"Aku hendak mengajar dan
menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat,
mata-Ku tertuju kepadamu. Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal,
yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak
ia tidak akan mendekati engkau." Mazmur 32:8-9
Ketika
kita ditegur atau dimarahi di depan orang lain, apa yang kamu rasakan?
Sedih?
Malu?
Kecewa?
Marah?
Benci?
Semua
campur aduk lah ya jadi satu.
Aku
pernah melihat kejadian demikian
Aku
juga pernah merasakannya.
Dimarahi
di depan banyak orang itu ngga banget deh rasanya. Well, aku salah, tapi bukan
kesalahanku sepenuhnya.LOL. Jadi gini, aku dimarahi karena salah mengerjakan
sesuatu padahal aku belum pernah mengerjakan hal tersebut sebelumnya, dan
atasanku tidak memeriksa pekerjaanku, main tanda tangan aja. So, aku gak merasa
sepenuhnya itu salahku dong. Aku gak terima! Dimarahi di kantor lain, di depan
banyak orang banyak. Kebayang gak?
Di
awal,semua perasaan yang kusebutkan tadi yang aku rasakan.
Sedih
dan kecewa karena setelah semua usahaku ternyata begitu saja hasilnya.
Malu
karena aku dipermalukan di depan banyak orang.
Marah
dan benci pada atasanku (karena dia yang Cuma tahu tanda tangan tanpa
memeriksa), pada orang yang memarahiku (karena
dia marah-marah di muka umum, emang gak bisa apa ngasih tahu baik-baik).
Kemudian,
saat aku sendirian, aku berdoa dan mengatakan pada Tuhan semua yang aku
rasakan. Aku menangis. Aku berkata-kata padaNya. Aku mencurahkan padaNya semua
yang aku rasakan.
Tapi
Dia diam.
Gak
kurasakan Dia menghiburku atau membelaku.
Setelah
aku capek menangis, aku tenang (yeahhhh…wanita sekaleeee aku ^^’)
Dan
saat aku tenang, baru kurasakan Tuhan memintaku untuk berhenti mengasihani diri
sendiri. Berhenti melihat diri sebagai ‘tokoh utama’ dari kejadian tersebut dan
mulai melihat dari sudut pandang orang lain, membayangkan menjadi orang lain.
Bosku
mungkin tidak sempat memeriksa pekerjaanku, bisa saja dia demikian
mempercayaiku sehingga dia merasa tidak perlu memeriksa pekerjaanku.
Mungkin
saja orang yang memarahiku tadi punya masalah di rumah ataupun dalam pekerjaan
sehingga dia meluapkannya padaku, atau hari itu dia terlalu banyak menemukan
kesalahan sehingga hilang kesabaran saat aku melakukan kesalahan yang sama
Atau, kesalahan yang aku buat sedemikian fatal sehingga dia sangat marah. Bisa
saja waktu untuk merevisi sangat singkat sehingga dia kesal jika ada yang
salah, karena itu akan menunda semua pekerjaannya.
Membayangkan
semua alasan tersebut, pelan-pelan aku dapat menerima semua kejadian itu, dan menyadari
betapa banyak yang Tuhan mau ajarkan kepadaku.
Lain
kali aku mau mengerjakan pekerjaanku dengan hati-hari dan terburu-buru,
memeriksa semua pekerjaanku, bertanya pada yang sudah pernah melakukannya
sehingga gak terjadi kesalahan
Aku
belajar, jika suatu hari aku punya bawahan, aku gak akan asal tanda tangan,
bukan karena aku gak mempercayainya, tapi karena manusia tidak sempurna dan
adalah tugasku untuk memeriksa pekerjaannya. Aku belajar bertanggung jawab.
Aku
belajar menerima kesalahanku dengan lapang dada dan segera mengoreksinya, bukan
sekedar mencari kambing hitam, siapa yang salah. Bukan siapa yang salah dan
siapa yang benar yang terpenting. Yang terpenting adalah melakukan yang benar.
Aku
belajar untuk gak menumpahkan amarahku pada orang lain di depan umum.
Aku
belajar untuk marah pada orang yang tepat, pada waktu yang tepat dan dengan
cara yang tepat.
Aku
belajar merespon dengan benar saat aku dimarahi.
Aku
belajar untuk tenang supaya aku mendengar suaraNya.
Tuhan
selalu mau berbicara dan mengajar kita, tapi jika kita gak bisa tenang.
Kira-kira
aja nih, jika kita bereaksi dengan emosi setiap Dia ingin mengajar kita melalui
suatu kejadian, bagaimana Dia dapat berbicara? Bagaimana bisa kita mendengar
suaraNya?
Petrus
berkata, “Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan
jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.”(1 Petrus 4:7).
Kita
perlu berlatih menguasai diri kita, supaya kita bisa tenang dan kemudian
berdoa. Atau supaya kita bisa berdoa dan menjadi tenang #wink2. Yang jelas sih,
hanya orang yang menguasai dirinya yang bisa segera berdoa saat dihadapkan pada
situasi yang memancing emosi sesaat muncul.Dan hanya mereka yang menguasai
dirinya yang dapat tetap berespon dengan cara yang anggun lalu berkata-kata
pada Tuhan.
Kasongan,
13 Februari 2015
-Mega
Menulis-
No comments:
Post a Comment