Gara-gara
baca postingan Kezia yang ini ,
jadi tertarik deh ngomongin duit. Sejak menjadi PNS saya mulai tertarik dengan
yang namanya pengelolaan keuangan. Bukannnn… bukan karena saya mata duitan,
hahahaha (meskipun gak pula nolak kalau ada yang mau ngasih duit. LOL-kidding).
Bukan pula karena saya memiliki apa yang dinamakan orang-orang kecerdasan
finansial, sama sekali tidak. Justru karena saya merasa tidak pandai mengatur
uang, saya belajar mengelola keuangan saya. Bo, bisa stress beneran deh kalau
saya tidak belajar mengelola keuangan. Bayangkan, saat saya menjadi CPNS (tahun
2010), gaji hanya 1,3 juta. Itu gaji dipotong 500 ribu per bulan (selama 35
bulan) untuk membayar kredit motor, wuih…saya merasa menjadi orang termiskin di
dunia*sedih* Kenapa juga beli kredit Meg? Ya iya laaaa…Mau beli cash gak ada
duitnya, hehehehe. Mau gak beli motor, tapi itu dah jadi kebutuhan untuk
transportasi (tidak ada angkutan umum dari rumah ke kantor). See? Kalau saya
tidak belajar mengelola keuangan, apa jadinya saya? I know Tuhan memelihara
saya, tapi saya juga bertanggung jawab mengelola apa yang dipercayakan pada
saya (kali ini saya ngomongin DUIT).
Ah Meg,
ngomongin duit, gak rohani kali kau, duit tu urusan dunia.
HELOOOWWWWW
apa kabarrrr? Kita masih hidup di dunia kelessss… Trus napa pulak gak ngomongin
masalah duit?
Duit tu akar
segala kejahatan tauk Meg!
NO!!! Ayat
Alkitab gak bilang gitu kok, Alkitab bilang:
CINTA UANG ADALAH AKAR SEGALA
KEJAHATAN.
CINTA UANG.
Bukan CINTA
DUIT. Hahahaha. Jadi boleh tuh cinta duit, hahahaha ^^
Gak
dengggg…becanda ^^’
Dulu di
KAMBIUM ada salah satu prinsip penatalayanan yang saya pelajari :
Allah yang empunya segala sesuatu,
saya pengelola harta-Nya.
Tuhanlah yang empunya bumi serta
segala isinya,dan dunia serta yang diam di dalamnya. Mazmur
24:1
Itu DUITTTT,yang ada di bank, yang ada di dompet, yang ada di saku,
semuanya punya Tuhan. Jadi, saya harus belajar mengelolanya dengan baik, karena
ini DUIT bukan milik saya. Sang Pemilik adalah Tuhan, kita hanya mengelola.
Mungkin kita berpikir, Tuhan hanya peduli berapa yang kita berikan padaNya,
asal dah kasih perpuluhan beres dah, terserah saya dong mau diapain nih sisa
duit, eh sekate-kate ya….emang Tuhan nagihin pajak? Nggaaa…!!! Tuhan peduli
bagaimana kita mengelola semua yang ada pada kita.
Ada bermacam skema pengelolaan uang yang pernah saya baca:
- 10 % persembahan kasih , 20 % menabung , 30 % utang/investasi, 40 %
kebutuhan sehari-hari
-30% biaya hidup, 25% investasi, 20% sosialisasi, 15% pengembangan diri,
10% liburan
Mana yang terbaik? Tergantung. Tujuan keuangan kita apa, demikian ucap
seorang financial planner.
Namun, sebagai pengelola hartaNya. TujuanNya mau tidak mau menjadi
tujuan saya.
Saya tidak pandai mengelola keuangan, tapi saya belajar. Belajar dari
Sang Pemilik.
Saya belajar dari Dia. Saya bertanya padaNya.
Seringkali Dia ingin berkatNya dibagikan kepada orang lain melalui
saya, tapi dengan murah hati Dia mengizinkan saya menikmati berkatNya untuk saya
pribadi, Dia sungguh baik. Saat saya menerima uang dan berpikir,”Ini uangku,
hasil kerjaku.” Tak lama sederet daftar keinginan saya pun muncul dan saya
berpura-pura tuli saat Allah meminta saya menjadi saluran berkatNya. Tapi, saat
saya menerima uang dan bertanya padaNya,”Tuhan apa yang Kau inginkan untuk aku
perbuat dengan uang ini?”, Terkadang Dia dengan lembut meminta saya
membagikannya atau memberikannya pada orang lain. Terkadang Dia diam. Yang
jelas, bertanya demikian menolong saya untuk mengendalikan diri. Begitu juga,
saat saya ingin membeli sesuatu, saya belajar bertanya padaNya, “Apakah aku
benar-benar memerlukannya Tuhan?”
Bukan hal yang mudah untuk memberi. Dan saya harus mengakui, saya bukan
orang yang bisa dengan mudah memberi secara tiba-tiba. Saya lebih suka memberi
dengan keteraturan, dengan cara setiap bulan saya memberikan persembahan dengan
jumlah tertentu yang memang dikhususkan, atau memberi suatu yayasan/lembaga
misi secara teratur setiap bulannya. Sampai sekarang saya masih berjuang untuk
taat saat Tuhan meminta saya memberi di luar pemberian rutin tersebut.
Sebelum menikah, saya mengatur keuangan saya dengan cara yang cukup
sederhana. Saya berusaha menabung di awal gaji saya, saya tidak menabung dari
sisa gaji akhir bulan saya, karena saya tahu, sungguh benar apa yang dikatakan
mamah saya dahulu,”Duit, banyak habis, sedikit cukup” :p Yang akan saya lakukan
setelah gaji masuk ke rekening saya, saya akan mentransfernya ke rekening saya
di bank lain yang memiliki fasilitas potong otomatis untuk pembelian reksadana
pada tanggal tertentu yang sudah saya tentukan. O, iya, gaji saya sebelumnya
sudah dipotong untuk kredit rumah, hehehehe. Gaji saya akan dibelikan reksadana
dengan jumlah nominal yang sama setiap bulannya untuk 2 jenis reksadana
(reksadana saham dan pasar uang). Reksadana saham adalah investasi untuk tabungan
pensiun saya, sedangkan reksadana pasar uang (yang bunganya kurang lebih
tabungan biasa) adalah tabungan saya untuk dana darurat. Kemudian saya akan
mentransfer pada sebuah yayasan di mana saya berkomitmen memberikan persembahan
kasih saya (dengan nominal yang menjadi komitmen saya sejak awal), ingat, saya suka
memberi dengan keteraturan karena memudahkan saya mengatur keuangan :p. O, iya…saya
tidak ikut asuransi kesehatan lagi karena saat ini kebutuhan saya untuk dana
kesehatan sudah lumayan tercover dalam ASKES (gaji dari kantor sudah dipotong
untuk ASKES). Nah, sisanya inilah yang saya pakai untuk memenuhi kebutuhan
hidup selama sebulan (listrik,persembahan, pulsa, bensin,beli buku, makan, dll). Cukupkah? Puji Tuhan, cukup banget \(“,)/ Setelah menikah tentu saja ada beberapa penyesuaian,
tapi yah….belum terlalu nampak lah ya perbedaannya, secara, kami belum punya
anak, hohohoho.
Kasongan, 31 Agustus 2015
-Mega Menulis-
No comments:
Post a Comment