Sunday, January 22, 2012

Membakar Keinginanku

Dalam kebaktian perdana pemuda remaja kemaren sore, Devi temanku yang bertugas jadi pemimpin ibadah meminta kami semua yang hadir menulis di dua lembar kertas, kertas pertama berisi hal-hal baik yang telah kami lakukan bagi TUHAN di sepanjang tahun 2011 kemaren, sedangkan kertas kedua bertuliskan hal-hal gak baik ato kebiasaan buruk yang kami lakukan di tahun 2011. Setelah itu, kertas yang berisi hal baik itu disimpan, dan kertas yang berisi hal buruk tadi dibakar besama-sama sampai jadi abu dan abunya kami minum , halaaaaahhh...Gak deng, bagian diminumnya di-cut :p Eniwei, itu Cuma simbol dan buat perenungan kami dimana tahun ini kami gak mau lagi mengulangi hal buruk tersebut. Kami gak mau lagi mendukakan TUHAN. Oke Dev, I’ve got the point, BAKAR-BAKARAN kan? Hohohohoho.

Then, FirTu yang kami renungkan bareng kemaren dari Yak 4:13-17. Begitu baca judul perikopnya, hatiku langsung tersayat (alamak, bahasamu Meg), judulnya JANGAN MELUPAKAN TUHAN DALAM PERENCANAAN. Tuing..tuing...Langsung deh teringat, rencana-rencanaku, keinginan-keinginanku di tahun ini.

Apakah kita bisa berhasil tanpa TUHAN?
Dan dalam hati aku menjawab, tergantung dong, berhasil yang gimana? Definisi yang berhasil tu yang kayak gimana? Teringat sebuah ayat yang bilang:
 Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya. Mazmur 127:1
Kenapa ingatnya ayat itu? Karena tahun ini, aku pengen banget punya rumah, hahahahaha. Trus dulu aku pernah lo ternyata nulis tentang membangun rumah ini. Kemaren kembali diingatin lagi dengan apa yang dulu aku dapatkan tentang membangun rumah ini. Apapun yang kita coba bangun, kalo bukan TUHAN yang membangun, maka hanya akan jadi kesia-siaan belaka. Bisa sih jadi,berhasil dibangun, tapi itu akan jadi sesuatu yang sia-sia dan gak berharga. Apa yang kita lakukan tanpa TUHAN, apa yang kita bangun tanpa melibatkan Dia tu gak beharga. NOTHING.

Kenapa kita gak boleh melupakan TUHAN dalam perencanaan?
Sebagian besar menjawab: SUPAYA BERHASIL.
Well, aku termasuk yang diam awalnya, gak langsung setuju dengan jawaban itu, dalam hati mikir (aku mikir gak pake otak, tapi pake hati :p), benarkah SETIAP YANG KITA RENCANAKAN BILA MENYERTAKAN TUHAN BERHASIL?
Gimana kalo kita merencanakan hal yang jahat, apakah TUHAN akan menyertai dan membuatnya berhasil?
Gimana kalo apa yang kita rencanakan berbeda dengan apa yang TUHAN rancangkan? Apakah yang kita rancangkan berhasil?
Kalo kita melibatkan TUHAN hanya karena ingin berhasil, begitu gak berhasil, kita harus berhenti dong melibatkan TUHAN? Kalo tujuan kita ‘hanya’ berhasil, ya kan?

I think, melibatkan TUHAN gak sekedar masalah supaya berhasil atau tidak berhasil. Tapi lebih ke menyelaraskan diri kita dengan rencana dan rancangan TUHAN atas hidup kita ^^
Melibatkan TUHAN dalam SEGALA perencanaan hanya berarti jika dari awal kita memutuskan untuk taat dan tunduk pada rancanganNYA yang jauh lebih sempurna dari rancangan kita.  Kalo dari awal kita hanya ingin rencana kita terjadi lalu melibatkan TUHAN supaya berhasil, tanpa bersedia tunduk padaNYA, well forget it dah!  Karena sering lo terjadi, kita punye rencana dan TUHAN punya rencana lain, nah lhooo? Mesti gimana tuh?

Melibatkan TUHAN dalam perencanaan kita berarti membuka tangan kita lebar-lebar di hadapanNYA dan berkata,”TUHAN, tanganku gak bisa melakukan apa-apa tanpa seizinmu, aku gak bisa berbuat apa-apa tanpamu, ini rancanganku TUHAN, jadilah menurut kehendakMU.”, kemudian membiarkan TUHAN menutup tangan kita dengan tanagnNYA bila memang rencana kita seturut kehendakNYA atau membiarkanNYA mengambil rancangan kita dan menggantinya dengan rancanganNYA yang lebih baik.

Seringkali keinginan hati kita berbeda dengan keinginanNYA.
Ya kan?

Tommy Tenney bilang:
Kita gak berhak berdoa,”Datanglah kerajaanMu...” sampai kita lebih dulu berkata,”Pergilah kerajaanku...”

Plak.Plak.Plak. Ketampar. Mengingat aku gak pernah mengusir kerajaanku, malahan cenderung memegangnya kuat-kuat. Semua rencanaku, keinginanku kubawa ke hadapan TUHAN dengan tangan tergenggam (alamaaakkkk...).

Aku share hal itu sama Dhieta, dan dia bilang:
Biarkan hidup kita jadi persembahan buat Allah, termasuk dengan membakar keinginan-keinginan kita di altarnya.

Sudah saatnya aku membakar keinginan-keinginanku.
Bertanya ma TUHAN apa yang jadi keinginan hatiNYA.
Menginginkan apa yang jadi keinginanNya.
Supaya sungguh KerajaanNya datang, dan kehendakNya saja yang jadi.
Karena hidup yang kuhidupi sekarang bukanlah milikku lagi, hidupku adalah milikNya TUHAN.


Palangkaraya, 22 Januari 2012
-Mega Menulis-

No comments:

Karakter di Dunia Kerja

Dari kecil karakter seseorang mulai terbentuk. Kalau sudah dewasa, sulit mengubah karakter seseorang. Jadi kalau kamu berkarakter buruk saat...