Tuesday, July 2, 2019

Sacred Marriage (Chapter 13)

Sacred Marriage
Chapter 13

Jika kita sudah menikah, kita harus hidup sebagai orang yang sudah menikah dan tidak berusaha untuk hidup seperti orang yang tidak menikah.
Dua pelayanan yang aku nikmati sebelum menikah adalah menulis dan melayani personal. Sejak menikah, terlebih punya anak, aku gak bisa melakukannya sebebas sebelum menikah. Awalnya aku pikir, aku bisa kok bagi waktunya, ternyata nggak. Yang ada aku frustrasi karena di rumah ada banyak hal yang harus aku lakukan dan menuntut perhatianku. 
✔️ Sampai sekarang kerinduan itu masih ada dan aku tetap melakukannya, dengan BATASAN. Keluarga tetap harus jadi prioritasku.

Ada waktunya kita harus meninggalkan apa yang senang kita lakukan bersama Tuhan, untuk melakukan apa yang menyenangkan bagi orang lain sebagai wujud kasih kita kepada Tuhan. Francis de Sales.
Aku gak mau mengulangi kebodohanku waktu  kuliah, asyik melayani Tuhan di PMK sampai gak memperhatikan eyang dan adekku yang serumah. Dengan bangga dulu bilang kalau prioritasku adalah Keluarga, Studi baru Pelayanan. Padahal keluarga nomor ke sekian. Sekarang aku sudah berkeluarga. Di luar sana, banyak orang yang bisa melakukan apa yang aku lakukan untuk melayani Tuhan. Tapiiii.... Aku harus ingat kalau hanya akulah satu-satunya istri bagi suamiku dan ibu bagi anak-anakku, gak ada yang bisa menggantikanku. Aku dipilih Tuhan secara khusus untuk melayani mereka. Keluargaku adalah pelayananku yang utama.
✔️ Kalau suatu saat yang aku lakukan menggangguku melayani keluargaku, aku harus rela hati melepaskannya.

Seseorang tidak menunjukkan kerohanian yang lebih baik ketika ia mengabaikan tanggung jawab rumah tangga demi apa yang disebutnya sebagai kewajiban rohani.
Dulu sewaktu kuliah aku banyak sekali mengabaikan keluarga demi pelayanan di kampus. Eyangku bilang aku di UKM dari Senin sampai Senin. Pulang kampus selalu saja urusan PMK. Aku gak jadi berkat buat keluargaku sendiri. Amit-amit, gak boleh terulang lagi deh. Keluarga harus aku layani secara maksimal, baru deh memikirkan pelayanan lain. Akan ada waktunya aku bisa melayani di luar keluarga kalau Tuhan berkenan, tapi ini yang mau jadi fokusku. Aku sedang melayani generasi masa depan. Aku gak tahu Tuhan akan bawa anakku menjadi apa, bagaimana dan siapa yang akan ditemui mereka. Tapi aku rindu mereka jadi berkat bagi orang lain. Keteladananku sebagai orang tua, nilai-nilai yang aku ajarkan, itu akan memengaruhi mereka di masa mendatang. Apa yang aku lakukan di rumah sangat penting.

Sesuatu yang makin sulit akan makin bermanfaat secara rohani dan mengembangkan karakter kita.
Haduh, menikah itu membuka karakterku yang buruk. Apalagi kalau dah berhadapan sama suami yang karakternya ternyata bertolak belakang denganku. Banyak kali aku ditegur. Banyak kali aku jengkel dengan suami. Kadang berharap suami berubah jadi pribadi yang aku inginkan, mungkin suami juga berharap hal yang sama, hahaha. Menikah itu sulit. Apalagi pas punya anak, kadang stres rasanya. Tambah sulit. Harus dealing dengan banyak hal. Harus berkompromi. Gak boleh egois. Aku harus mau berubah.

Dalam pernikahan, motivasi dan karakter kita jelas akan diuji. Kita bisa saja mengerjakan segala tanggung jawab kita dengan rajin dan penuh kesungguhan namun tanpa kelembutan hati. Kerajinan yang dipaksakan akan merusak hati dan hubungan;itu namanya bukan rajin, tetapi tergesa-gesa dan menjadi sumber masalah.
Jleb. Jleb. Jleb. Ini aku banget. Aku bisa melakukan segala sesuatu dengan cepat tapi sembarangan dan tanpa sukacita. Buatku, yang penting mengerjakan. Dan emang ini jadi sumber masalah, terutama dalam hubungan dengan suamiku. Suamiku tipe yang mengerjakan sesuatu dengan lambat tapi dia mengerjakan dengan sepenuh hati. Kadang ini jadi sumber masalah. Aku merasa suami membuang waktu dan lambat, semantara suami merasa aku asal mengerjakan.
✔️ Aku harus mulai mengembangkan kebiasaan baru, melakukan segala sesuatu dengan sempurna dan bersukacita saat melakukannya, meskipun itu bukan sesuatu yang aku suka kerjakan. Bukan asal mengerjakan, seperti yang selama ini aku lakukan. Belajar bersungguh hati saat melakukannya dan memberikan usaha terbaikku dengan sukacita.

Pernikahan jelas bukan pelayanan kita satu-satunya, tetapi setidaknya merupakan garis depan untuk memulai pelayanan kita. Sebab pelayanan tidak hanya mencakup apa yang kita lakukan, tetapi bagaimana kita bertumbuh.
Apakah aku bertumbuh dalam pernikahanku? Duh. Sedih sih kalau harus jujur. Kadang,aku merasa sudah buat progress, tapi lalu aku jatuh dan mengulang kesalahan yang sama. Aku jatuh bangun dalam beberapa hal. Untuk bertumbuh aku harus punya sikap hati yang benar. Bukan hanya fokus dengan apa yang sudah aku lakukan, tapi juga dengan yang ada di hatiku. Harus berurusan dengan hatiku yang kadang gak benar.

Jika kita ingin belajar bagaimana menghidupi panggilan kita dalam hubungan pernikahan, kita harus belajar untuk tidak egois dan berkomunikasi lebih dekat satu sama lain. Kita harus selalu mengingat bahwa pasangan kita juga memiliki panggilan hidup tertentu, sama seperti kita, dan kita harus memperhatikan pula panggilan hidup mereka sehingga kita tahu apa yang menggerakkan dan memotivasi mereka.
Sejak sebelum menikah aku tahu kalau suami adalah tipe family man. Jadi, apapun yang dilakukan suami pasti ujung-ujungnya demi keluarga. Keluarga adalah yang utama buat suami. Sementara aku menikmati banget pelayanan di luar rumah. Jadi suami kadang gak suka kalau aku kebanyakan pegang HP di rumah.
✔️ Aku harus fokus pelayanan di rumah. Saat di rumah gak cuma fisik yang di rumah, tapi hati dan pikiran juga.

Palangka Raya, 1 Juli 2019
-Mega Menulis-

No comments: