Baru
menyadari hal ini saat membaca sebuah buku-please forgive me, aku lupa judulnya
^^’ Bukunya Mitch Albom yang jelas, Have a Little Faith ato For One More Day
ya, lupaaa..... *sigh* Yang jelas, di buku ini ada sebuah anekdot demikian:
Seorang
pria berkeluh kesah kepada dokternya mengenai istrinya,”Dok, mengapa wanita
saat marah cenderung menjadi historis.”
“Histeris,
maksud anda?”, jawab sang dokter berusaha membenarkan kata-kata pria tadi.
“Bukan
Dok, HISTORIS, istri saya menyebutkan dengan lengkap sejarah kesalahan saya di
masa lalu dan terus mengungkitnya saat dia marah kepada saya”, ujar sang pria.
Membaca
bagian ini aku tersenyum, berasa
kesentil dikit. Karena aku merasakan, aku memang seperti itu saat marah, aku
menjadi historis *pengakuan dosa* well, walaupun sudah berkurang, dibandingkan
sewaktu muda dulu :p *sekarang sudah tua nih ceritanya*. Aku masih melakukannya
ke beberapa orang, saat aku kesal kepada seseorang, teringatlah aku
dosa-dosanya di masa lalu, dan mengaitkannya dengan masalah sekarang. Gak masuk
akal memang, padahal kan sudah berlalu ya. Tapi itu yang terjadi, aku menjadi
historis :p
Kupikir,ini
salah, menjadi historis saat marah atau kesal dengan seseorang kalau
dipikir-pikir sih wajar waktu marah, padahal bisa saja hal ini terjadi karena
perbuatan kita sendiri. Wanita,kebanyakan saat ini cenderung memendam amarah
atau rasa kesalnya bila berurusan dengan seseorang, karena tidak mau dianggap
histeris (^^’) atau cerewet. Lebih baik diam, dan menganggap tidak ada masalah.
Tapi sayangnya, begitu kesalahan lain terjadi, gunung api meletus.BOOM.
Yeaaahhh...wajarlah, secara, masalah tidak pernah diselesaikan, suatu saat sewaktu
ada pemicu amarah yang lain, meletuslah. Akan berbeda ceritanya bila saat ada
masalah, kemudian kita selesaikan dengan baik,sampai tuntas. Jika ada api
sedikit, segera dipadamkan, jangan menunggu apinya membesar, karena saat kebakaran
sudah menjalar kemana-mana, susah untuk memadamkannya. Lagipula, terlalu banyak kerugian yang
terjadi.
Dalam
hubungan, dengan siapa pun, saat kita ada permasalahan, besar maupun kecil,
segeralah dibicarakan hingga selesai (tentunya tidak pakai histeris :p).
Sehingga, saat ada permasalahan lain, hanya masalah baru lah yang perlu
diselesaikan, bukannya lalu merembet ke masalah di zaman Majapahit yang sejak
dahulu kala belum selesa, yang notabene tidak ada hubungannya dengan maslah
saat ini. Kan ntar kacau jadinya ^^’ Dan jangan lupa, saat masalah itu
dibicarakan, bicarakan sampai tuntas. Kalo ngga sih percuma, ntar itu bakal
muncul lagi saat marah memuncak, dan HISTORIS pun dimulai...
Saat
suatu permasalahan di masa lalu sudah terselesaikan, seharusnya kita tidak
punya alasan untuk menjadi historis saat marah lagi. Karena hanya masalah baru
yang perlu diselesaikan. Tidak perlu mengungkit masalah lama yang terjadi, toh
udah selesai.
Wanita,
stop being HISTORIS waktu marah!
HISTERIS
pun jangan :p
Saat
marah, marahlah dengan anggun
Dengan
dikendalikan oleh Roh Kudus,
supaya
kita gak berbuat bodoh dengan mulut kita.
Karena
wanita Allah seharusnya gak berbuat bodoh kan, walaupun sedang marah? ^^
Kedua
ayat ini yang membayang-bayangiku kalo mau marah ^^’
Hai Saudara-sadara yang kukasihi, ingatlah hal ini:
setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata,
dan juga lambat untuk marah; sebab amarah
manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. Yakobus 1:19-20
Apabila kamu menjadi
marah, JANGANLAH KAMU BERBUAT DOSA: janganlah matahari terbenam, sebelum padam
amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis. Efesus 4:26-27
Kasongan,
2 Agustus 2013
-Mega
Menulis-
No comments:
Post a Comment