Sunday, April 14, 2019

Sacred Marriage (Chapter 8)


Keindahan kerap lahir dari pergumulan. Dampak benturan yang terjadi pun tidak "menyenangkan", bahkan bisa saja membuat kita merasa hancur lebur. Tetapi prosesnya dapat membuat kita makin kuat, karakter kita makin dibentuk dan iman kita makin diperdalam.
Waktu dulu membaca ayat di bawah ini, gak pernah terpikirkan kalau ini bicara atau boro-boro diterapkan dalam pernikahan. Juga, gak terbayangkan kalau 'kemuliaan kekal' bicara tentang karakter dan iman. Tapi menyadari 'penderitaan ringan'  aka pergumulan dalam pernikahanku sedang mengerjakan kemuliaan kekal yang jauh lebih besar dari apa yang aku alami benar-benar memberikan pengharapan. Ada proses yang sedang Tuhan kerjakan di dalamku dan melalui aku saat menghadapi setiap pergumulanku. Karakter dan imanku seharusnya terus bertumbuh kalau aku setia pada proses yang harus aku lewati.
2 Korintus 4:17
Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, akan menghasilkan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar daripada penderitaan kami.


Kecenderungan untuk menghindari kesulitan adalah kelemahan rohani yang berbahaya, yang dapat dan sering kali menyebabkan kita tidak bertumbuh secara rohani. 
Awal-awal menikah aku sering menghindari berkonflik dengan suami. Lebih sering menyimpan sesuatu yang gak aku sukai daripada ntar bertengkar. Tapi lama-lama gak tahan dan stres sendiri,akhirnya meledak dan tetap stres, hahahaha. Karena cuma ingin suami tahu yang aku rasakan dan berubah jadi seperti yang aku mau. Sekarang? Berusaha lebih cepat dikomunikasikan dan menerima kalau pun gak ada perubahan. Belajar bersabar karena aku dan suami sama-sama berproses. Berusaha mengingatkan diri sendiri kalau yang bisa aku kontrol adalah diriku sendiri dan bukan suamiku.

Jika pernikahan anda sulit, berlutut dan bersyukurlah kepada Tuhan sebab Dia telah memberi anda kesempatan untuk bertumbuh secara rohani. Ini berarti anda memiliki potensi besar untuk berhasil dalam pertumbuhan karakter dan ketaatan.
Emang ada pernikahan yang mudah? Ini yang aku pikirkan waktu membaca bagian ini, hahaha. Dulu aku berpikir ada, kayaknya melihat pernikahan beberapa orang kok indah banget. Ada yang suaminya selalu romantis, istri terlihat cantik dan tersenyum, anak-anaknya manis dan penurut. Keluarga idaman banget. Tapi saat aku mendapat akses untuk tahu kehidupan pribadinya aku lumayan shock, ternyata suami istri ini punya banyak pergumulan di keluarganya yang aku pun mikir-mikir kalau punya masalah kayak mereka. Karakter mereka pun gak sekuat yang aku kira, tapi satu hal, mereka berjuang untuk memiliki karakter Kristus. Setiap pernikahan punya kesulitannya masing-masing, gak jarang ada situasi yang sama dalam beberapa pernikahan. Tapi gak semua pernikahan tersebut menghasilkan pertumbuhan karakter yang sama dan bahkan ketaatan yang sama. Perbedaannya,  ya itu tadi, ada yang melihat kesulitan tersebut sebagai sarana bertumbuh (dan tentunya berusaha bertumbuh). Ada yang lari dari kesulitan. Ada yang bertahan tapi berespon dengan salah dan gak bertumbuh.

Salah satu tantangan besar yang dihadapi saat mendorong orang-orang Kristiani untuk bertumbuh adalah:kita terobsesi untuk membesarkan anak-anak belajar karakter yang baik, sementara kita menganggap karakter kita sendiri sudah cukup dewasa.
Aku banget ni. Pengen anak rajin, dengar-dengaran sama ortu,  sabar, dll. Sementara aku? Bah! Jauh. Mendidik anak menjadi seperti yang aku inginkan itu sulit sewaktu aku sendiri sebenarnya bukan orang yang demikian. Karena sejatinya mendidik anak sama dengan mendidik diri sendiri. Aku masih harus bertumbuh dalam banyak hal. Aku perlu fokus untuk bertumbuh dulu sebelum mengajari anak-anakku.  Saat aku melihat Sara yang sangat sensitif, sedikit-sedikit menangis saat gak dituruti, awalnya aku kesal dan gak sabar. Ini anak, kok gak bisa ngerti sih kalau dibilangin, gak perlu nangis, ngomong baik-baik supaya orang lain mengerti, gak semua yang diinginkannya bisa dituruti. Emosi deh jadinya dengar tangisan sepanjang hari. Tapi saat aku sadar kalau aku ternyata berlaku demikian juga. Duh, berasa ketampar bolak-balik. Aku mulai merubah pendekatanku ke Sara,  aku jadi lebih sabar dan gak memaksa dia menjadi yang aku mau.   Dan aku mulai belajar menjadi mama yang gak terlalu sensitif, belajar mengendalikan diri dan menyalurkan emosi dengan cara yang sehat.

Pernikahan yang baik tidak ditemukan, tetapi diperjuangkan. Anda akan bergumul di dalamnya. Anda harus menyalibkan keegoisan anda. Kadang anda harus menegur kesalahan pasangan,  sementara pada saat lain anda harus mengakui kesalahan anda. Praktik pengampunan sangatlah penting dalam pernikahan.
Kehidupan pernikahan awalnya kupikir harus diisi 'saling'. Saling mengasihi. Saling bersabar. Saling mengakui kesalahan. Saling mengampuni. Saling mengerti. Saling murah hati.  Dan saling yang lain. Butuh perjuangan! Saat yang satu merasa sudah melakukan lebih dari yang lain, perjuangan akan tambah berat. Tentunya diri sendiri yang merasa demikian! Hahahaha. Ini yang menyebabkan ketidakpuasan. Padahal, bisa jadi ternyata pasangan sudah melakukannya, tapi dengan caranya sendiri. Sekarang aku belajar realistis, gak mungkin untuk kami melakukan hal yang sama dalam porsi yang sama. Bagianku adalah berusaha selalu mengasihi, berusaha selalu bersabar, berusaha selalu memahami, berusaha selalu mengampuni, dll.  Pokoknya berusaha SELALU. Bagian suami? Sama sih. Wakakakak. Tapi,  bagiannya adalah tanggung jawabnya, bukan tanggung jawabku. Aku berjuang melakukan bagianku dengan setia.  Dan aku percaya, dia juga sedang berjuang melakukan bagiannya dengan setia. Kalau dia gagal? Waktunya aku mengampuni. Kalau dia belum juga melakukan bagiannya? Waktunya aku bersabar. Dan aku juga berdoa supaya dia bersabar dan mengampuniku waktu aku gagal. Astagaaaa, aku nulis gini berasa damai sejahtera lo 

Jangan lari dari pergumulan dalam pernikahan. Hadapilah tiap tantangan yang ada. Bertumbuhlah di dalamnya. Melangkahlah lebih dekat kepada Tuhan melaluinya. Melalui pergumulan-pergumulan itu, anda akan makin mencerminkan Kristus. Mengucap syukurlah kepada Tuhan sebab Dia telah menempatkan anda dalam situasi di mana jiwa anda dapat makin disempurnakan.
Cerita mengenai pasangan Abraham Lincoln-Mary Todd dan Charles Lindbergh-Anne Morrow sangat menginspirasi. Selama ini ucapan "Di belakang pria hebat ada seorang wanita hebat" cukup mengintimidasi banyak orang, seolah-olah segala kesuksesan pria tergantung istrinya saja, atau "Pria hebat untuk wanita hebat",  jadi apa kabar dengan pria dan wanita yang merasa biasa saja tapi ingin jadi hebat, hahaha.  Aku baru tahu pernikahan Lincoln sesulit itu, padahal dia dikenal sebagai presiden yang hebat. Pernikahan yang sulit bukannya menghalangi seseorang tapi bisa jadi mempersiapkan seseorang menghadapi tugas pangilan hidupnya. Lincoln tidak meninggalkan pernikahannya yang sulit terbukti mampu menjaga keutuhan negara yang hampir ambruk.

Sebuah pernikahan yang sulit saja tidak dapat membuat kita bertumbuh. Kita harus mempraktikkan akal sehat, kasih dan kesabaran-kita harus bertekad untuk mengupayakan pertumbuhan karakter. Kita tidak bisa mengontrol bagaimana pasangan atau orang lain di sekitar kita bertindak, tetapi kita bisa mengontrol tindakan dan respon kita.
Semua pernikahan punya kesulitannya masing-masing. Kalau mau karakterku bertumbuh, aku harus mengasihi pasanganku lebih sungguh dan  berhenti bersikap egois. Responku adalah satu-satunya yang bisa aku upayakan. Aku memang gak bisa mengendalikan respon suami. Terkadang pengen suami lebih gini, lebih gitu. Berusaha mengkomunikasikan dengan baik tapi hasilnya gak sesuai dengan yang aku inginkan. Ya sudahlah,  semua butuh proses.



Palangka Raya, 14 April 2019
-Mega Menulis-

No comments: