Aku ngga tahu apakah semua calon
pengantin mengalami ini, yang jelas menjelang hari pernikahan kami, perbedaan
pendapat dengan si abang (yeah... calon suamiku orang Batak ^^) semakin sering
terjadi. Sebelumnya ngga sesering ini. Kami jarang banget bertengkar. Sekarang
entah kenapa, saat abangku mengatakan hal yang berbeda dengan pendapatku,
segera saja aku merengut, nada suaraku meninggi, atau dalam skenario lain aku
ngambek. Diam. Kalau sudah begini, abangku akan berusaha menenangkanku, menjelaskan
segala sesuatunya dengan sabar lalu mendiamkanku, dia nampaknya mengerti kalau
aku berlaku seperti itu maka aku aku perlu waktu untuk mencerna segala
sesuatunya. Setelah aku menenagkan diri, biasanya aku akan minta maaf atas
segala kekasaranku, lalu kami akan membicarakan segala sesuatunya baik-baik.
Kupikir semua masalah selesai.
Sampai suatu kali abangku berkata,”Kamu
tu dek, kelihatannya aja nggih... nggih…(bahasa Jawa, nggih: iya) padahal sebenarnya keras kepala.”
WHAT???!!
Reaksi pertamaku adalah gak terima
mendengarnya berkata seperti itu. Siapa sih yang senang disebut KERAS KEPALA?
Ayat ini terngiang-ngiang di
kepalaku:
Tetapi perhiasanmu ialah manusia
batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari
roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. 1
Petrus 3:4
Selama ini aku merasa lemah lembut
kayak di ayat itu kok (tsahhhhh… ^^V), lemah lembut ngga cuma bicara tentang
cara berkata-kata kan? Aku merasa sudah melewati pelajaran itu. Aku ngga merasa
keras kepala kok. Aku masih bisa diajar. Aku masih bisa dibentuk.
Iya sihhhh, kalau ada yang ngga
sesuai dengan pendapat dan keinginanku, aku merasa ngga terima awalnya. Tapi
toh aku selalu mau berubah kok. Mosok gitu masih dibilang keras kepala sih?
Iya sihhh, emosiku terkadang
meledak-ledak, bahkan tangisan bisa jadi caraku meluapkan perasaan jika
merasakan amarah, kesedihan, ato kejengkelan. Tapi aku mau kok berubah. Lagipula
bukan salahku, orang-orang aja yang terlalu ngeselin.
Setelah awalnya gak terima dengan sebutan
‘keras kepala’ dari abangku, yang aku rasakan kemudian adalah kesedihan.
Bayangkan, calon suamiku, orang yang akan menjadi pasangan hidupku memandangku
demikian selama ini. Sedih.
Aku bertanya sama Tuhan, apa iya aku
keras kepala, toh selama ini aku kan mau diajar ya?
Dan Tuhan ingatkan aku akan banyak
hal, ternyata….
Saat aku dikritik atau ditegur, aku
diam, atau ngambek. Hatiku ngga terima.
Aku menolak dikoreksi saat aku ngga merasa seperti itu kok. Padahal kan
harusnya aku tanya sama diri sendiri, benar ngga sih. Kalo benar ya terima saja,
terus berubah. Kalau memang kritik itu salah, ya terimalah dengan respon yang
benar. Jangan jadi defensif dan langsung bilang, ”Aku kan gak kayak
gituuuu…!!!”
Ngga jarang saat seseorang yang
menegurku, aku berekasi seperti ini dalam hati, ”Ah, kamu aja selama ini
ngapain, kayak yang dah bener aja, kelakuanmu kan lebih parah dari aku”.
Ternyata aku menganggap diriku lebih baik dari orang lain sehingga ngga mau
diajar oleh orang lain. Tanpa sadar, aku merendahkan mereka yang menegurku atau
berbeda denganku.
Kelihatannya aja diam dan terima,
padahaalllll….
Nampaknya
benar, aku keras kepala T_T Kalau sesuatu gak sesuai keinginanku, keluar deh keras
kepalanya.
Lalu
aku teringat lagi ayat lain:
Janganlah engkau
menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN
dan jauhilah kejahatan; Amsal 3:7
Ayat
di atas menamparku sangat keras, kebenaran tersebut menyadarkanku kalau selama
ini rupanya aku menganggap diri pintar dan
paling benar, ujung-ujungnya jadi keras kepala, ngga mau menerima pendapat
orang lain dan susah dikritik. Saat menganggap diri sendiri paling benar, ego akan
selalu bermain, dan aku jadi sulit diajar. Menerima pendapat yang berbeda saja
sulit, apalagi kritik #sigh.
Ngga
mudah ternyata bagiku menerima teguran dari orang lain. Baru sadar deh, terkadang
aku menjadi marah, tersinggung atau merasa direndahkan waktu orang lain menegur
. Padahal Tuhan mau aku menjadi wanita
yang memiliki roh lemah lembut dan tenteram. Ia ingin aku menjadi wanita yang bisa
diajar, wanita yang mau diajar, wanita yang mau mendengarkan nasihat, yang mau
mendengarkan teguran, yang mau mendengarkan ajaran orang tua, wanita yang mencintai
didikan, dan taat sama Tuhan.
Saat
aku merenungkan kesalahanku, aku berdoa dan bertanya pada Tuhan, bener gak sih
aku seperti yang dikatakan abangku. Dan Tuhan mengingatkan aku pada firmanNya.
Dia banyak mengoreksiku melalui firmanNya. Dia membuatku membandingkan diri
dengan firmanNya dan ya, aku memang sok pintar, aku menganggap diri lebih
pandai dati orang lain, sehingga susah ditegur. Aku gak gampang menerima
teguran.
Setelah
itu, kusadari hal ini, bagian terpenting jika kita ingin diubahkan adalah kita
harus memiliki Kristus dalam hidup kita dan mengenakanNya. Kalo ngga ma
percuma, kita akan terus bersandar pada pengertian kita sendiri.
Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan
senjata terang dan
janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya. Roma 13:14
Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata
Allah,
supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan
berbajuzirahkan keadilan, Efesus 6:11, 14
Tuhan Yesus mengatakan, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” Yoh 14 :6
Kebenaran itu adalah
Kristus. Berikatpinggangkan kebenaran berarti mengenakan Kristus. Mengenakan
Kristus berarti dengan sadar menyertakanNya dalam setiap peperangan kita, dalam
setiap pergumulan kita, dalam setiap hal kecil di kehidupan kita. Mengenakan
Kristus berarti secara sadar mempercayai Dia, menaati Dia,bergantung padaNya dan
melekat padaNya, satu-satunya kebenaran yang harus kita pegang. FirmanNya bekerja
leluasa mengubahkan kita jika kita memilih mempercayai dan menaati Dia.
Tanpa mempercayai
Kristus, membaca Alkitab akan membosankan karena banyak hal yang tidak kita
mengerti. Tanpa Kristus, aku mungkin menghapalkan firmanNya dan esok bisa saja
melupakannya, karena tidak ada yang mengingatkanku. Tanpa Kristus, melakukan
firmanNya akan terasa berat, karena memang kita tak akan dapat melakukannya
tanpa Dia. Menuliskan bagian ini membuatku menangis, menyadari sungguh hanya
karena Kristus di dalamku maka aku bersedia dan mau diubahkan. Semua pekerjaan
tanganNya semata.
Jika
kita ingin mengubah diri kita, tidak bisa tidak, pertama-tama kita harus terlebih dulu datang pada Kristus, membiarkan
Ia hidup dalam kita dan kita hidup di dalam Dia.
Kedua,
menyimpan firmanNya (membaca, menghapalkan firmanNya dan merenungkan firmanNya sebanyak
mungkin) akan menolong kita karena jika ada yang tidak benar dalam hidup kita, Tuhan
akan mengingatkan firmanNya dan mengoreksi hidup kita melalui firmanNya.
Menyadari
kebenaran ini, aku tobattttt…. Aku benar-benar berusaha ngga sok pintar lagi.
Aku berusaha berhenti menganggap diriku benar, atau berpikir pendapatku paling
tepat. Aku berusaha ngga sombong.
AKU
MENGHAPAL AYAT yang diingatkan Tuhan tentang betapa sok pintarnya aku. Dan
setiap aku tergoda untuk memperdebatkan pendapatku, atau saat aku ditegur, aku
memperkatakan kebenaran firman Tuhan tersebut berulang-ulang:
Jangan menganggap dirimu sendiri
bijak! Jangan sok pintar! Takut sama Tuhan dan jangan berbuat jahat!
Memperkatakan
hal tersebut mencambuk egoku. Menyadarkanku bahwa sesungguhnya aku ngga
sepandai yang kukira. Aku diingatkan, bisa saja Tuhan menegurku melalui orang
lain, siapapun, bahkan orang yang kuanggap ngga tahu apa-apa, atau bisanya
ngomong doang. Dia bisa pakai semua orang.
Sejak
saat itu, aku merasakan Tuhan banyak sekali menempatkanku dalam posisi dimana
kuperlu belajar lagi bagaimana bersikap, membiasakan diri mengambil respon yang
benar saat bersilangan pendapat dengan orang lain. Aku berlatih membungkam
mulutku dan berhenti berdebat yang ngga perlu. Aku belajar bahwa terkadang aku
ngga perlu bersikeras menunjukkan aku benar untuk hal yang gak prinsip. Aku berlatih
untuk mengalah.
Aku
belajar menghargai pendapat orang lain. Aku belajar menaruh hormat pada orang
lain.
Aku
belajar ngga membela diri ketika merasa di serang, yakni, waktu ditegur, atau waktu
dinasehati dengan nasihat yang
berlawanan dengan apa yang ada di pikiranku.
SUSAH BANGETTTTT…. T_T Dan aku masih
sering gagal…
Baru saja, beberapa waktu yang lalu aku
gagal, aku sempat berdebat dengan mamahku mengenai undangan pernikahanku.
Sepele alasannya. Dan setelahnya aku menyesal. Menyesal karena tidak berbicara
baik-baik dengan mamah (nada suara kami sama-sama meninggi), menyesal karena
aku meributkan hal yang sepele, menyesal karena aku kok ngga bisa langsung
mengalah mengikuti keinginan mamah, menyesal karena sadar ternyata aku masih
keras kepala dan maunya dituruti. Aku merasa sangat bersalah. Setelah menyadari
kesalahanku, aku memutuskan untuk mengalah, nggabersikeras untuk sesuatu yang ngga
prinsip. Aku mau menuruti pendapat mamahku. Setelahnya aku lega. Beneran deh ^^V
Sampai detik ini, aku masih belajar
bersikap rendah hati, supaya gak sok pintar dan gak menganggap diri paling
benar lagi, supaya gak keras kepala lagi. Puji Tuhan, karena Tuhan masih
bersabar dan gak pernah menyerah mengingatkanku. Dia sungguh baik \(“,)/
PS. Abangku bilang aku udah mendingan
lo sekarang ^^V Well, respon awal masih agak gak enak sih katanya. Tapi dah
berkurang tuh ngototannya :p
Ditulis untuk Majalah Pearl Edisi 26
No comments:
Post a Comment