Tuesday, February 5, 2019

Sacred Marriage (Chapter 2)

Sacred Marriage
Chapter 2

Pernikahan adalah pembuka rahasia yang tak kenal ampun, sebuah lampu sorot yang menyinari tempat-tempat tergelap dalam sifat manusia.
-Katherine Anne Porter-
Hidup 24 jam sehari, tidur dan bangun bersama orang yang sama membuatku gak bisa menyembunyikan apa-apa dari pasangan. Pernikahan sudah mengeluarkan sisi terbaik dan sisi terburukku. Sekarang ada yang melihat sisi terbaik dan terburukku, mengkoreksinya, menerimanya. Semenjak menikah aku baru sadar kalau aku pemalas (DULU aku mencuci peralatan makan sehari sekali, aku mencuci pakaian seminggu sekali) , aku gak fokus (ya, aku multi tasking, akibatnya terkadang melewatkan beberapa pekerjaan) , aku pelupa (aku sering buanget ditegur suami masalah ini), gak sabaran, aku sering berbantahan (dengan auami pastinya, saat aku merasa benar) , aku kuatiran (dan gak bisa tidur kalau sudah kepikiran suatu hal) dan masih banyak lagi sifatku yang buruk. Yang mungkin gak aku sadari kalau aku gak menikah. Selama ini aku asyik hidup sendiri dan gak ada yang menegurku. Pernikahan mengeluarkan sisi terbaik dan terburukku, pasanganku adalah saksi hidupku selama 24 jam. Semua kelemahan, cacat karakter, sisi jelekku terlihat jelas. Dan aku bersyukur buat suamiku yang mengasihiku yang seperti ini. Dia punya banyak alasan untuk meninggalkanku tapi dia gak melakukan itu.  Bukan berarti pernikahanku bebas konflik. Banyak gesekan, tapi melalui semuanya itu Tuhan menajamkan kami,membentuk karakter kami menjadi serupa dengan Dia.


Tujuan utama pernikahan adalah memberikan analogi tentang rekonsiliasi, yaitu menjadi suatu model yang menunjukkan hubungan Kristus dengan jemaat-Nya.
Rindu sekali goal ini tercapai. Rindu melihat pernikahan kami menjadi berkat bagi orang-orang yang mengenal kami. Pernikahan kami gak sempurna, kami masih banyak melakukan kesalahan. Tapi kamu mau belajar punya hubungan yang menunjukkan hubungan Kristus dan jemaat. Ada kasih tak bersyarat dalam pernikahan kami. Kasih yang berkata walaupun...., kami berkomitmen tetap saling mengasihi. Walaupun ada kesalahan tapi ada pengampunan, ada kesetiaan, ada kesediaan untuk memimpin dan dipimpin.

Selama sepasang suami istri masih dalam status menikah, mereka masih terus menjadi sarana yang menunjukkan-meskipun jauh dari sempurna - komitmen antara Kristus dengan jemaat-Nya. Sebab itu mempertahankan keutuhan pernikahan sangatlah penting.
Mau gak mau, baca ini jadi ingat Ahok dan Vero. Sedih deh. Bener-bener berharap Tuhan berikan hikmat buat mereka untuk kembali bersatu. Semakin termotivasi juga untuk lebih banyak berdoa dan berusaha supaya pernikahan kami tetap utuh dan boleh jadi gambaran komitmen antara Kristus dan jemaat. Kristus yang mengasihi dan rela berkorban bagi jemaat jadi model buat suamiku mengasihiku dengan pengorbanan dan aku sebagai  istri tunduk kepada suami sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus.

Menurut cara pandang yang berpusat pada manusia, kita akan mempertahankan pernikahan selama kenyamanan, keinginan dan harapan kita dipenuhi. Menurut cara pandang yang berpusat pada Tuhan, kita mempertahankan pernikahan sebab pernikahan itu memuliakan Tuhan dan mengarahkan dunia yang berdosa ini untuk melihat Sang Pencipta yang mengampuni dan mendamaikan.
Berdoa supaya dalam pernikahan kami ini Tuhanlah yang menjadi pusat. Apapun yang terjadi dalam kehidupan pernikahan kami, aku harus ingat kalau pernikahan ini untuk memuliakan Tuhan. Kami bisa bertengkar, tapi ada pengampunan. Saat berat bagi kami mengampuni pasangan, kami harus ingat kalau Tuhan sudah terlebih dulu mengampuni kami. Saat kami mengampuni maka biarlah dunia boleh melihat Bapa kami yang Pengampun.

Tujuan pertama dari pernikahan (melampaui kebahagiaan, ekspresi seksual, mendapatkan keturunan, kebersamaan, saling memperhatikan  atau apa pun alasan-alasan lainnya) adalah untuk menyenangkan hati Tuhan. Tantangannya adalah bahwa hal ini menuntut hidup yang berkorban tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri. Kita tidak lagi bertanya, "Apa yang membuat saya senang?" tetapi kita diajarkan untuk bertanya, "Apa yang membuat Tuhan senang?"
Apa yang kulakukan dalam pernikahanku yang membuat Tuhan senang?
 Saat aku berkata dengan lembut dibandingkan menaikkan nada bicaraku dengan suami.
 Saat aku tunduk kepada suami dibandingkan berbantahan
 Saat aku bersedia dikoreksi oleh suami tanpa defense
 Saat aku berinisiatif memenuhi kebutuhan suami tanpa diminta
 Saat  aku membuat cangkir kopi kedua dalam sehari buat suami tanpa mengomel
 Saat akumembiarkan suami melakukan yang disukainya tanpa menuntut ditemani ngobrol
Menyenangkan suami dengan segenap hati ternyata juga menyenangkan Tuhan.

Kebanyakan perceraian terjadi karena paling tidak ada satu pihak yang telah berhenti memprioritaskan Injil Kristus dalam hidupnya.
Sebagaimana pernikahan adalah komitmen untuk bersatu, perceraian juga adalah komitmen untuk berpisah. Aku harus belajar terus-menerus memprioritaskan Injil Kristus untuk menjaga pernikahan kami. Aku gak bisa mengontrol apa yang dilakukan suami, tapi aku bisa mengontrol diriku sendiri. Aku mau berespon sesuai firman Tuhan.

Pernikahan dapat menjadi dasar bagi pekabaran Injil. Pernikahan kita dapat menarik orang lain kepada sebuah kebenaran yang melampaui dunia ini dan berkelanjutan sampai di dunia yang akan datang. Hanya dengan mempertahankan pernikahan, kita dapat membangun monumen terhadap prinsip rekonsiliasi dan mempraktikannya.
Pernikahan ternyata sepenting ini, pernikahan menjadi sarana bagi mereka yang gak mengenal Kristus kepada Kristus. Pernikahanku sepenting ini, aku harus bekerja dan berusaha lebih keras untuk menjaganya dan gak mudah menyerah apapun yang terjadi, melakukan yang terbaik dan mempersilakan Kristus bekerja di dalam dan melalui pernikahan kami. Untuk menjadikannya kesaksian bagi orang lain kepada kebenaran. Amin.

Palangka Raya, 30 Januari 2019
-Mega Menulis-

No comments: