Tuesday, May 10, 2016

Siapa yang Dapat Memisahkan Kita dari Kasih Kristus?

Jika kita merenungkan betapa besar kasih Allah pada manusia, pastinya kita akan terheran-heran dan berkata, “Kok bisa ya?” Kasih-Nya sungguh melampaui segala akal. Sejujurnya, manusia bukan makhluk yang mudah untuk dikasihi, karena manusia memiliki kecenderungan berbuat jahat dan melawan Allah. Alkitab dan sejarah menunjukkan betapa manusia selalu memilih untuk menentang Allah dengan melanggar larangan-Nya, sebagaimana Adam, Hawa, Musa, Nuh, Daud, Salomo, dan masih banyak lagi orang yang telah berdosa pada Allah. Semua orang  (termasuk anda dan saya) telah berbuat dosa dengan memilih menentang Sang Pencipta. Tapi anehnya, Allah memilih untuk mengasihi orang berdosa seperti kita. Bahkan karena kasih-Nya Ia merancangkan misi penyelamatan yang tidak masuk akal: Allah memberikan diri-Nya sendiri untuk menanggung dosa dan kesalahan kita! Ia mau mengorbankan diri-Nya untuk menebus dosa kita sehingga kita tidak perlu menerima penghukuman. Di mana lagi kita akan mencari kasih yang seperti ini?


Pintu kasih karunia dibuka untuk kita, agar kita menjadi anak-anak-Nya sekaligus ahli waris semua janji-Nya dalam Alkitab. Dan kasih Tuhan tidak berhenti sampai di situ. Setelah kita menjadi milik-Nya, apabila kita jatuh dalam dosa, pengampunan dan pertolongan-Nya tersedia bagi kita.
Alkitab berkata:

Tetapi dalam semuanya itu kita lebih daripada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. —Roma 8:37-39

“Tidak akan ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” Tidakkah kalimat tersebut membuat hati terasa penuh? It surely does to me!

Orang-orang yang dikasihi Allah juga dikatakan melebihi orang-orang yang menang. Jika  euphoria seseorang yang memenangkan pertandingan hanya berlangsung sesaat, maka pengalaman dikasihi oleh Allah adalah sesuatu yang akan terus dirasakan mereka yang telah menerima Allah. Saya merasakannya: saya telah dan masih mengalami kasih-Nya setiap hari. Saya tahu bahwa saya sangat dikasihi. Kasih-Nya begitu besar sehingga Ia telah memberikan anak-Nya yang tunggal untuk menebus dosa saya—Ia mengasihi saya ketika saya berdosa. Kasih-Nya begitu kuat sehingga maut pun  tak berdaya memisahkan—ada kehidupan kekal bersama Allah menanti setelah kematian. Saat Allah telah menyatakan kasih-Nya dan kita menerima kasih itu, Ia akan menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup kita. Allah mengubah kita, kasih-Nya mengubah hidup kita, cepat atau lambat.

Mengenal Allah, dikasihi oleh-Nya, dan hidup bersama-Nya membuat kita mengetahui seperti apa hidup yang Dia inginkan. Kita mulai belajar mengasihi dari Allah yang adalah Kasih itu sendiri. Kita mulai memanggil-Nya Bapa, dan belajar dari Bapa kita di sorga bagaimana mengasihi. Firman-Nya terus meminta kita mengasihi seperti Dia mengasihi.

Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kita berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.
—1 Yohanes 4:7

Kita mengasihi karena Allah terlebih dahulu mengasihi kita.
—1 Yoh 4:19

Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.
—Yohanes 13:34

Dan perintah ini telah kita terima dari Dia, barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya.
—1 Yohanes 4:21

Allah terlebih dahulu mengasihi kita. Ia memberikan kasih-Nya pada kita, sehingga kita mampu mengasihi orang lain. Tidaklah mungkin kita memberikan sesuatu yang tidak pernah kita miliki, demikian pula tak mungkin kita bisa mengasihi dengan benar jika kita tidak tahu bagaimana caranya mengasihi. Allah memberikan teladan-Nya dalam mengasihi.

Firman Tuhan berkata, “Ikutilah teladanku” (Efesus 5:1). Kita tidak diminta melakukan sesuatu yang tidak pernah diteladankan; Tuhan meminta kita melakukan apa yang telah dicontohkan kepada kita. Ia memerintahkan kita mengasihi sama seperti Ia telah terlebih dahulu mengasihi kita.

Jadii...
Kita dapat melepaskan pengampunan, bersabar terhadap setiap kesalahan kecil maupun besar yang dilakukan sesama kita karena Allah itu suaaaaabarnyaaaaaa luar biasa. Jika Dia dengan sangat sabar memaklumi dan mengampuni kesalahan-kesalahan kita yang jauh lebih besar, mengapa kita membatasi kesabaran pada sesama kita?

Kita dapat berbuat baik pada sesama, tak peduli sikap mereka pada kita karena kita telah mengalami kemurahan hati Allah dan kebaikan-Nya dalam hidup kita yang tak pernah berhenti. Tak pernah satu hari pun kita lewati tanpa Dia berbuat baik pada kita. Jika demikian, bukankah sepantasnya kita juga berbuat baik kepada semua orang, bukan hanya mereka yang berbuat baik pada kita?

Kita seharusnya tidak berbuat curang pada sesama dan mencari keuntungan dari sesama kita, karena mengasihi berarti mengharapkan yang terbaik dan melakukan yang terbaik, sama seperti Allah yang telah mengasihi kita dengan memberikan yang terbaik bagi kita—diri-Nya sendiri. Jika Dia yang adalah Allah menunjukkan kasih-Nya dengan pengorbanan-Nya, mengapa kita, alih-alih berkorban bagi sesama, malah mencari keuntungan bagi diri kita sendiri?
Kita tidak perlu marah dan menyimpan kesalahan orang lain, karena mengasihi berarti tidak menyimpan dendam dan menjadi begitu kritis terhadap kesalahan orang lain. Apabila Allah yang tahu kesalahan dan dosa kita memilih tidak mengingat-ingat lagi pelanggaran kita, mengapa kita mengenang-ngenang kesalahan yang dilakukan orang lain?

Jika kita merasa sulit mengasihi sesama, ingatlah betapa Allah telah terlebih dulu mengasihi kita dengan kasih yang kekal, bahkan Ia tidak membiarkan ada yang  memisahkan kita dari kasih-Nya.
Ingatlah:

Allah mengasihi kita sebelum kita mengasihi-Nya
Ia mengasihi saat kita masih berdosa.
Tanpa syarat.
Dengan sadar Ia memberi.
Berkorban.
Bersabar.
Selalu.


Sebagai penurut-penurut Allah, tidakkah kita ingin mengasihi seperti Dia mengasihi?

Ditulis untuk Majalah Pearl edisi 32

No comments: