Ngapain sih tetap
rajin, toh yang rajin sama gak yang rajin sama aja tuh gajinya, malahan
banyakan gajinya mereka yang gak rajin?
Ngapain sih mengerjakan
sesuatu dengan sungguh-sungguh jika orang hanya melihat hasil dan bukannya
proses?
Ngapain bekerja cepat sementara
banyak yang bekerja lambat, mengapa tidak mencontoh mereka dan berlagak sibuk?
Untuk apa memberikan
yang terbaik bila yang baik sudah cukup?
Untuk apa menyelesaikan
pekerjaan dalam sehari jika orang lain mengerjakannya seminggu?
Untuk apa gelisah jika
pekerjaanmu tak selesai, sementara yang lain bersantai?
Untuk apa peduli, jika
orang lain tak peduli?
Untuk apa sampai gak
bisa tidur memikirkan pekerjaan, jika orang lain tidur nyenyak tak peduli
deadline?
Untuk apa menulis surat
izin bila berhalangan masuk kantor sementara banyak aja tuh yang suka-sukanya
masuk kantor?
Untuk apa ikut apel
pagi sore toh gak ada punishment dan reward untuk mereka yang rajin dan yang
malas?
Untuk apa mengerjakan
yang bukan tanggung jawabmu di saat yang harusnya bertanggung jawab malahan
kabur?
Untuk apa sih merasa
bersalah saat membolos?
Untuk apa datang kantor
dan pulang tepat waktu, toh banyak yang sesukanya datang dan pergi hidupnya baik-baik
aja, ditegur aja kagak.
Untuk apa sih kerja
keras dan cerdas, toh banyak aja yang malas dan bodoh hidupnya baik-baik aja.
Gak henti-hentinya aku
menanyakan pertanyaan itu. Bolak-balik seputaran itu.
Tuhan, bodoh banget ya
aku, kok aku mau-maunya melakukan itu semua.
UNTUK APA?
UNTUK APA?
KENAPA SIH, aku masih
melakukan semua itu?
Sejujurnya, aku
melakukannya karena aku masih berharap.
Aku masih punya
pengharapan.
Pengharapan itu adalah sauh yang
kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir.
Ibrani 6:19
Kasongan, 25 Februari
2015
-Mega Menulis-
No comments:
Post a Comment