Tuesday, March 23, 2021

Habit Training : Mengapa Penting (Day 1)

 

Sebagai pendidik, Charlotte Mason prihatin karena sekolah ternyata tidak mampu meningkatkan kualitas pribadi seorang anak. Berbagai cara dilakukan di sekolah dari membuat berbagai aturan, memberikan hukuman dan hadiah, mengajarkan agama bahkan pendidikan akademis tidak berpengaruh banyak. Anak yang pintar tapi malas, tetap malas. Begitu pula anak yang lambat mengerjakan sesuatu, terus saja begitu. CM penasaran dan melakukan banyak pengamatan, dia mendapati masalahnya ada pada kodrat manusia. Anak manusia tidak terlahir 100% baik atau buruk tapi setiap anak memiliki potensi menjadi baik atau buruk. Tapi kecenderungan menjadi buruk lebih besar dibandingkan menjadi baik. Masalahnya adalah kehendak anak masih lemah, tidak sekuat orang dewasa. Mereka melakukan sesuatu hanya berdasarkan suka atau tidak suka. Bahkan setelah tahu apa yang benar mereka sulit untuk terus melakukan yang benar. Mereka lebih dipengaruhi kodratnya tersebut, melakukan apa yang diinginkan, meniru lingkungan dan keluarganya. Charlotte Mason sadar karakter anak tidak bisa dibentuk hanya melalui pendidikan akademis di sekolah. Tapi CM belum tahu bagaimana caranya. Sampai suatu hari di Gereja CM mendengar pendeta berkata : Kebiasaan itu punya kekuatan 10 kali lipat dari sifat bawaan. Akhirnya CM sadar Habit Training adalah apa yang diperlukan dalam proses pendidikan seorang anak. Segala sesuatu yang sulit dilakukan, kalau terus dilakukan berulang kali, lama kelamaan akan semakin mudah. Seseorang yang berdisiplin melakukan kebiasaan-kebiasaan baik akan terbiasa melakukannya sehingga akan melekat menjadi karakternya. Anak perlu dilatih berdisiplin sehingga terbiasa mengalahkan kehendaknya. Disiplin atau latihan melakukan kebiasaan baik yang optimal memerlukan: tujuan yang jelas (rencana), metode yang tepat (cara yang sesuai dengan fisiologi dan psikologi anak), dan ketekunan. Habit training ibarat menyusun rel satu demi satu yang mengantar gerbong kesuksesan anak melaju. Apa yang ditabur, itu yang akan dituai. Menabur tindakan akan menuai kebiasaan. Menuai kebiasaan maka akan menuai karakter.

 

Refleksi :

Apa yang dialami CM ini mirip banget dengan yang kami alami sehari-hari. Berusaha mendidik anak dengan bilang Tuhan gak suka kamu kayak gini, mama papa gak suka lo. Lalu di lain waktu mengancam anak, kalau kamu gak melakukan ini maka ini lo. Atau menjanjikan berbagai hadiah kalau anak berhasil melakukan apa yang aku inginkan. Gak berhasil dong. Mendengar pemikiran CM ini saya baru sadar kalau anak bukannya gak mau, tapi dia belum terlatih dan terbiasa melakukan yang benar. Saya harus menyesuaikan setiap tindakan dengan kondisi fisik dan psikologis anak. Anak perlu dilatih secara konsisten melakukan berbagai tindakan baik sampai terbiasa dan sebagai orang tua saya harus sabar untuk melatihkannya. Tidak mudah menghasilkan kebiasaan baik yang mantap hingga menjadi karakter. Penggunaan kata menabur dan menuai oleh CM mengingatkan saya adanya proses. Semua hal butuh proses. Petani yang menabur hari ini, tidak sekejap mata menuai saat ini juga. Menabur hari ini pun tidak mungkin menuai besok. Sampai waktunya menuai, tugas saya adalah terus menabur tindakan yang baik, menyirami anak dengan kasih sayang dan kesabaran, membuang segala hama pengganggu yang akan mencegah saya menuai yang baik. Hama pengganggu ini bisa jadi kebiasaan jelek saya sebagai orang tua, ketidaksabaran saya, dll. Jika ingin proses pendisiplinan ini maksimal, saya terlebih dahulu harus mendisiplin diri sendiri. Tekun melakukan yang benar bahkan saat saya belum melihat tuaian. Kalau saya gagal saya harus terus bangkit dan melakukannya lagi. Tidak mungkin saya mendisiplin anak jika saya tidak konsisten mendisiplin diri sendiri. Kata-kata saat saya mendisiplin anak akan memiliki kekuatan saat tindakan saya sejalan dengan perkataan saya. Betapa pentingnya berlatih melakukan apa yang baik secara konsisten.

 

Tidak mudah mendisiplin diri membereskan segala apa yang saya kerjakan segera setelah selesai, ini bukan kebiasaan saya, saya aslinya suka menunda. Sialnya ini diikuti oleh anak saya, padahal pasangan saya punya kebiasaan yang berbeda. Saya mau seperti pasangan yang rapi, tapi saya tidak terbiasa. Memulainya sangat sulit. Tapi jika saya ingin menjadi contoh terbaik bagi anak saya, saya harus mulai merapikan peralatan kerja saya segera setelah selesai. Saya jadi teringat beberapa hari lalu menonton podcast Panji Pragiwaksono yang berkata: “Disiplin tidak mengekang sebaliknya justru membebaskan. Kalau dulu saya disiplin les piano, mungkin saat ini saya akan dengan mudah composing lagu. Disiplin yang bertujuan akan memudahkan saya melakukan apa yang ingin saya lakukan sekarang.”  Saya tidak ingin menyesal di masa mendatang melihat diri saya atau anak saya menjadi pribadi yang berkarakter buruk hanya karena tidak mulai melakukan tindakan yang baik hari ini.

 

Pertanyaan :

1. Kebiasaan apa yang perlu dimiliki orang tua agar lebih mudah mendisiplin diri sendiri?

Kebiasaan melatihkan kebiasaan baik kalau kata CM. Ortu terutama harus membongkar sudut pandang, tidak menganggap melatihkan HT itu sebagai beban, tapi sebagai kehormatan, tanggung jawab, privilese karena dititipi oleh Tuhan sosok anak yang berpotensi menjadi berkat  bagi dunia. Dengan begitu saat mendampingi anak HT, orangtua tidak  berharap hasil instan, tapi telaten sampai HT mapan. 

2. Tindakan baik apa yang pertama-tama perlu dilatihkan ke anak? Kebiasaan apa yang harus mereka miliki?

Dasar semua HT adalah habit of obedience. Orangtua cukup memerintah  satu kali, dia langsung melakukan. 

3. Bagaimana mengukur keberhasilan berdisiplin? Apakah hanya dengan melakukannya terus-menerus sudah dikatakan berhasil?

Prestasi tertinggi HT adalah kalau anak  sudah bisa melakukan kewajibannya/kebiasaan baiknya tanpa disuruh,  tanpa diawasi lagi, di mana pun dia berada. Sekali lagi: ini PRESTASI  TERTINGGI, jadi jangan diharapkan anak sudah bisa seperti ini sejak awal  proses HT. Anak yang baru saja dilatih HT sangat wajar kalau masih harus  disuruh dan diawasi – tapi ke depannya dia harus dilatih agar makin  mandiri dan sadar melaksanakannya. 

 Palangka Raya, 2 Maret 2021

-Mega Menulis-

2 comments:

Unknown said...

👍👍baguss mega, thanks reminder nya :) ini ada bukunya ya?

Mega said...

Buku yang mana ya? Kalau untuk membentuk kebiasaan aku baca buku Atomic Habits, kalau buku tentang metode CM aku baca dari Buku Cinta yang berpikir.