Malam ini, untuk kesekian kalinya, aku dan
Sherry menghabiskan menit-menit kami di mobilnya, mengelilingi kota cantik
tempat kami dibesarkan, melalui jalan yang sama (ingat, kota kami kecil :p)
sambil membicarakan apa saja, seperti layaknya dilakukan dua sahabat saat
bersama. Aku menamakan kegiatan ini “ngabisin bensin” dan Sherry akan protes
karena mobilnya memakai PERTAMAX, hahaha. Seperti biasa, pembicaraan mengenai
kantor adalah wajib hukumnya.
“I hate this job”, pengen banget ngomong
kayak gitu SETIAP KALI kami membahas kegilaan di kantor kami. Tapi aku menutup
mulutku rapat-rapat sehingga gak pernah kalimat itu terucap. Gimana pun iman
timbul dari pendengaran kan katanya, jadi jangan sampe telingaku dengar diriku
ngomong gitu deh #prinsip konyol. Kubilang konyol karena gimana pun hatiku
meneriakkan kalimat tadi berulang kali sampai gak bisa kuhitung.
Masa sih gak ada yang membuatku mencintai
pekerjaanku?
But, I have to tell you the truth…
Aku benci bosku.
Aku benci beberapa rekan kerjaku.
Aku benci sistem kerja di tempatku.
Aku benci saat pimpinan mengerjakan
segalanya tanpa aturan.
Aku benci saat diterapkan standar ganda di
kantor.
Aku benci melihat bagaimana pembiaran
hal-hal yang gak benar terjadi
Aku benci saat mereka mengatakan A tapi
melakukan B.
Aku benci saat mereka yang berkuasa
seenaknya saja memperlakukan mereka yang di bawahnya.
I HATE THIS JOB!!!
Lalu kenapa aku bertahan?
Berulang kali menanyakan ini kepada diriku
sendiri.
Dulu, aku ingin membuat perubahan di lingkungan
ini.
Akhir-akhir ini mau bilang,”Aku menyerah
Tuhan”. Tapi kok ndilalah gak juga nyerah :p.
Bingung mau ngapain menjadikanku apatis dan
cuek sama keadaan kantor.
Aku seperti robot. Mengerjakan tugasku
sebaik-baiknya pada jam kerja. Datang tepat waktu. Pulang tepat waktu. Done.
Ini gak ada bedanya dengan nyerah kan?
Aku memandang iri ke Sherry, yang belum
juga berhenti menceritakan kantor “tercintanya”, sambil sesekali berkata, “Pokoknya,
gue bakal keluar dari xxxx #sensor# dan mau jadi TKI ke luar negeri”. Sejak
beberapa bulan awal masuk di tempat kerjanya hingga sekarang, dia telah
mengatakannya ratusan (ato ribuan) kali kalimat tersebut. Aku iri karena dengan
entengnya dia bisa berkata demikian. Sementara aku berucap dengan mulutku ‘mau
keluar’ pun gak pernah.
Well, sejujurnya aku merasa berdosa berkata
demikian jika mengingat bagaimana Tuhan memberikan pekerjaan ini.
Mengingat visi yang Dia taruhkan di hatiku
di tahun-tahun terakhirku kuliah.
Mengingat bagaimana dengan caraNya yang ajaib
Dia berikan pekerjaan ini.
Aku percaya, Dia menempatkanku di sini
karena suatu alasan, dan aku bertahan sampai hari ini.
Saat ini Cuma bisa berdoa dan berharap
supaya aku gak lagi jadi robot, tapi mengerjakan pekerjaan ini dengan hati. Berhenti
tawar hati, dan mulai melakukan yang terbaik.
Dan Dia saja satu-satunya yang akan menjadi
alasanku jika aku keluar dari pekerjaan ini.
Kembali aku menatap Sherry, bertanya-tanya,
kapan dia akan mengerjakan apa yang dia katakan.
Jika dia benar-benar jadi TKI, aku pasti
akan sangat merindukannya.
Dan jika dia bertahan, aku penasaran
mengapa.
#tulisan lawas
-Mega Menulis-
No comments:
Post a Comment