Wednesday, May 22, 2019

Sacred Marriage (Chapter 10)

Jika kita ingin memasuki sebuah pernikahan kristiani yang sejati, kita harus bertanya kepada diri sendiri, "Bagaimana caranya melayani pasanganku?"
Seandainya suamiku membaca juga bagian ini alangkah indahnya pikirku, lah ini berarti aku dong yang lebih pengen dilayani ketimbang melayani #sigh. Aku bener-bener belajar lagi dalam hal 'melayani'  ini. Belajar konsisten untuk memenuhi kebutuhan suami tu gak mudah, seringnya aku semangat di awal terus ke belakangnya makin kendor. Paling simple sih, bikinkan kopi tiap hari ke suami aku kadang lupa, terganti dengan berbagai kesibukan lain. Belum lagi yang lainnya. Sering aku beralasan kalau bahasa kasihku bukan melayani, bahasa kasihku kata-kata dan waktu berkualitas. Beda dong dengan suami yang bahasa kasihnya emang melayani. Sebenarnya ini harusnya jadi alasanku untuk melayani suami karena ini bahasa kasihnya karena ini membuat dia merasa dikasihi. Aku mau belajar tiap hari bertanya "Bagaimana caranya aku melayani suamiku hari ini ?" dan melakukannya. Semoga aku bisa konsisten tiap harinya melakukan ini.


Keindahan pernikahan terjadi ketika keegoisan kita ditantang dan kita dituntut untuk melayani 24 jam sehari. Pada waktu kita dalam kondisi paling melelahkan, kehabisan tenaga, dan merasa frustrasi dengan diri sendiri, kita memiliki kesempatan untuk menghadapi perasaan mengasihani diri itu dengan bangkit dan melayani pasangan kita.
Harus aku akui ini susah banget. Aku bener-bener harus berdisiplin dalam hal melayani suami, gak cuma waktu mood, waktu pengen, waktu senang atau waktu merasa dikasihi. Ada kalanya aku capek dan berujung malas. Baru aja kejadian semalam, pulang dari seharian ke tempat mamaku dan menjenguk tanteku. Pulangnya aku mencoba menidurkan Sara dan Sofia, dah posisi tidur Sofia eh susunya Sara habis dan suami berkeras botolnya harus dicuci. Aku gak mau karena capek dan takut Sofi kebangun ntar makin lama dong baru bisa tidur (ya, aku seegois itu). Mauku, tambahin aja susunya Sara dan kasih sampai dia tidur. Baru deh dicuci. Ini nggak. Emang sih suami yang cuci dot tapi akibatnya Sara gak jadi tidur dan Sofia ikut kebangun gara-gara Sara ribut. Mereview kejadian semalam, aku merasa bersalah dan berharap aku bisa mengulanginya tapi aku ga egois dan bersukacita mencuci dot walaupun bakal tidur makin malam. Tapi sudah terjadi. Ke depannya aku harus melawan keegoisanku dan bangkit melayani suami dengan sukacita tanpa ngedumel.

Setiap harinya kita harus mati terhadap keinginan kita yang egois dan bangkit sebagai seorang hamba yang siap melayani.
Selalu siap melayani setiap waktu bukan pengennya dilayani. Belajar menyangkal diri dan menyalibkan daging berarti.

Inisiatif melayani merupakan sebuah disiplin rohani yang hanya dapat dihidupi dengan menerapkannya kepada orang lain.
Berinisiatif melayani gak bisa cuma "MAU" atau "INGIN" tapi harus dilakukan! Dan konsisten!  Harus berdisiplin dan memaksa diri sampai akhirnya menjadi kebiasaan dan gaya hidup. Berat. Tapi bukan berarti gak bisa. Saat aku gagal, aku gak boleh beralasan, "Ah, aku emang gini orangnya, susah untuk berubah".  Gak boleh cari alasan, tapi cari cara.

Tuhan selalu layak ditaati, dan Tuhan memanggil saya untuk melayani pasangan saya. Jadi tak peduli bagaimana ia memperlakukan saya pada waktu tertentu, saya dipanggil untuk menanggapinya dengan sikap seorang hamba.
Melayani walaupun kesal, walaupun gak mood, walaupun sedang marah sebagai wujud ketaatan pada Tuhan.

Yesus berkata kita dapat melakukan hal yang benar (memberi uang, misalnya) untuk alasan yang salah (seperti untuk pamer), sehingga kita kehilangan upah kita (lihat Matius 6:1-4). Kita bisa saja melayani orang lain dengan motivasi yang salah. Anda akan menemukan sukacita sejati ketika sungguh-sungguh melayani dengan hati yang benar.
"Oh, Tuhan murnikan motivasiku dalam melayani suami",  ini doaku. Terkadang motivasiku supaya suami berubah dalam hal tertentu. Dan tentu saja waktu aku gak mendapatkan yang aku mau, aku kecewa dan mulai malas melayani suami. Melayani suami karena Kristus lebih dulu melayaniku. Kristus bahkan melayani Yudas yang akan mengkhianatiNya, sungguh luar biasa. Mau belajar melayani suami dengan sukacita walaupun aku dikecewakan. Melayani sebagai bentuk ketaatan pada Tuhan dan hati yang benar. Supaya tetap bersukacita.

Bagaimana caranya sepasang suami istri dapat menggunakan uang dan waktu mereka untuk saling melayani dan bukannya untuk menguasai atau memanipulasi pasangannya? Dengan menghargai pasangan anda, berusaha untuk memahaminya, membuang semua egoisme anda, dan tidak buru-buru menyimpulkan bahwa tugas anda, waktu anda dan keinginan anda adalah yang paling penting.
Bagian ini kena banget. Karena aku bakal dapat THR suami pengen aku ganti HP dengan budget lebih besar daripada yang aku anggarkan. HPku memang udah pecah layarnya dan drop baterenya. Aku maunya beli HP dengan budget sekian juta, suami mau beli dua kali lipatnya. Kalau bisa aku malah nunggu HP sekarang mati sekalian lo daripada ganti yang baru sekarang. Suami maunya yang harga dua kali lipat, alasannya beli yang bagus sekalian jadi aku bisa pake lama.  Kalau dipikir-pikir, aku konyol juga sih, HP buatku tapi aku ga mau beli yang bagus sekalian. Cuma ya itu tadi, karena ngerasa ini uang THRku ya harusnya ikutin mauku dong. Aku maunya beli saham atau emas, lol. Tapi, aku belajar untuk memahami keinginan suami untuk kasih yang terbaik. Suami semangat banget liat review bermacam-macam HP dan survei berbagai toko untuk liat harganya. Ya sudahlah. Aku nurut aja sama suami, beli sesuai sarannya dia.

Kadang ketika pikiran saya baru jelek, ada godaan untuk bersikap jual mahal mengetahui istri saya "sedang ingin".
Kadang kalau kesal sama suami, ada pemikiran kayak gini tentang seks. Tapiiii.... Aku belajar lawan sekarang. Seks bukan alat barter untuk mendapatkan yang aku mau atau bukan balas dendam. Seks adalah sarana saling melayani. Aku belajar bersikap aktif, menawarkan ke suami, bukan hanya pada saat diminta.

Menjadi makin serupa dengan Kristus adalah esensi dari kekristenan. Tidak ada seorang pun dari kita yang dapat dengan tulus berkata bahwa ia telah sukses menjadi seorang hamba. Pernikahan kita menyediakan kesempatan  untuk setiap harinya didorong makin jauh ke arah ini.
Yes.  Aku mau belajar dan berlatih melalui pernikahanku dan menjadi makin serupa dengan Kristus.

Palangka Raya,  19 Mei 2019
-Mega Menulis-

No comments: