Ada seorang bapak yang marah-marah karena di papan
pengumuman kantornya dipasang sebuah
daftar yang mencantumkan rekapitulasi absen apel pagi dan siang. Dia marah
karena dia merasa daftar itu tidak sesuai dengan keadaan riil di lapangan. Dia
protes karena dia tahu ada beberapa orang yang gak pernah apel tahu-tahu di situ tercantum terus mengikuti apel. Dia
meminta daftar itu diturunkan karena katanya bahaya jika wartawan sampai
tahu.LOL.
Aku tertawa.
Yah, gimana aku gak ketawa.
Sebenarnya, alasan sebenarnya dia marah dengan keberadaan
daftar itu apa sih?
Bahayanya apa kalau wartawan sampai tahu AS LONG AS dia juga
rajin apel?
Ya kan?
Fiuh….
Artinya saudara-saudara….
Jreng-jreng…dia jarang apel juga kan? LOL
Oke lah, mungkin frekuensi dia apel lebih sering dibanding
orang lain yang diprotesnya, wajar aja dia marah melihat daftar yang gak sesuai
riil. Aku ngerti dan turut merasakan kejengkelannya. TAPIIIII…kalo wartawan
tahu kan gak masalah as long as dia rajin apel :p
Orang gak akan bisa menyerang kita jika kita melakukan yang
benar kan?
Misal nih, aku marah ngeliat orang nyuri, padahal aku nyuri,
apa aku gak diketawain orang lain?
Oh, betapa benarnya kita harus hidup supaya orang lain (dan
bahkan iblis) gak punya kesempatan menyerang kita.
Naluri kita yang pertama adalah membela diri jika merasa
diserang ato tersinggung dengan teguran.
Jika kita merasa yang menegur adalah orang yang kelakuannya
tidak lebih benar dari kita, maka kita akan bilang:
KAYAK KAMU UDAH BENER AJA. KAMU KAN BLA…BLA…BLA…(lalu kita
menyebutkan daftar kesalahan dan dosa orang lain).
Lalu, jika kita ditegur oleh orang lain yang kita tahu
melakukan yang benar, kita akan bilang:
NGAPAIN SIH NGURUSIN ORANG LAIN, URUS AJA DIRI SENDIRI.
Sedih ya ada orang yang seperti itu? Gak bisa menerima teguran maksudku.
Sejujurnya, aku orang yang seperti itu. Sedih banget ya?
Dengan jujur aku mengakui, aku sulit menerima teguran.
Reaksiku umumnya kurang lebih sama dengan yang aku sebutkan di atas, sad but
true. Aku menyadarinya dan berjuang supaya bisa menerima teguran. Supaya bisa
menerima didikan. Itu yang aku pelajari belakangan ini di SINI. Benar-benar bukan hal yang mudah, apalagi jika aku sok pintar dan beranggapan
lebih baik dibanding orang lain, lebih sulit lagi :p Aku akan menceritakan
momen dimana aku berusaha berhenti sok pintar suatu hari nanti.
Aku gak mau lagi ah jadi orang bebal yang gak bisa menerima
teguran. Tuhan bisa pakai siapa saja untuk menegurku, kalaupun Ia memakai orang
yang aku anggap gak layak memberikan teguran. Well, aku belajar fokus pada isi
tegurannya , bukan manusia yang menegurku. Karena aku tahu gak ada manusia yang
sempurna. Aku juga gak sempurna. Tapi aku mau disempurnakan olehNya melalui
segala koreksiNya melalui apapun, siapapun.
Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, Efesus 5:15
Kasongan, 5 Maret 2015
-Mega Menulis-
No comments:
Post a Comment