Gara-gara nonton link yang dibagi Grace tentang alasan AniesBaswedan memilih Jokowi, jadi penasaran dengan tulisan Saya Pasti Kecewa denganAnies Baswedan , searching di googledan sampai di sebuah blog milik Edward
Suhardi. Plis dilihat deh.
Menonton video di link tersebut bener-bener membuat mata
berkaca-kaca, dan akhirnya gak tahan juga aku nangis diam-diam (soale malu sama
kawan yang duduk di sebelahku). Tiba-tiba rasa cinta kepada bangsa ini meluap
lagi, ada harapan untuk Indonesia, ada harapan jika kita mau berbuat sesuatu. Indonesia
itu luar biasa, gak Cuma sumber daya alamnya, sumber daya manusianya luar biasa
lo. Sayang, pendidikan anak-anak di pedalaman kurang diperhatikan.
Jadi teringat, beberapa tahun yang lalu, tahun 2011 kali gak
salah, aku dan beberapa kawan melakukan perjalanan dinas ke sebuah desa di
Kecamatan Bukit Raya, jauh banget. Itu ya bo, dari Kasongan tempatku sekarang
aja mesti 3-4 jam naik travel, trus lanjut lagi lewat sungai hampir 5 jam.
Kebayang lah ya jauh dan melelahkannya. Di desa ini (aku lupa nama desanya) gak
ada tuh yang namanya listrik. Kami tidur di rumah kepala desanya. Karena kami
menginap di sana, kami berkesempatan berinteraksi dengan anak-anak kepala desa.
Anaknya yang pertama sudah kelas 6 SD, dan dia gak ngerti konsep pembagian. Yang
kayak gini gimana coba mau ujian nasional dengan standar soal yang sama dengan
mereka yang ada di kota,apalagi di Jawa sana. Dari perbincangan kami dengan si
anak, kami mengetahui kalau guru-gurunyanya sering gak masuk mengajar, alamak, kasian
banget kan.
Mudah untuk menyalahkan para guru yang gak betah di pedalaman,
tapi ayo deh jujur-jujuran, seberapa lama kita tahan ada di tempat yang gak ada
listrik untuk bertahun-tahun? Wong kemarin listrik mati dari jam 10 pagi terus
baru hidup jam 1.30 subuh aja aku dah mo tereak-tereak rasanya, lah gimana
kayak mereka?
Menjadi guru itu gak mudah. Tambahkan ketidakmudahan itu
dengan penempatan di pedalaman yang jauh dari mana-mana, gak ada listrik,
sinyal hape gak ada(apalagi sinyal buat ngenet),biaya hidup yang mahal, apa gak
nangis kon. Aku yang baru beberapa hari di sana gak dapat sinyal hape dan
listrik aja rasanya gimana gitu. Belum lagi di pedalaman emang minim akan
banyak hal, minim fasilitas, minim hiburan, minim gaji dan minim yang lain-lain.
Hanya beberapa guru dari kota yang tahan untuk tinggal di desa dalam jangka
waktu yang lama, setelah beberapa tahun (kalo nyampe ya…), pasti
berbondong-bondong deh minta pindah ke kota atau desa lain yang lebih ramai. Kebanyakan
begitu. Gak semua sih.
Gak hanya masalah di
atas. Bagaimana dengan menjadi guru di kota? Dulu banget, menjadi guru bukanlah
profesi yang diidam-idamkan banyak orang. Seenggaknya di tempatku. Ingat banget
deh waktu aku SD-SMP, buanyak banget tuh mahasiswa papahku (dia dosen Jurusan
Kehutanan), satu angkatan nyampe deh ratusan. Karena apa? Sektor kehutanan jadi
primadona di Kalimantan karena menjanjikan pekerjaan yang lebih mudah
didapatkan, uang yang banyak pulak, secara, perusahaan pemegang HPH bertebaran
di mana-mana. Lulus, gampanglah dapat kerja. Belum lagi Dinas Kehutanan
pastinya memerlukan banyak sarjana kehutanan. Jurusan Ekonomi juga lumayan
banyak tuh mahasiswanya dulu.
Nah, setelah aku lulus kuliah kudapati ternyata yang menjadi primadona di kampus sini adalah
pendidikan guru. Padahal dulu ma gak sebanyak sekarang mahasiswanya. Serius.
Dari mana aku tahu? Lah, kalo OSPEK kan mereka mahasiswa ditereakin sama seniornya
kan di dekat rumah, hehehe. Kenapa sekarang banyak yang mau jadi guru, padahal
dulu sedikit? Soale zaman dulu banyak orang bilang “Gak ada tuh guru yang kaya”.
Gaji guru zaman sekarang beda banget lo katanya dengan zaman sekarang. Beberapa
tahun ini, sejak anggaran pendidikan naik, sejak itu pula banyak orang
berlomba-lomba menjadi guru. Profesi guru dipandang menjanjikan. Setiap tahun, penerimaan
PNS paling banyak untuk tenaga pendidikan dan kesehatan. Belum lagi, guru yang
lulus sertifikasi akan mendapat tunjangan profesi, lah gimana gak
berlomba-lomba jadi guru?
Gak salah dunk ada tunjangan profesi gitu, aku mendukunglah,
apalagi banyak guru-guru yang memang pantas mendapatkannya. Kalau guru
sejahtera, dia bisa fokus dunk untuk mendidik dan mengajar nantinya. Iya kan?
Masalahnya adalah motivasi seseorang untuk menjadi guru bukan lagi karena
panggilan ingin menjadi pendidik dan pengajar, tapi supaya lulus cepat dapat
kerja. Nah, udah lulus, dapat kerja, tapi begitu dapat penugasan jadi guru di
pedalaman yang kayak aku bilang tadi, apa gak tereak dan nangis tuh. Kesaksian
seorang kawanku yang ditugaskan, baru sehari dia ditugaskan di pedalaman dah
gak betah dia. Kasihan deh jadinya. Tapi ya gimana lagi.
Permasalahan dunia pendidikan memang sangat kompleks ya?
Sungguh bersyukur ada orang seperti Anies Baswedan dengan
Indonesia Mengajarnya.
Sungguh bersyukur banyak orang yang mau terlibat dalam gerakan Indonesia
Mengajarnya.
Kalo melihat dunia pendidikan di Indonesia kadang bikin angkat
tangan, tapi melihat video di atas, aku optimis, masih ada kok harapan untuk
dunia pendidikan Indonesia.
Anies Baswedan for Mendikbud RI 2014, I pray ^^
Kasongan, 19 Juni 2014
-Mega Menulis-
No comments:
Post a Comment