Amsal 11:1 (BIMK) TUHAN membenci orang yang memakai timbangan yang curang tapi Ia senang dengan orang yang memakai timbangan yang tepat.
Orang yang memakai timbangan curang sudah pasti berlaku tidak adil dan ingin menguntungkan diri sendiri. Tuhan ingin kita berlaku adil. Aku belajar banget masalah keadilan dalam keuangan ini, terutama untuk memberi pada keluarga. Aku dan suami punya latar belakang keluarga yang kalau ada acara atau kesulitan apa, gak bisa gak membantu. Mau cuek pun mana mungkin. Sedapatnya kami ingin mengasihi keluarga lewat apa yang bisa kami beri dan lakukan sementara namanya hidup berkeluarga, kami juga punya kebutuhan. Suami berasal dari keluarga Batak yang kalau ada apa-apa pasti royongan membantu, gak peduli berapa nilainya sih tapi memang sedapatnya berusaha membantu. Sementara aku adalah anak tertua di keluarga yang sudah punya pekerjaan tetap, papa sudah meninggal, adik-adikku belum bekerja, mama hanya mengandalkan pensiun papa. Otomatis kalau ada keperluan di keluarga, aku juga berusaha membantu sebisaku.
Terkadang ada perasaan gimana di aku gitu kalau pas kami harus memberi untuk keluarga suami sampai beberapa kali tahun kemarin karena ada acara nikahan sepupu dekat beberapa kali sementara untuk keluargaku tahun kemarin gak ada acara nikahan sampai beberapa kali. Lol. Kami (eh aku deng) belajar banget kalau untuk berlaku adil ini perlu minta hikmat dari Tuhan, kalau suami sih kayaknya nyantai aja. Aku yang perlu banget belajar. Adil bukan sekedar berarti sama tapi harus memperhatikan urgensi saat memberi, melihat kebutuhan bukan sekedar keinginan, memperhatikan prioritas, gak main gengsi tapi sungguh melihat kemampuan. Dalam memutuskan masalah ini, aku dan suami harus senantiasa belajar tanya Tuhan supaya gak salah, memperhatikan kondisi keuangan keluarga dan tunduk sama Tuhan. Ya, kami percaya Tuhan memberkati kami saat memberi tapi kami juga percaya Tuhan mau kami menggunakan akal budi pemberianNya. Sungguh gak mungkin berlaku adil tanpa bertanya pada Dia yang adil.
Yohanes 11:16 (TB) Lalu Tomas, yang disebut Didimus, berkata kepada teman-temannya, yaitu murid-murid yang lain: "Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia."
Ternyata Tomas sudah lama menjadi peragu dan pesimis, terlihat dari kalimatnya di ayat di atas. Tomas yang meragukan kebangkitan Yesus nantinya ternyata sudah sejak lama kelihatan sifatnya tersebut.Banyak orang Yahudi yang ingin membunuh Yesus dan Thomas menyatakan kalau mereka akan mati juga kalau pergi bersama Yesus(betapa pesimisnya). Anehnya, walaupun Tomas terlihat pesimis, ada juga terlihat kesetiaannya. Dia bersedia pergi bahkan mengajak murid yang lain walaupun ada kemungkinan mati bersama Tuhan 😊 Lucu ya.
Dari sini aku belajar kalau kapasitas iman setiap orang berbeda-beda. Dan Tuhan menerima seberapa pun iman kita. Gak dikatakan kalau Yesus marah sama Tomas saat Dia mendengar Tomas berucap seperti di atas. Malah aku membayangkan Yesus geli melihat Tomas yang pesimis tapi bersedia mati bersama Dia. Yesus menerima sebesar apapun iman kita, Dia gak terkejut, Dia gak marah, wong Dia mengenal kita semua.
Seringkali aku jengkel dengan diriku sendiri, kok gampang kuatir ya, kok kayak gak percaya Tuhan berkuasa dan berdaulat atas hidupku. Hari ini aku dihiburNya dengan cerita Tomas ini, betapa Yesus mengasihi dan menerimaku seberapa pun kekuatiranku. Aku hanya perlu terus belajar percaya meskipun ragu, berani melangkah sekali pun takut dan tetap setia mengiring Dia.
Palangka Raya, 11 Maret 2018
-Mega Menulis-
No comments:
Post a Comment