Wednesday, January 6, 2021

Operasiku di Tahun 2020

 

Awal Desember 2020 suami menyuruhku kontrol ke dokter kandungan. Bukannn…bukaannn…Aku tidak hamil saudara-saudara, hahaha. Serem ih hamil lagi buatku. Bukannya apa, dua kali kehamilan dengan miom gede lumayan bikin kapok (kapok kok dua kali Meg #eh). Setiap hamil tuh ya, perutku segede gaban semacam hamil kembar gara-gara ada miom gede di rahimku. Miom atau mioma adalah pertumbuhan otot rahim yang gak normal, gitu penjelasan yang pernah kudengar. Penyebabnya macam-macam katanya, bisa hormon, keturunan, makanan, dll. Sebenarnya udah tahu ada miom sejak hamil anak pertama tahun 2016. Cuma belum bisa diangkat karena lagi hamil, takut menganggu janin. Aku pernah share awal tahu ada miom di sini Kenapa gak diangkat sewaktu SC ? Gak bisa Esmeralda, menurut dokter sewaktu sedang hamil pembuluh-pembuluh di rahim besar, jadi kalau sekalian dilakukan operasi pengangkatan miom beresiko pendarahan berat. Rencana sih beberapa tahun setelah kelahiran anak pertama, mau angkat miom, tapi rencana tinggal rencana, tahun 2017 aku hamil lagi. Di tahun 2020 ini, suami dah suruh periksa lagi gara-gara aku sering mengeluh kalau dah haid buanyak pol. Hampir tiap 2 jam di hari pertama dan kedua haid, aku ganti pembalut. Terus tiap pagi, perutku kencang banget, kalau ditekan sakit. Agak mendingan kalau habis pipis, gak kencang lagi perutku.Nah, terus kan perutku gede gitu sampai sering dikira hamil, padahal nggak. Hadeh, dikira hamil padahal gak hamil tuh sakitnya di sini #tunjukjantung. Emang sih aku aslinya gendut, tapi ya kan gak sampai dikira hamil juga kali. Suamiku berteori, jangan-jangan si miom dah membesar entah sampai ukuran berapa. Dan aku mengiyakan sambil berujar,”Iya nih, jangan-jangan aslinya aku gak berlemak, miom doang nih"#ngayal. Plak.

 

Sebenarnya, aku takut ke dokter kandungan dan USG lagi. Takut kalau miomnya beneran gede dan harus diangkat. Berarti bakalan operasi lagi dong. Operasi besar ini, anggapan kayak SC lagi, belah perut di tempat yang sama untuk ketiga kalinya (dua anakku lahir SC). Ini si Miomita bakal jadi bayi ketiga, ish… Jadi ingat Dita temanku dulu ngusulin nama anak pertama ku Miomita gara-gara aku ada miom.LOL. Ketakutanku yang lain adalah, gimana kalau ternyata gak cuma operasi angkat miom tapi juga harus angkat rahim. Suamiku adalah orang Batak yang pengen banget punya anak cowok. Saat ini anak kami dua orang perempuan. Yang orang Batak pasti tahu kenapa cowok Batak pengen punya anak laki-laki. Iyes, supaya ada penerus marga. Aku sudah pernah membicarakan ketakutanku ke suami dan bertanya gimana kalau harus angkat rahim. Ya berarti diangkatlah katanya. Gak papa hanya punya dua anak perempuan ini, tanyaku. Ya gak papa, katanya. Yah pembicaraan semacam itulah. Setelah sekian lama dibicarakan, akhirnya aku kontrol ke dokter kandungan yang cukup terkenal di Palangka Raya, dr. Rully. Ternyata miom yang dulu di rahimku berbonus kista, Jadi ada 1 miom dan 1 kista, dokter merekomendasikan diangkat. Kista ini katany sih cairan di dalam kantung gitu, bisa semakin membesar sampai ukuran yang gak bisa terbayangkan, dan bisa pecah. Ukuran kista lebih besar dari miom dan posisi dekat dengan indung telur, sedangkan miomnya lebih kecil.Kalau diangkat indung telur ya gak guna kan rahim, wong ga ada sel telur yang bisa dibuahi. Si miom ukurannya setengah rahim, kecil kok. Tapi posisinya di dekat mulut rahim. Banyak pembuluh di situ , jadi kalau ternyata kesulitan mengangkat miomnya maka akan sekalian angkat rahim. Sebenarnya gak papa si miom, Cuma masalahnya si kista tadi. Dokter juga mau merekomendasikan cek darah untuk cek tumor marker, untuk melihat ini ganas atau nggak. Dokter bilang kalau operasi akan mengusahakan angkat miom dan kista saja, tapi kalau ternyata harus angkat semua aku harus siap.  Iya lah ya, masa perut dah dibuka terus ada apa-apa, gak jadi, tutup lagi. Ish... Membayangkannya aja dah perih aku. Pulang lagi dan diskusi ke suami, akhirnya mantap mau operasi dengan segala konsekuensinya.

 

Kembali aku kontrol ke dokter keluarga BPJS kami dan minta rekomendasi ke RS rujukan, untuk cari second opinion dan kalau emang operasi kan ditanggung. Kapan-kapan ya aku cerita prosedur pakai BPJS. Singkat cerita, aku diminta memilih RS rujukan. Aku memilih RS Betang Pambelum karena suami pernah operasi di sana dan suami cukup puas. RS ini lumayan baru di Palangka Raya, RS swasta tapi termasuk RS rujukan BPJS. Kontrol pertama ke dr.Harry dan di USG terlihat 1 miom dan 1 kista, kami membicarakan opsi operasi dan dia minta aku tes darah di lab Prodia untuk cek tumor marker, apakah jinak atau nggak. Kalau jinak bisa operasi di situ, tapi kalau nggak harus ke dokter spesialis kandungan yang khusus menangani tumor ganas. Berbekal surat dokter aku ke lab Prodia untuk diambil darah. Shock aku tuh, cek gitu habis hampir 1,3 juta, untung ada diskon kalau tukar poin telkomsel, lumayan diskonnya sekitar 100 ribuan. Tapi tetep aja kan : Kumenangisssss….membayangkan *nyanyi*. Duit segitu bo, hiks. Beberapa hari deg-degan nunggu hasil lab. Kalau sampai ganas, rempong harus ke Banjarmasin, mana lagi pandemi gini, kepikiran bocah-bocah segala, asli ga enak makan jadinya. Beberapa hari kemudian hasilnya keluar, jinak dong. Puji Tuhan. Konyolnya, aku sempat mikir, yaelah sayang banget duitnya dah tes mahal-mahal eh negatif. Geblek kata suamiku. Gimana kalau dah mahal dan ganas, apa nggak nangis lagi. Hahahaha. Dasar ya aku. Ya gimana bo, emak-emak, duit segitu eh. Akakakak.

 

Pas kontrol lagi ke dr.Harry dan bawa hasil lab, dia oke untuk operasi. Maunya kami sebelum Natalan, tapi dia bilang dokter dan perawatnya banyak yang cuti (o, iya RS Betang Pambelum ini punya yayasan Katolik jadi bisa dimengerti sih kalau pegawainya banyak yang cuti Natal). Lagi pula terlalu mepet, aku kontrol tanggal 21 masa mau operasi sebelum Natal. Ya sudahlah. Selama libur Natalan kami nginap di rumah ortuku, balik tanggal 27 ke rumah kami. Itu langsung siap-siap untuk masuk RS tanggal 28. Tanggal 28 seharian aku masih ngantor karena hectic kerjaaan akhir tahun. Malamnya baru masuk RS. Anak-anak sudah diungsikan ke tempat mamaku sama suamiku.

 

Aku datang ke RS sendirian berhubung suami ngantar anak-anak ke tempat mamaku. Langsung ke IGD bawa rekomendasi dr.Harry, tes rapid dan non reaktif, rontgen paru juga. Prosedur selama pandemi. Suami datang malamnya dan menemaniku. Dokter IGD konsultasi ke dr.Harry , diputuskan operasi tanggal 29 jam 12 siang. Aku harus puasa dari jam 5 pagi di hari operasi. Ada kejadian lucu. Jam 11 siang suami makan nasi Padang yang dibelinya, eh perawat datang dan mau membawaku ke ruang operasi mau prepare, nanti aja kata suamiku, dia mau makan dulu. Ngakak lah aku, kebayang dokter dan perawat nungguin suamiku makan nasi Padang dulu, hahaha. Tapi perawatnya mau lo nunggu suamiku makan dulu. Setelah suamiku makan, baru kami ke ruang operasi. Dokter menjelaskan beberapa hal dan bertanya siap gak kalau harus angkat rahim, emang diusahakan angkat kista dan miom aja, tapi kalau beresiko ya harus siap. Suami oke, tanda tangan persetujuan operasi. Masuklah aku ke ruang operasi.

 

Akhirnya, merasakan dibius lagi. Dokter anestesi bilang ini sama kayak SC, bius lokal. Oke kataku. Dan proses menyakitkan itu dimulai. Sakit banget sewaktu disuntik bius di punggung. Gak lama kakiku kebas, badan lemas dan gak berdaya. Masih bisa kudengar semua pembicaraan dokter dan perawat. Berasa waktu perut dibelah, tapi gak sakit. Sewaktu dibuka perutku, dokter bilang ternyata ada 1 miom lagi yang gak terlihat waktu USG, jadi ada 2 miom dan 1 kista. Sepertinya dokter keluar dan menjelaskan ke suami harus diangkat semuanya. Aku sempat gak sadar entah berapa lama, karena pas sadar sudah ada selang oksigen, gak tahu kapan dikasih perawat. Selama operasi waktu berjalan lamaaaa…..banget. Pengen tidur dan tahu-tahu selesai, tapi gak bisa, hiks. Gimana bisa tidur, wong berasa perut diobok-obok, digunting, tapi gak sakit. Dengar perawat dan dokter ngobrol kalau mereka belum sempat makan siang, hahahaha, jadi ingat suamiku yang malahan sempat makan nasi Padang. Pas dah selesai, bagian dijahit ni ga enak, berasa lo lagi dimasukin benang, ditarik, masukin, tarik. Entah berapa lapisan. Gitu sensasi operasi SC. Dan tahu gak sih, perawat dan dokternya hamper semua cowok, Cuma 1 perawat cewek. Aku kan dengar suara mereka. Asli, dah ga ada malu lagi kalau masuk ruang operasi gini.

 

Keluar ruang operasi, dokter menjelaskan ke suamiku tentang jalannya operasi. Dah diangkat semua, miom, kista sekalian rahim dan indung telur. Operasi 3 jam lebih bo. Rupanya bukan perasaanku aja yang kok lama, tapi emang lama banget. Perbandingannya, SC biasa paling lama setengah jam. Malahan sepupuku yang koas pernah lihat operasi SC yang dilakukan dokter senior 10 menit tok. Ckckckck. Lalu ditunjukkan dong miom dan kista yang dikeluarkan. Jreng jrenggg…. Itu toplesnya suamiku yang cari, ukurannya untuk kapasitas 12 liter gitu. SHOCK. Selama ini aku bawa-bawa di perutku tiap hari bo. Belakangan aku menimbang pasca operasi ternyata beratku turun sekitar 2 kg. Bayangkan deh bawa 2 kg gula di perut, mungkin kayak gitulah rasanya, hahahaha. Dokter bilang mau kirim tuh miom dan kista buat diperiksa di lab patologi, masih mau cek ada sel kanker apa ngga, tapi butuh biaya dong, suami oke. Mau nentang kok ya dodol banget, lagian buat pastikan semua clear, ya sudahlah.



Anehnya pasca operasi setelah bius hilang, luka bekas jahitanku gak nyeri sama sekali. Sore aku dah bisa bolak-balik di tempat tidur ke kiri kanan, malam dah bisa belajar duduk. Tapi emang belum bisa jalan karena masih pakai kateter. Smooth banget pasca operasi gak ada nyeri. Tanggal 31 aku sudah lepas infus dan kateter, malamnya aku sudah bisa pulang. Blessing banget. Kan males ya kalau harus melewatkan malam tahun baru di RS, pengen kumpul bareng keluarga. Dah kangen berat sama anak-anak. Keluar RS aku jalan dengan gagahnya, turun tangga sendiri (ruang rawat inapku di lt.2) sampai temanku yang jemput heran. Rupanya penderitaan baru dimulai tanggal 1 Januari 2021, hahaha. Bekas jahitanku nyeri. Rupanya selama di RS aku disuntikkan pereda nyeri lewat infus. Lah, lepas infus cuma minum obat oral untuk pereda nyeri, itu pun asam mefenamat doang. Mateng kon. Sekarang sedang masa pemulihan di rumah mamaku, supaya gak kecapean. Nyerinya masih terasa kadang, jalan pelan seperti orang baru SC.

 

Puji Tuhan buat penyertaanNya. Aku bersyukur. Jujur, sempat sih nyesek, baru umur 36 (Januari ini) tapi udah ga punya rahim dan indung telur, artinya bakal menopause dini dong. Tapi aku menerima terlalu banyak, masa aku mau protes lagi  sama Tuhan. Ada orang yang tahunan belum hamil sementara aku dikaruniai dua putri. Bersyukur suami juga gak ngotot pengen punya anak lagi, ada lo yang ngotot pengen anak cowok sampai punya banyak anak cewek dan baru berhenti usahanya karena tahu-tau dah banyak. Bersyukur ternyata masih bisa hamil sebelumnya dengan kondisi ada miom di dekat mulut rahim. Bersyukur tu kista gak sempat pecah. Bersyukur bisa operasi di Palangka Raya, gak mesti jauh. Bersyukur masih hidup. Bersyukur bisa berkumpul sama keluarga.

 

Aku menerima terlalu banyak dan masih protes? Gak tahu diri banget lah ya.  Dasar manusia. Sering kali terlalu memikirkan yang gak dimilikinya sampai lupa mensyukuri yang dimilikinya. I’m blessed.

Palangka Raya, 6 Januari 2021

-Mega Menulis-

2 comments:

Kezia Margaret said...

ahhhh ngilu2 sedep dengernya. thanks God udah baik2 semua.. speed recovery Kak Mega =)

Mega said...

Makasih Kez. Ini dah ngantor lagi. Akakakak.