Wednesday, March 6, 2019

Sacred Marriage (Chapter 4)


Pandanglah rendah sikap merendahkan orang lain.
Francis de Sales.

Saat aku merendahkan orang lain, menunjukkan betapa rendahnya diriku sebenarnya. Gak ada alasan untukku merendahkan orang lain, itu perbuatan rendah!

Kita dipanggil untuk menghormati pasangan kita, sekalipun kita tahu betul apa saja keburukannya. Kita dipanggil untul meluaskan hati kita, dan mencari tahu bagaimana caranya kita bisa menghormati orang yang sudah begitu kita kenal ini.
Menyadari kalau menghormati pasangan adalah panggilan kita sebenarnya membuatku berpikir begini pada awalnya, "Seriously?"   Tapiiiii....Iya juga ya. Mudah bersikap hormat sewaktu aku gak tahu kelemahan seseorang. Tapi kalau dah tahu kelemahannya? Seringkali akan mempengaruhi sikap dan cara pikir sewaktu menghadapinya. Lah, ini, pasangan yang kita tahu kejelekan-kejelekannya. Masihkah aku mau menghormati orang yang aku tahu segala kejelekannya? Aku mau! Tuhan yang akan memampukanku. Amin. Lagipula, aku sudah dikasihi sedemikian rupa oleh suamiku. Dia juga menerimaku dengan segala kelemahanku. Kalau dipikir-pikir, kelemahanku lebih banyak tapi dia tetap mengasihiku. Mosok aku gak mau menghormati dia? 

Ketika kita makin mengenal pasangan kita dan kelemahan-kelemahannya sering kali kita menjadi makin sulit menghormati mereka. Tetapi kegagalan menunjukkan sikap hormat ini sesungguhnya bukan sekedar sesuatu yang tidak terelakkan dalam setiap pernikahan. Ini lebih merupakan suatu tanda ketidakdewasaan rohani.
Memang rasanya sulit menghormati seseorang saat aku tahunya kelemahannya saja. Sepertinya otomatis saja kita berpikir, "Ya kamu lemah dalam hal ini, wajar dan sah-sah saja kalau aku tidak menghormatimu".  Tapiii... Kalau aku gak bisa menghormati suamiku, berarti aku yang bermasalah. Kelemahan suamiku adalah bagian yang gak akan terelakkan,  siapapun orang mempunyai kelemahan, itu pasti. Sebenarnya, kalau kelemahan seseorang selalu menjadi alasanku gak bisa menghormati seseorang maka selamanya aku gak akan bisa menghormati siapa pun.

Jika saya benar-benar dewasa, saya akan memiliki belas kasihan terhadap kelemahan-kelemahannya seperti yang dimiliki Kristus.
Kelemahan pasangan bukanlah alasan buatku merendahkan dia.
Kelemahan pasangan sejatinya adalah alasan buatku mendoakan dia.
Kelemahan pasanganku adalah area di mana aku harus membantunya bertumbuh.

Sikap merendahkan orang lain lahir dari ekspektasi yang terlalu tinggi. Sikap menghormati lahir dari rasa syukur.
Ini bener banget. Suamiku bukan manusia sempurna (emang ada manusia yang sempurna?),  tapi waktu aku fokus dengan kelebihan-kelebihannya, aku sangat bersyukur memiliki dia sebagai suamiku. Kelemahannya gak ada apa-apanya dibandingkan kelebihannya. Dia suami yang sempurna buatku. Aku mau fokus melihat kelebihan suamiku dan mensyukurinya. Selalu ada yang bisa aku keluhkan, tapi lebih banyak yang bisa aku syukuri.

Palangka Raya, 3 Maret 2019
-Mega Menulis_

No comments:

Karakter di Dunia Kerja

Dari kecil karakter seseorang mulai terbentuk. Kalau sudah dewasa, sulit mengubah karakter seseorang. Jadi kalau kamu berkarakter buruk saat...