Monday, August 31, 2015

Mengatur Keuangan Pribadi



Gara-gara baca postingan Kezia yang ini , jadi tertarik deh ngomongin duit. Sejak menjadi PNS saya mulai tertarik dengan yang namanya pengelolaan keuangan. Bukannnn… bukan karena saya mata duitan, hahahaha (meskipun gak pula nolak kalau ada yang mau ngasih duit. LOL-kidding). Bukan pula karena saya memiliki apa yang dinamakan orang-orang kecerdasan finansial, sama sekali tidak. Justru karena saya merasa tidak pandai mengatur uang, saya belajar mengelola keuangan saya. Bo, bisa stress beneran deh kalau saya tidak belajar mengelola keuangan. Bayangkan, saat saya menjadi CPNS (tahun 2010), gaji hanya 1,3 juta. Itu gaji dipotong 500 ribu per bulan (selama 35 bulan) untuk membayar kredit motor, wuih…saya merasa menjadi orang termiskin di dunia*sedih* Kenapa juga beli kredit Meg? Ya iya laaaa…Mau beli cash gak ada duitnya, hehehehe. Mau gak beli motor, tapi itu dah jadi kebutuhan untuk transportasi (tidak ada angkutan umum dari rumah ke kantor). See? Kalau saya tidak belajar mengelola keuangan, apa jadinya saya? I know Tuhan memelihara saya, tapi saya juga bertanggung jawab mengelola apa yang dipercayakan pada saya (kali ini saya ngomongin DUIT).


Ah Meg, ngomongin duit, gak rohani kali kau, duit tu urusan dunia.
HELOOOWWWWW apa kabarrrr? Kita masih hidup di dunia kelessss… Trus napa pulak gak ngomongin masalah duit?
Duit tu akar segala kejahatan tauk Meg!
NO!!! Ayat Alkitab gak bilang gitu kok, Alkitab bilang:
CINTA UANG ADALAH AKAR SEGALA KEJAHATAN.
CINTA UANG.
Bukan CINTA DUIT. Hahahaha. Jadi boleh tuh cinta duit, hahahaha ^^
Gak dengggg…becanda ^^’

Dulu di KAMBIUM ada salah satu prinsip penatalayanan yang saya pelajari :
Allah yang empunya segala sesuatu, saya pengelola harta-Nya.
Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya,dan dunia serta yang diam di dalamnya. Mazmur 24:1
Itu DUITTTT,yang ada di bank, yang ada di dompet, yang ada di saku, semuanya punya Tuhan. Jadi, saya harus belajar mengelolanya dengan baik, karena ini DUIT bukan milik saya. Sang Pemilik adalah Tuhan, kita hanya mengelola. Mungkin kita berpikir, Tuhan hanya peduli berapa yang kita berikan padaNya, asal dah kasih perpuluhan beres dah, terserah saya dong mau diapain nih sisa duit, eh sekate-kate ya….emang Tuhan nagihin pajak? Nggaaa…!!! Tuhan peduli bagaimana kita mengelola semua yang ada pada kita.

Ada bermacam skema pengelolaan uang yang pernah saya baca:
- 10 % persembahan kasih , 20 % menabung , 30 % utang/investasi, 40 % kebutuhan sehari-hari
-30% biaya hidup, 25% investasi, 20% sosialisasi, 15% pengembangan diri, 10% liburan
Mana yang terbaik? Tergantung. Tujuan keuangan kita apa, demikian ucap seorang financial planner.

Namun, sebagai pengelola hartaNya. TujuanNya mau tidak mau menjadi tujuan saya.
Saya tidak pandai mengelola keuangan, tapi saya belajar. Belajar dari Sang Pemilik.
Saya belajar dari Dia. Saya bertanya padaNya.
Seringkali Dia ingin berkatNya dibagikan kepada orang lain melalui saya, tapi dengan murah hati Dia mengizinkan saya menikmati berkatNya untuk saya pribadi, Dia sungguh baik. Saat saya menerima uang dan berpikir,”Ini uangku, hasil kerjaku.” Tak lama sederet daftar keinginan saya pun muncul dan saya berpura-pura tuli saat Allah meminta saya menjadi saluran berkatNya. Tapi, saat saya menerima uang dan bertanya padaNya,”Tuhan apa yang Kau inginkan untuk aku perbuat dengan uang ini?”, Terkadang Dia dengan lembut meminta saya membagikannya atau memberikannya pada orang lain. Terkadang Dia diam. Yang jelas, bertanya demikian menolong saya untuk mengendalikan diri. Begitu juga, saat saya ingin membeli sesuatu, saya belajar bertanya padaNya, “Apakah aku benar-benar memerlukannya Tuhan?”

Bukan hal yang mudah untuk memberi. Dan saya harus mengakui, saya bukan orang yang bisa dengan mudah memberi secara tiba-tiba. Saya lebih suka memberi dengan keteraturan, dengan cara setiap bulan saya memberikan persembahan dengan jumlah tertentu yang memang dikhususkan, atau memberi suatu yayasan/lembaga misi secara teratur setiap bulannya. Sampai sekarang saya masih berjuang untuk taat saat Tuhan meminta saya memberi di luar pemberian rutin tersebut.

Sebelum menikah, saya mengatur keuangan saya dengan cara yang cukup sederhana. Saya berusaha menabung di awal gaji saya, saya tidak menabung dari sisa gaji akhir bulan saya, karena saya tahu, sungguh benar apa yang dikatakan mamah saya dahulu,”Duit, banyak habis, sedikit cukup” :p Yang akan saya lakukan setelah gaji masuk ke rekening saya, saya akan mentransfernya ke rekening saya di bank lain yang memiliki fasilitas potong otomatis untuk pembelian reksadana pada tanggal tertentu yang sudah saya tentukan. O, iya, gaji saya sebelumnya sudah dipotong untuk kredit rumah, hehehehe. Gaji saya akan dibelikan reksadana dengan jumlah nominal yang sama setiap bulannya untuk 2 jenis reksadana (reksadana saham dan pasar uang). Reksadana saham adalah investasi untuk tabungan pensiun saya, sedangkan reksadana pasar uang (yang bunganya kurang lebih tabungan biasa) adalah tabungan saya untuk dana darurat. Kemudian saya akan mentransfer pada sebuah yayasan di mana saya berkomitmen memberikan persembahan kasih saya (dengan nominal yang menjadi komitmen saya sejak awal), ingat, saya suka memberi dengan keteraturan karena memudahkan saya mengatur keuangan :p. O, iya…saya tidak ikut asuransi kesehatan lagi karena saat ini kebutuhan saya untuk dana kesehatan sudah lumayan tercover dalam ASKES (gaji dari kantor sudah dipotong untuk ASKES). Nah, sisanya inilah yang saya pakai untuk memenuhi kebutuhan hidup selama sebulan (listrik,persembahan, pulsa, bensin,beli buku, makan,  dll). Cukupkah? Puji Tuhan, cukup banget \(“,)/  Setelah menikah tentu saja ada beberapa penyesuaian, tapi yah….belum terlalu nampak lah ya perbedaannya, secara, kami belum punya anak, hohohoho.

Kasongan, 31 Agustus 2015
-Mega Menulis-

No comments: