Awal Desember 2020 suami menyuruhku kontrol ke dokter kandungan. Bukannn…bukaannn…Aku tidak hamil saudara-saudara, hahaha. Serem ih hamil lagi buatku. Bukannya apa, dua kali kehamilan dengan miom gede lumayan bikin kapok (kapok kok dua kali Meg #eh). Setiap hamil tuh ya, perutku segede gaban semacam hamil kembar gara-gara ada miom gede di rahimku. Miom atau mioma adalah pertumbuhan otot rahim yang gak normal, gitu penjelasan yang pernah kudengar. Penyebabnya macam-macam katanya, bisa hormon, keturunan, makanan, dll. Sebenarnya udah tahu ada miom sejak hamil anak pertama tahun 2016. Cuma belum bisa diangkat karena lagi hamil, takut menganggu janin. Aku pernah share awal tahu ada miom di sini Kenapa gak diangkat sewaktu SC ? Gak bisa Esmeralda, menurut dokter sewaktu sedang hamil pembuluh-pembuluh di rahim besar, jadi kalau sekalian dilakukan operasi pengangkatan miom beresiko pendarahan berat. Rencana sih beberapa tahun setelah kelahiran anak pertama, mau angkat miom, tapi rencana tinggal rencana, tahun 2017 aku hamil lagi. Di tahun 2020 ini, suami dah suruh periksa lagi gara-gara aku sering mengeluh kalau dah haid buanyak pol. Hampir tiap 2 jam di hari pertama dan kedua haid, aku ganti pembalut. Terus tiap pagi, perutku kencang banget, kalau ditekan sakit. Agak mendingan kalau habis pipis, gak kencang lagi perutku.Nah, terus kan perutku gede gitu sampai sering dikira hamil, padahal nggak. Hadeh, dikira hamil padahal gak hamil tuh sakitnya di sini #tunjukjantung. Emang sih aku aslinya gendut, tapi ya kan gak sampai dikira hamil juga kali. Suamiku berteori, jangan-jangan si miom dah membesar entah sampai ukuran berapa. Dan aku mengiyakan sambil berujar,”Iya nih, jangan-jangan aslinya aku gak berlemak, miom doang nih"#ngayal. Plak.
Sebenarnya, aku takut ke dokter
kandungan dan USG lagi. Takut kalau miomnya beneran gede dan harus diangkat.
Berarti bakalan operasi lagi dong. Operasi besar ini, anggapan kayak SC lagi,
belah perut di tempat yang sama untuk ketiga kalinya (dua anakku lahir SC). Ini
si Miomita bakal jadi bayi ketiga, ish… Jadi ingat Dita temanku dulu ngusulin
nama anak pertama ku Miomita gara-gara aku ada miom.LOL. Ketakutanku yang lain
adalah, gimana kalau ternyata gak cuma operasi angkat miom tapi juga harus
angkat rahim. Suamiku adalah orang Batak yang pengen banget punya anak cowok.
Saat ini anak kami dua orang perempuan. Yang orang Batak pasti tahu kenapa
cowok Batak pengen punya anak laki-laki. Iyes, supaya ada penerus marga. Aku sudah
pernah membicarakan ketakutanku ke suami dan bertanya gimana kalau harus angkat
rahim. Ya berarti diangkatlah katanya. Gak papa hanya punya dua anak perempuan
ini, tanyaku. Ya gak papa, katanya. Yah pembicaraan semacam itulah. Setelah
sekian lama dibicarakan, akhirnya aku kontrol ke dokter kandungan yang cukup
terkenal di Palangka Raya, dr. Rully. Ternyata miom yang dulu di rahimku berbonus
kista, Jadi ada 1 miom dan 1 kista, dokter merekomendasikan diangkat. Kista ini
katany sih cairan di dalam kantung gitu, bisa semakin membesar sampai ukuran
yang gak bisa terbayangkan, dan bisa pecah. Ukuran kista lebih besar dari miom
dan posisi dekat dengan indung telur, sedangkan miomnya lebih kecil.Kalau
diangkat indung telur ya gak guna kan rahim, wong ga ada sel telur yang bisa
dibuahi. Si miom ukurannya setengah rahim, kecil kok. Tapi posisinya di dekat
mulut rahim. Banyak pembuluh di situ , jadi kalau ternyata kesulitan mengangkat
miomnya maka akan sekalian angkat rahim. Sebenarnya gak papa si miom, Cuma masalahnya
si kista tadi. Dokter juga mau merekomendasikan cek darah untuk cek tumor
marker, untuk melihat ini ganas atau nggak. Dokter bilang kalau operasi akan
mengusahakan angkat miom dan kista saja, tapi kalau ternyata harus angkat semua
aku harus siap. Iya lah ya, masa perut
dah dibuka terus ada apa-apa, gak jadi, tutup lagi. Ish... Membayangkannya aja
dah perih aku. Pulang lagi dan diskusi ke suami, akhirnya mantap mau operasi
dengan segala konsekuensinya.
Kembali aku kontrol ke dokter
keluarga BPJS kami dan minta rekomendasi ke RS rujukan, untuk cari second
opinion dan kalau emang operasi kan ditanggung. Kapan-kapan ya aku cerita
prosedur pakai BPJS. Singkat cerita, aku diminta memilih RS rujukan. Aku memilih
RS Betang Pambelum karena suami pernah operasi di sana dan suami cukup puas. RS
ini lumayan baru di Palangka Raya, RS swasta tapi termasuk RS rujukan BPJS.
Kontrol pertama ke dr.Harry dan di USG terlihat 1 miom dan 1 kista, kami
membicarakan opsi operasi dan dia minta aku tes darah di lab Prodia untuk cek
tumor marker, apakah jinak atau nggak. Kalau jinak bisa operasi di situ, tapi
kalau nggak harus ke dokter spesialis kandungan yang khusus menangani tumor
ganas. Berbekal surat dokter aku ke lab Prodia untuk diambil darah. Shock aku
tuh, cek gitu habis hampir 1,3 juta, untung ada diskon kalau tukar poin
telkomsel, lumayan diskonnya sekitar 100 ribuan. Tapi tetep aja kan :
Kumenangisssss….membayangkan *nyanyi*. Duit segitu bo, hiks. Beberapa hari
deg-degan nunggu hasil lab. Kalau sampai ganas, rempong harus ke Banjarmasin,
mana lagi pandemi gini, kepikiran bocah-bocah segala, asli ga enak makan
jadinya. Beberapa hari kemudian hasilnya keluar, jinak dong. Puji Tuhan.
Konyolnya, aku sempat mikir, yaelah sayang banget duitnya dah tes mahal-mahal
eh negatif. Geblek kata suamiku. Gimana kalau dah mahal dan ganas, apa nggak
nangis lagi. Hahahaha. Dasar ya aku. Ya gimana bo, emak-emak, duit segitu eh.
Akakakak.
Pas kontrol lagi ke dr.Harry dan
bawa hasil lab, dia oke untuk operasi. Maunya kami sebelum Natalan, tapi dia
bilang dokter dan perawatnya banyak yang cuti (o, iya RS Betang Pambelum ini
punya yayasan Katolik jadi bisa dimengerti sih kalau pegawainya banyak yang
cuti Natal). Lagi pula terlalu mepet, aku kontrol tanggal 21 masa mau operasi
sebelum Natal. Ya sudahlah. Selama libur Natalan kami nginap di rumah ortuku,
balik tanggal 27 ke rumah kami. Itu langsung siap-siap untuk masuk RS tanggal
28. Tanggal 28 seharian aku masih ngantor karena hectic kerjaaan akhir tahun.
Malamnya baru masuk RS. Anak-anak sudah diungsikan ke tempat mamaku sama
suamiku.
Aku datang ke RS sendirian
berhubung suami ngantar anak-anak ke tempat mamaku. Langsung ke IGD bawa
rekomendasi dr.Harry, tes rapid dan non reaktif, rontgen paru juga. Prosedur
selama pandemi. Suami datang malamnya dan menemaniku. Dokter IGD konsultasi ke
dr.Harry , diputuskan operasi tanggal 29 jam 12 siang. Aku harus puasa dari jam
5 pagi di hari operasi. Ada kejadian lucu. Jam 11 siang suami makan nasi Padang
yang dibelinya, eh perawat datang dan mau membawaku ke ruang operasi mau
prepare, nanti aja kata suamiku, dia mau makan dulu. Ngakak lah aku, kebayang
dokter dan perawat nungguin suamiku makan nasi Padang dulu, hahaha. Tapi
perawatnya mau lo nunggu suamiku makan dulu. Setelah suamiku makan, baru kami
ke ruang operasi. Dokter menjelaskan beberapa hal dan bertanya siap gak kalau
harus angkat rahim, emang diusahakan angkat kista dan miom aja, tapi kalau
beresiko ya harus siap. Suami oke, tanda tangan persetujuan operasi. Masuklah
aku ke ruang operasi.
Akhirnya, merasakan dibius lagi.
Dokter anestesi bilang ini sama kayak SC, bius lokal. Oke kataku. Dan proses
menyakitkan itu dimulai. Sakit banget sewaktu disuntik bius di punggung. Gak
lama kakiku kebas, badan lemas dan gak berdaya. Masih bisa kudengar semua
pembicaraan dokter dan perawat. Berasa waktu perut dibelah, tapi gak sakit.
Sewaktu dibuka perutku, dokter bilang ternyata ada 1 miom lagi yang gak
terlihat waktu USG, jadi ada 2 miom dan 1 kista. Sepertinya dokter keluar dan
menjelaskan ke suami harus diangkat semuanya. Aku sempat gak sadar entah berapa
lama, karena pas sadar sudah ada selang oksigen, gak tahu kapan dikasih
perawat. Selama operasi waktu berjalan lamaaaa…..banget. Pengen tidur dan
tahu-tahu selesai, tapi gak bisa, hiks. Gimana bisa tidur, wong berasa perut
diobok-obok, digunting, tapi gak sakit. Dengar perawat dan dokter ngobrol kalau
mereka belum sempat makan siang, hahahaha, jadi ingat suamiku yang malahan
sempat makan nasi Padang. Pas dah selesai, bagian dijahit ni ga enak, berasa lo
lagi dimasukin benang, ditarik, masukin, tarik. Entah berapa lapisan. Gitu
sensasi operasi SC. Dan tahu gak sih, perawat dan dokternya hamper semua cowok,
Cuma 1 perawat cewek. Aku kan dengar suara mereka. Asli, dah ga ada malu lagi
kalau masuk ruang operasi gini.
Keluar ruang operasi, dokter
menjelaskan ke suamiku tentang jalannya operasi. Dah diangkat semua, miom,
kista sekalian rahim dan indung telur. Operasi 3 jam lebih bo. Rupanya bukan
perasaanku aja yang kok lama, tapi emang lama banget. Perbandingannya, SC biasa
paling lama setengah jam. Malahan sepupuku yang koas pernah lihat operasi SC
yang dilakukan dokter senior 10 menit tok. Ckckckck. Lalu ditunjukkan dong miom
dan kista yang dikeluarkan. Jreng jrenggg…. Itu toplesnya suamiku yang cari,
ukurannya untuk kapasitas 12 liter gitu. SHOCK. Selama ini aku bawa-bawa di
perutku tiap hari bo. Belakangan aku menimbang pasca operasi ternyata beratku
turun sekitar 2 kg. Bayangkan deh bawa 2 kg gula di perut, mungkin kayak
gitulah rasanya, hahahaha. Dokter bilang mau kirim tuh miom dan kista buat
diperiksa di lab patologi, masih mau cek ada sel kanker apa ngga, tapi butuh
biaya dong, suami oke. Mau nentang kok ya dodol banget, lagian buat pastikan
semua clear, ya sudahlah.
Anehnya pasca operasi setelah
bius hilang, luka bekas jahitanku gak nyeri sama sekali. Sore aku dah bisa
bolak-balik di tempat tidur ke kiri kanan, malam dah bisa belajar duduk. Tapi
emang belum bisa jalan karena masih pakai kateter. Smooth banget pasca operasi
gak ada nyeri. Tanggal 31 aku sudah lepas infus dan kateter, malamnya aku sudah
bisa pulang. Blessing banget. Kan males ya kalau harus melewatkan malam tahun
baru di RS, pengen kumpul bareng keluarga. Dah kangen berat sama anak-anak.
Keluar RS aku jalan dengan gagahnya, turun tangga sendiri (ruang rawat inapku di
lt.2) sampai temanku yang jemput heran. Rupanya penderitaan baru dimulai
tanggal 1 Januari 2021, hahaha. Bekas jahitanku nyeri. Rupanya selama di RS aku
disuntikkan pereda nyeri lewat infus. Lah, lepas infus cuma minum obat oral
untuk pereda nyeri, itu pun asam mefenamat doang. Mateng kon. Sekarang sedang
masa pemulihan di rumah mamaku, supaya gak kecapean. Nyerinya masih terasa kadang,
jalan pelan seperti orang baru SC.
Puji Tuhan buat penyertaanNya.
Aku bersyukur. Jujur, sempat sih nyesek, baru umur 36 (Januari ini) tapi udah
ga punya rahim dan indung telur, artinya bakal menopause dini dong. Tapi aku
menerima terlalu banyak, masa aku mau protes lagi sama Tuhan. Ada orang yang tahunan belum hamil
sementara aku dikaruniai dua putri. Bersyukur suami juga gak ngotot pengen punya
anak lagi, ada lo yang ngotot pengen anak cowok sampai punya banyak anak cewek dan baru berhenti usahanya karena tahu-tau dah banyak. Bersyukur ternyata masih bisa hamil sebelumnya dengan kondisi
ada miom di dekat mulut rahim. Bersyukur tu kista gak sempat pecah. Bersyukur
bisa operasi di Palangka Raya, gak mesti jauh. Bersyukur masih hidup. Bersyukur
bisa berkumpul sama keluarga.
Aku menerima terlalu banyak dan
masih protes? Gak tahu diri banget lah ya. Dasar manusia. Sering kali terlalu memikirkan
yang gak dimilikinya sampai lupa mensyukuri yang dimilikinya. I’m blessed.
Palangka Raya, 6 Januari 2021
-Mega Menulis-
2 comments:
ahhhh ngilu2 sedep dengernya. thanks God udah baik2 semua.. speed recovery Kak Mega =)
Makasih Kez. Ini dah ngantor lagi. Akakakak.
Post a Comment