Wednesday, June 25, 2014

Faktanya Sama, Opininya Beda Dunkkkk



Masih ingat dengan video heboh yang membandingkan kemampuan bahasa Inggris kedua capres kita saat ini? Yang ujung-ujungnya ketahuan kalo itu editan? Nah, ngerti kan hebohnya dunia maya menyaksikan video tersebut. Itu ya raaaaa…rame banget sharenya, terus komentarnya aje gile banyaknya.  Secara garis besar, komentar-komentar yang ada adalah dari 2 kubu pendukung calon presiden.

Faktanya, kemampuan berbahasa Ingggris Prabowo terlihat lebih baik dibandingkan Jokowi.
Nah, bagaimana opini kedua kubu pendukung? Secara garis besar seperti ini :
Kubu Pendukung Jokowi : Ah, presiden gak harus bisa bahasa Inggris kok. Banyak kok presiden Negara lain yang gak bisa bahasa Inggris. Apa gunanya penerjemah? (Kalo udah tau videonya editan komennya bakal gini : pantas aja videonya gituan, editaaaannnn).
Kubu Pendukung Prabowo : Apaan tuh, calon presiden kok gak bisa bahasa Inggris, kelihatan kan pinteran mana.

Kasus lain. Pernah melihat video Prabowo menolak cium pipi Jokowi di belakang panggung sebelum debat capres? Video ini menjadi kontroversi karena sebelumnya rakyat Indonesia disajikan kemesraan kedua calon presiden dalam panggung debat calon presiden, capres-capres terlihat mesra di panggung, dengan hangat saling mencium pipi, tentunya keadaan yang berbeda dengan video tersebut.
Faktanya, Prabowo menolak saat diajak cium pipi sama Jokowi.
Kubu Pendukung Jokowi : Munafik amat sih Prabowo, di panggung aja sok mesra sama capres lain, di belakang panggung kayak gitu.
Kubu Pendukung Prabowo : Nah loooo, kelihatan kan siapa yang pencitraan, kenapa juga Jokowi di ruangan itu mau cium pipi Cuma sama Prabowo, eh sama yang lain ngga. Padahal kan banyak orang di ruangan itu. Jelas aja Prabowo nolak.

Mau tau komentar saya menyaksikan video itu? Loh, gak mau?! Mau lah yaaaa…mau aja yaaa??? #mokso. Saya sempat mensharekan ini ke adik dan beberapa kawan saya disertai komentar yang berbeda dengan kebanyakan orang, komentar saya : “Ah, jelas aja Prabowo nolak cium pipi, kan maunya cium bibir, hahahahaha”. Gak mutu ya??? Baiklahhh #menunduk.

Mari kita kembali ke jalan yang benar.
Video yang sama disajikan, tetapi opini orang berbeda.
Naluri pertama yang dimiliki pendukung capres tertentu adalah membela capresnya, menampilkan hal positif capresnya dan menampilkahn hal negatif capres lain. Ya iya laaaa…secara alami kita yang telah menetapkan pilihan pada salah satu calon pastilah punya sudut pandang yang berbeda dalam melihat sebuah fakta yang disajikan, makanya pilihan kita berbeda. Opini kita akan berat sebelah dan cenderung memihak karena siapa sih yang ingin capresnya dijelek-jelekkan, apalagi oleh kubu dari capres yang kita anggap gak layak. Siapa sih yang bisa menerima capres lain terlihat lebih baik dalam hal tertentu dibandingkan capres pilihannya.  Kalau pun disajikan fakta lain yang bertentangan dengan opini kita, kita akan mencari fakta lain yang akan mendukung opini kita, dan pasti nemu. Karena kita melihat apa yang kita cari.

Sangat susah untuk objektif. Lah, wong dah punya pilihan, ya gimana bisa objektif? 

Bagaimana dengan mereka yang belum memilih? Kemampuan mereka untuk objektif sebenarnya jauh lebih besar dibanding capres kedua pendukung di awalnya, karena pada akhirnya pastilah mereka mempunyai opininya masing-masing. Tentu saja jika mereka yang belum memilih disajikan fakta tanpa dibumbui opini orang lain. Saat seseorang ngeshare sebuah link disertai  menyatakan opininya, sadar gak sadar, itu akan mempengaruhi mereka yang belum punya pilihan. Apapun pengaruhnya, apakah setuju dengan opini tersebut sehingga memilih capres yang sama, atau semakin tidak ingin memilih capres tersebut karena cara menyampaikan opininya.

Punya pilihan capres yang berbeda telah jelas menunjukkan perbedaan cara pandang kita yang berbeda. Hasilnya, fakta apapun yang disediakan di depan kedua pendukung, opininya pasti akan saling bertentangan.
Faktanya sama, opininya beda.

Menurut Wikipedia http://id.wikipedia.org/wiki/Opini,  definisi opini adalah:
Opini (Inggris: Opinion) adalah pendapat, ide atau pikiran untuk menjelaskan kecenderungan atau preferensi tertentu terhadap perspektif dan ideologi akan tetapi bersifat tidak objektif karena belum mendapatkan pemastian atau pengujian, dapat pula merupakan sebuah pernyataan tentang sesuatu yang berlaku pada masa depan dan kebenaran atau kesalahannya serta tidak dapat langsung ditentukan misalnya menurut pembuktian melalui induksi. (Lihat: simbol logis pada Induksi matematika)
Opini bukanlah merupakan sebuah fakta, akan tetapi jika di kemudian hari dapat dibuktikan atau diverifikasi, maka opini akan berubah menjadi sebuah kenyataan atau fakta.

Mari kita lihat bersama, apakah nanti opini kita akan menjadi fakta?

Kasongan, 25 Juni 2014
-Mega Menulis-

No comments: