Tuesday, February 24, 2015

Mudahnya Bilang Maaf



Bagi saya meminta maaf bukanlah sesuatu yang sangat sulit, apalagi bila syarat dan ketentuan di bawah ini terpenuhi:
Saya memang bersalah (Saat saya menyadari kesalahan yang saya perbuat, terutama jika itu melukai hati seseorang atau menyinggung seseorang, saya dapat bersegera meminta maaf)
Saya ingin segera berbaikan (Sungguh tidak nyaman bertengkar dengan seseorang yang dengannya kita biasa bergaul sehari-hari atau menghabiskan waktu bersama)
Bertengkar bukan karena hal yang prinsip.
Saya merasa hubungan ini harus segera diperbaiki.
Mengerti dan memahami situasi yang terjadi.
Melakukan kesalahan bukan dengan dengan keluarga inti (Sad but true, saya juarangggg…banget meminta maaf pada mamah dan adik-adik saya jika kami bertengkar. Mungkin karena merasa keluarga selalu mengerti dan memahami diri kita dan segera dapat berbaikan tanpa kata ‘maaf’ sehingga kata maaf jarang terucap).
Mudah bilang maaf.
Saya gampang meminta maaf.
Tapi saya seringkali mengulang kesalahan saya.

Saya menyadari saat dalam candaannya, abang saya..ehem…maksud saya calon suami saya berkata,”Kamu ni dek, selalu…bla…bla…bla… (dia menyebutkan kesalahan saya yang berulang)”. Dia mengucapkannya dengan nada bercanda, tapi saat saya konfirmasi, apakah dia merasa demikian, dia mengakuinya.
Saya sakit hati awalnya, tak terima mendengar kata ‘SELALU’ itu. Naluri pertama saya adalah membela diri,”Ngga ah, aku gak gitu, dah mendingan kok sekarang. Aku gak selalu kayak gitu”. Mendengar kata ‘SELALU’ itu gak enak banget. ASLI. Kesannya kok bebal banget ya, kok selalu mengulang kesalahan yang sama. Saya sudah berusaha berubah dan gak mengulang kesalahan saya, tapi kenapa sih dia berkata demikian?

Setelah diam dan merenung-renung, mengoreksi diri, iya juga sih…saya belum berubah sepenuhnya, terkadang saya gagal. Seringkali saya gagal untuk tidak mengulangi kesalahan saya. Setiap saya berbuat salah, saya meminta maaf, abang saya memaafkan saya. Saya mengulangi lagi kesalahan saya. Tidak secepat dulu sih mengulangnya. Dalam jangka waktu yang agak lama sih. Tapi tetap saja, memang saya mengulangi kesalahan saya. Abang saya memaafkan. Demikian berulang.
Fiuh….
Saya salah.
Dan saya tahu, saat saya minta maaf, saya akan dimaafkan.
Tapi itu perkara berbeda dengan tidak mengulanginya lagi. Benar-benar berbeda.

Adalah baik meminta maaf, tapi alangkah baik lagi jika kita juga tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Itu yang saya pelajari dari abangku.

Dan sebaliknya, abangku mengaku kalau ia juga belajar meminta maaf dalam hubungan kami berdua.
Di awal hubungan kami berdua, saya mendapati kalau abangku tidak pernah meminta maaf. Bukan karena ia tak menyadari kesalahannya. Tapi dia menunjukkannya melalui perbuatannya. Saat saya komplain akan suatu hal, kami akan membicarakannya, dan setelah itu dia tidak mengulangi kesalahannya.
Saya tidak puas.
Maunya saya, kalo salah ya minta maaf dong, ngaku kalo salah, terus berubah dong.
Tapi dia berbeda. Dia lebih suka menunjukkan penyesalannya melalui tindakan.
Apakah semua pria demikian, saya tidak tahu. Tapi itu yang saya lihat, alami dan rasakan.
Saya hebat dalam berkata-kata, tapi tidak sepandai dia dalam bertindak.

Jika saya mudah bilang maaf, abangku berbeda. Dia sulit meminta maaf.
Dulu sih….
Saya bersyukur, dia mau berubah. Dia mau meminta maaf sekarang.
Saya bersyukur, dia masih memaaafkan kesalahan saya yang berulang.
Sekarang saya yang masih terus belajar untuk menunjukkan penyesalan lewat tindakan, gak cuma ngomong ‘MAAF’ doang.

Kasongan, 24 Februari 2015
-Mega Menulis-

PS. Saya sudah komplain untuk penggunaan kata ‘SELALU’ dan abang saya bingung kenapa saya komplain bila memang benar, tetapi dia minta maaf karena kesan negatif kata ‘SELALU’ itu menyakiti saya. Iya sihhhh….logika saya menerima, kalau itu emang kenyataan, tapi hati saya tak terima, gimana dong? Yang jelas, dia gak pernah lagi sih bilang ‘SELALU’. Semoga karena saya memang sudah berubah. LOL.

No comments: