahhh #menunduk.
Mari kita
kembali ke jalan yang benar.
Video yang
sama disajikan, tetapi opini orang berbeda.
Naluri
pertama yang dimiliki pendukung capres tertentu adalah membela capresnya, menampilkan hal positif capresnya dan menampilkahn hal negatif capres lain. Ya iya laaaa…secara alami kita yang telah
menetapkan pilihan pada salah satu calon pastilah punya sudut pandang yang
berbeda dalam melihat sebuah fakta yang disajikan, makanya pilihan kita berbeda.
Opini kita akan berat sebelah dan cenderung memihak karena siapa sih yang ingin
capresnya dijelek-jelekkan, apalagi oleh kubu dari capres yang kita anggap gak layak.
Siapa sih yang bisa menerima capres lain terlihat lebih baik dalam hal tertentu
dibandingkan capres pilihannya. Kalau
pun disajikan fakta lain yang bertentangan dengan opini kita, kita akan mencari
fakta lain yang akan mendukung opini kita, dan pasti nemu. Karena kita melihat
apa yang kita cari.
Sangat susah
untuk objektif. Lah, wong dah punya pilihan, ya gimana bisa objektif?
Bagaimana
dengan mereka yang belum memilih? Kemampuan mereka untuk objektif sebenarnya jauh
lebih besar dibanding capres kedua pendukung di awalnya, karena pada akhirnya
pastilah mereka mempunyai opininya masing-masing. Tentu saja jika mereka yang
belum memilih disajikan fakta tanpa dibumbui opini orang lain. Saat seseorang
ngeshare sebuah link disertai menyatakan
opininya, sadar gak sadar, itu akan mempengaruhi mereka yang belum punya
pilihan. Apapun pengaruhnya, apakah setuju dengan opini tersebut sehingga
memilih capres yang sama, atau semakin tidak ingin memilih capres tersebut
karena cara menyampaikan opininya.
Punya pilihan capres yang berbeda telah jelas menunjukkan perbedaan cara
pandang kita yang berbeda. Hasilnya, fakta apapun yang disediakan di depan
kedua pendukung, opininya pasti akan saling bertentangan.
Faktanya
sama, opininya beda.
Menurut
Wikipedia http://id.wikipedia.org/wiki/Opini,
definisi opini adalah:
Opini (Inggris: Opinion) adalah pendapat, ide atau pikiran untuk menjelaskan
kecenderungan atau preferensi tertentu
terhadap perspektif dan ideologi akan tetapi bersifat tidak objektif karena belum mendapatkan pemastian
atau pengujian, dapat pula merupakan sebuah pernyataan tentang sesuatu yang
berlaku pada masa depan dan kebenaran atau kesalahannya serta tidak dapat
langsung ditentukan misalnya menurut pembuktian
melalui induksi. (Lihat:
simbol logis pada Induksi matematika)Opini bukanlah merupakan sebuah fakta, akan tetapi jika di kemudian hari dapat dibuktikan atau diverifikasi, maka opini akan berubah menjadi sebuah kenyataan atau fakta.
Mari kita lihat bersama, apakah nanti opini kita akan menjadi fakta?
Kasongan, 25
Juni 2014
-Mega
Menulis-
No comments:
Post a Comment