Friday, May 7, 2021

Saat Anak-Anak Merengek Minta Sesuatu

Tiap jalan liat balon ginian, Sara dan Sofia ngeliatin,pengen gitu. Aku dan suami gak mau belikan karena ngerasa mereka gak butuh. Mereka gak pernah minta jadinya. Suatu hari iseng ngeliat di market place dan pengen kasih surprise ke mereka. Pas pulak ada subsidi ongkir 🤭 Yo wes, beli deh. Mereka senang tapi ya cuma bentar. Wong aslinya anak cuma pengen tiap lihat, euforia senangnya bentar doang. 
Kami baru sadari kalau kami harus bersyukur karena Sara dan Sofia bukan anak yang ngamukan kalau pengen sesuatu dan gak dikasih. Dah tahu kali, gak guna nangis-nangis sama mak bapaknya kalau pengen sesuatu. Percuma. Gak bakal dikasih. Kalau minta sesuatu kami ajari caranya harus ngomong baik-baik, sopan, gak pake teriak, merengek atau menangis. Itu pun belum tentu dikasih. Kalau ngomong baik itu tujuannya bukan supaya dapat yang dia mau, tapi supaya papa mama bisa dengar dengan jelas apa yang diomongin, kalau pakai nangis itu baby. Baby belum bisa ngomong jelas makanya pakai nangis. Kami ajari seperti itu.

Anak-anak pernah menangis minta dibelikan sesuatu? Pernah sih, tapi sudah lama banget. Aku sampai gak ingat kapan saking lamanya. Sofia waktu itu menangis di Indomaret. Ya sudah, kami biarkan saja menangis. Sampai dilihatin orang-orang. Malu? Malu sih wong harga yang diminta gak seberapa. Tapi ini kan bukan tentang uangnya. Kami takut ini menjadi kebiasaan, pengen apa nangis sampai dituruti, alamak. Setelah capek juga berhenti nangisnya kok dia, masa anak gak ada capeknya nangis, kan gak mungkin. Setelah tenang baru kami jelaskan kenapa kami gak membelikan. Mengertikah dia saat itu? Entahlah, yang jelas setelahnya kejadian tersebut tidak pernah berulang. Lagipula mungkin karena Sara gak pernah merengek seperti itu, Sofia pun gak pernah melakukannya lagi. 

Makanya gak ada tuh acara nangis gerung-gerung minta Kinder Joy di Alfamart atau Indomaret seperti yang dikeluhkan emak-emak se-Indonesia. Gimana mau minta, wong gak pernah kami belikan Kinder Joy. Paling kalau ke Indomaret dan Alfamart, mereka pegang mainan yang ada permennya itu lo. Pegang doang selama kami belanja, pas mau pulang dibalikin lagi. Yang lucu lagi, saat kami ke Indomaret dan Sofia pegang sebuah barang, Sara bilang : Jangan dek, itu gak diskon. Memang aku pernah bilang ke Sara kalau label harga di rak gak berwarna merah berarti gak sedang diskon. Eh, rupanya Sara ingat. Di lain waktu,kami melewati tempat penjual kue, Sara bilang: Kue kita masih ada di rumah Mah. Aku tahu, sebenarnya dia ingin beli kue (dia suka banget kue), tapi kebiasaan kami saat kami mau beli sesuatu, kalau masih ada stok di rumah  pasti aku bilang, begitu juga papanya. Suamiku gak suka menyetok barang terlalu banyak di rumah. Eh, rupanya ini pun diingat Sara. Papa mama gak akan beli barang kalau masih ada stok di rumah.
 

Bersyukur value-value ini sepertinya sudah mulai tertanam di mereka. Kalau secara akademik, sepertinya belum ada progress yang gimana-gimana karena mereka banyak bermain (namanya juga masih usia dini) tapi kami sekarang mensyukuri anak-anak yang juarang banget nangisan saat ingin sesuatu. Saat menginginkan sesuatu pun mereka sudah tahu kalau gak perlu beli kalau masih ada. What a blessed. Kami jadi semakin bersemangat untuk fokus menanamkan value ke anak-anak semasa mereka dalam usia dini. Pendidikan akademik bisa dikejar, tapi pendidikan karakter di usia dini lebih penting.Kami belajar fokus pada kemajuan karakter anak saat ini. Kami bersyukur untuk hal-hal kecil, kemajuan kecil, 1% setiap hari saja pun akan berarti. 

Catatan dari Mas Aar : Ini meneguhkan bahwa dalam proses keseharian, anak melihat dan mengamati orang tuanya, kemudian menirunya. Penting untuk terus meningkatkan kualitas diri dan keluarga sebagai model sikap dan perilaku untuk anak-anak.


Palangka Raya, 7 Mei 2021
-Mega Menulis-

No comments:

Karakter di Dunia Kerja

Dari kecil karakter seseorang mulai terbentuk. Kalau sudah dewasa, sulit mengubah karakter seseorang. Jadi kalau kamu berkarakter buruk saat...