Tuesday, February 3, 2015

Kalo Dia Sayang, Pasti Terima Aku Apa Adanya Dong



‘Kalo dia sayang aku, harusnya dia mau dong menerimaku apa adanya”.
Pernah gak berkata demikian atau berpikir demikian?
Dulu saya berpikir demikian, saya ingin diterima apa adanya oleh pasangan saya nantinya. Saya berpikir, harusnya jika dia benar-benar mengasihi saya, dia mau dong menerima saya apa adanya. Termasuk sifat dan karakter saya yang buruk. Ya kan?
SALAH.
Itu benar-benar harapan yang gak realistis.
Too good to be true lah kalo boleh saya bilang.

Saya percaya Tuhan Yesus mengasihi saya apa adanya, bahkan mau mati demi saya. Dia sudah membuktikannya.  Dia menebus hidup saya yang penuh dosa ini. Tuhan mengasihi kita apa adanya, Dia mau menerima kita apa adanya, tapi Dia tidak membiarkan kita seadanya, Dia. Max Lucado menggambarkan dengan indah bagaimana Allah mengasihi kita apa adanya tapi tidak membiarkan kita seadanya melalui tulisan di bukunya Just Like Jesus :

"Allah mengasihi Anda apa adanya, tetapi Dia tidak membiarkan Anda seadanya. Manakala anak perempuan saya, Jenna, masih bayi, saya suka mengajaknya ke taman yang terletak tidak jauh dari apartemen kami. Suatu hari ketika ia bermain di taman pasir, seorang penjual es krim menghampiri kami. Saya membeli es krim untuknya, dan ketika saya hendak memberikan es krim itu padanya, saya melihat mulutnya penuh dengan pasir. Di kala saya berniat untuk memberinya kenikmatan, justru ia memakan kotoran. 

Apakan saya mencintainya walaupun kotoran memenuhi mulutnya? Tentu saja. Apakah statusnya sebagai anak perempuan saya berkurang ketika mulutnya penuh dengan kotoran? Tentu saja tidak.  Apakah saya akan membiarkannya dengan kotoran di mulutnya? Tentu tidak. Saya mengasihinya apa adanya saat itu, tetapi saya tidak membiarkannya dalam keadaan seperti itu. Saya segera membawanya ke air mancur dan membersihkan mulutnya. Mengapa? Karena saya mengasihinya. 

Allah melakukan hal yang sama bagi kita. Dia membawa kita ke air mancur itu. "Keluarkan kotorannya, Sayang," ujar Bapa kita. "Ayah memiliki sesuatu yang lebih baik daripada itu." Kemudian Ia membersihkan kenajisan kita: kebiadaban, ketidakjujuran, prasangka buruk, kepahitan, dan keserakahan. Kita tidak menikmati proses pembersihan itu; ada kalanya kita lebih menyukai kotoran ketimbang es krim. "Aku bisa memakan kotoran jika aku menginginkannya!" seru kita sambil mencibir. Memang benar, kita bisa melakukannya. Akan tetapi, apabila kita benar-benar melakukannya, kita sendirilah yang rugi. Allah memiliki penawaran yang lebih baik. Dia menghendaki kita menjadi serupa Yesus. "

Saya percaya Tuhan Yesus mengasihi saya demikian.
Sangat melegakan hati mengetahui ada pribadi yang begitu mengasihi saya sehingga menginginkan yang terbaik bagi saya dan tidak membiarkan saya dalam keburukan dan kekurangan saya. Sangat membanggakan mengetahui ada seorang pribadi yang percaya kalau saya dapat menjadi yang terbaik seperti yang Dia inginkan-menjadi seperti Yesus.

Jika Tuhan Yesus saja ingin saya menjadi diri saya yang terbaik. Lalu bagaimana mungkin saya mengharapkan pasangan saya menerima saya dengan segala sifat kekanak-kanakan saya, kekeras kepalaan saya, keegoisan, kekasaran saya.
Kita berpikir, saat seseorang mengasihi kita, maka dia harus menerima saya apa adanya.
Pernahkah berpikir, jika kita mengasihi seseorang, sudah semestinya kita memberikan diri kita yang terbaik?
Apakah yang terbaik dari diri saya adalah keegoisan saya? Kekeras kepalaan saya? Kekasaran saya? Kecemburuan saya yang membabi buta? I don’t think so!

Kalau ada yang bilang “Aku ini memang egois, cuek, suka ngambekan, cemburuan tapi ini apa adanya aku, jadi kalau kamu memang sayang aku, kamu harus ngerti dan mau menerima apa adanya aku ” . Itu adalah bentuk dari orang yang ingin memaksakan dirinya agar dimengerti dan diterima, walaupun itu adalah sifat buruk. Itu EGOIS.

Saya percaya, menerima apa adanya berlaku untuk sesuatu yang tidak bisa diubah. Misal, jika sejak lahir kita mengalami cacat yang tidak bisa disembuhkan. Seseorang yang mengasihi kita, akan menerima kita apa adanya, karena dia tahu itu sesuatu yang tidak dapat diubah. Tapi, untuk karakter yang buruk, well….mereka tidak harus menerimanya. Logika aja, siapa yang dapat bertahan seumur hidup memiliki pasangan yang suka berkata kasar? Siapa yang mau tinggal seumur hidup dengan seseorang yang setiap detik selalu mengeluh? Lagipula, terlepas dari diterima apa adanya atau tidak oleh pasangan dengan sifat buruk kita, maukah kita menjadi orang yang demikian(pengeluh, egois, ngambekan, dll) seumur hidup kita?

Kasongan, 3 Februari 2015
-Mega Menulis-

No comments: