‘Kalo dia sayang aku,
harusnya dia mau dong menerimaku apa adanya”.
Pernah gak berkata
demikian atau berpikir demikian?
Dulu saya berpikir
demikian, saya ingin diterima apa adanya oleh pasangan saya nantinya. Saya
berpikir, harusnya jika dia benar-benar mengasihi saya, dia mau dong menerima
saya apa adanya. Termasuk sifat dan karakter saya yang buruk. Ya kan?
SALAH.
Itu benar-benar harapan
yang gak realistis.
Too good to be true lah
kalo boleh saya bilang.
Saya percaya Tuhan
Yesus mengasihi saya apa adanya, bahkan mau mati demi saya. Dia sudah
membuktikannya. Dia menebus hidup saya
yang penuh dosa ini. Tuhan mengasihi kita apa adanya, Dia mau menerima kita apa
adanya, tapi Dia tidak membiarkan kita seadanya, Dia. Max Lucado menggambarkan
dengan indah bagaimana Allah mengasihi kita apa adanya tapi tidak membiarkan
kita seadanya melalui tulisan di bukunya Just Like Jesus :
"Allah mengasihi Anda apa
adanya, tetapi Dia tidak membiarkan Anda seadanya. Manakala anak perempuan saya, Jenna, masih
bayi, saya suka mengajaknya ke taman yang terletak tidak jauh dari
apartemen kami. Suatu hari ketika ia bermain di taman pasir, seorang penjual es
krim menghampiri kami. Saya membeli es krim untuknya, dan ketika saya hendak
memberikan es krim itu padanya, saya melihat mulutnya penuh dengan pasir. Di
kala saya berniat untuk memberinya kenikmatan, justru ia memakan
kotoran.
Apakan saya mencintainya walaupun
kotoran memenuhi mulutnya? Tentu saja. Apakah statusnya sebagai anak
perempuan saya berkurang ketika mulutnya penuh dengan kotoran? Tentu saja
tidak. Apakah saya akan membiarkannya dengan kotoran di mulutnya? Tentu
tidak. Saya mengasihinya apa adanya saat itu, tetapi saya tidak
membiarkannya dalam keadaan seperti itu. Saya segera membawanya ke air mancur
dan membersihkan mulutnya. Mengapa? Karena saya mengasihinya.
Allah melakukan hal yang sama
bagi kita. Dia membawa kita ke air mancur itu. "Keluarkan kotorannya,
Sayang," ujar Bapa kita. "Ayah memiliki sesuatu yang lebih baik
daripada itu." Kemudian Ia membersihkan kenajisan kita: kebiadaban,
ketidakjujuran, prasangka buruk, kepahitan, dan keserakahan. Kita tidak
menikmati proses pembersihan itu; ada kalanya kita lebih menyukai kotoran ketimbang
es krim. "Aku bisa memakan kotoran jika aku menginginkannya!" seru
kita sambil mencibir. Memang benar, kita bisa melakukannya. Akan tetapi,
apabila kita benar-benar melakukannya, kita sendirilah yang rugi. Allah
memiliki penawaran yang lebih baik. Dia menghendaki kita menjadi serupa Yesus.
"
Saya percaya Tuhan
Yesus mengasihi saya demikian.
Sangat melegakan hati
mengetahui ada pribadi yang begitu mengasihi saya sehingga menginginkan yang
terbaik bagi saya dan tidak membiarkan saya dalam keburukan dan kekurangan
saya. Sangat membanggakan mengetahui ada seorang pribadi yang percaya kalau
saya dapat menjadi yang terbaik seperti yang Dia inginkan-menjadi seperti
Yesus.
Jika Tuhan Yesus saja ingin
saya menjadi diri saya yang terbaik. Lalu bagaimana mungkin saya mengharapkan
pasangan saya menerima saya dengan segala sifat kekanak-kanakan saya, kekeras kepalaan
saya, keegoisan, kekasaran saya.
Kita berpikir, saat
seseorang mengasihi kita, maka dia harus menerima saya apa adanya.
Pernahkah berpikir,
jika kita mengasihi seseorang, sudah semestinya kita memberikan diri kita yang
terbaik?
Apakah yang terbaik
dari diri saya adalah keegoisan saya? Kekeras kepalaan saya? Kekasaran saya?
Kecemburuan saya yang membabi buta? I don’t think so!
Kalau ada yang bilang
“Aku ini memang egois, cuek, suka ngambekan, cemburuan tapi ini apa adanya aku,
jadi kalau kamu memang sayang aku, kamu harus ngerti dan mau menerima apa
adanya aku ” . Itu adalah bentuk dari orang yang ingin memaksakan dirinya agar
dimengerti dan diterima, walaupun itu adalah sifat buruk. Itu EGOIS.
Saya percaya, menerima
apa adanya berlaku untuk sesuatu yang tidak bisa diubah. Misal, jika sejak
lahir kita mengalami cacat yang tidak bisa disembuhkan. Seseorang yang
mengasihi kita, akan menerima kita apa adanya, karena dia tahu itu sesuatu yang
tidak dapat diubah. Tapi, untuk karakter yang buruk, well….mereka tidak harus
menerimanya. Logika aja, siapa yang dapat bertahan seumur hidup memiliki
pasangan yang suka berkata kasar? Siapa yang mau tinggal seumur hidup dengan
seseorang yang setiap detik selalu mengeluh? Lagipula, terlepas dari diterima
apa adanya atau tidak oleh pasangan dengan sifat buruk kita, maukah kita
menjadi orang yang demikian(pengeluh, egois, ngambekan, dll) seumur hidup kita?
Kasongan, 3 Februari
2015
-Mega Menulis-
No comments:
Post a Comment