Tuesday, November 5, 2019

Khotbah Pendeta Wahyu Pramudya (03112019)


Catatan Khotbah
3 November 2019 
GKI Ngagel Pos Jemaat Palangka Raya
Pendeta Wahyu Pramudya (WP)

Bacaan 1 Tesalonika 1:1-10

Peristiwa yang sama menghasilkan respon yang berbeda. Tidak ada satu peristiwa pun yang seolah-olah memegang remote atas hidup kita. Kalau peristiwa ini terjadi, marah, marah, marah, semua harus marah. Tidak. Atau bahagia, bahagia, bahagia, bahagia. Tidak! Tidak ada satupun peristiwa yang punya kekuatan sebesar itu. Apapun peristiwa yang terjadi, semendesak apapun,dia selalu menyediakan ruang yang masih ada untuk kita mengendalikan tindakan kita. Jadi jangan pernah bilang, kok istrinya digampar pak? Iya,soalnya menyebalkan. Istri yang menyebalkan belum tentu digampar, ditendang juga bisa, disayang juga bisa. Selalu ada ruang kebebasan untuk memilih sikap dalam segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita. Kita yang memilih, bukan didikte suatu peristiwa. Jangan menyalahkan situasi. Jangan menyalahkan keadaan. Tapi pertimbangkan respon kita. Penderitaan bisa membuat kita semakin egois, tapi juga membuat kasih semakin melimpah. Kenapa? Karena iman yang kuat pada Tuhan. Kalau tidak ada iman yang kuat, maka kita akan mementingkan diri sendiri dan berpusat pada diri sendiri.

Kesadaran bahwa Tuhan tidak meninggalkan kita di dalam segala situasi kehidupan, bukan hanya membuat iman kita makin dalam. Tetapi kesabaran terhadap sesama juga makin bertambah. Kita tidak hanya memikirkan diri sendiri, tapi juga kepentingan orang lain, kasih kepada sesama melimpah. Biarlah apapun yang terjadi, keyakinan akan Tuhan makin dalam, kasih kepada sesama melimpah sehingga nama Yesus Tuhan kita dimuliakan. Hasil akhirnya, orang melihat Kristus yang hidup di dalam kita. Kita selalu terpesona pada orang-orang yang dalam ketebatasan hidupnya memilih percaya kepada Tuhan, makin mengasihi sesama sehingga nama Tuhan dimuliakan. Tapi sesungguhnya kita dipanggil bukan hanya untuk terpesona, tetapi kita dipanggil menjadi orang seperti itu. Seringkali kita merasa dipaksa situasi tertentu untuk melakukan hal tertentu, itu yang selalu kita rasakan padahal kita tahu tidak ada situasi apapun yang bisa merebut ruang kebebasan kita untuk berespon. Jemaat di Tesalonika yang mengalami penindasan dan penganiayaan tetapi memilih untuk percaya kalau Tuhan menyertai meraka. Iman mereka bertambah kuat, kasih mereka kepada sesama makin melimpah, tidak ada yang egosentris sehingga nama Tuhan dipermuliakan.

Palangka Raya , 3 November 2019
-Mega Menulis-

No comments:

Karakter di Dunia Kerja

Dari kecil karakter seseorang mulai terbentuk. Kalau sudah dewasa, sulit mengubah karakter seseorang. Jadi kalau kamu berkarakter buruk saat...