Monday, April 12, 2021

Sacred Influence (Chapter 11)


Amarah itu sendiri bukan dosa, tetapi membalas amarah dengan marah, atau membiarkan amarah meledak sehingga menjadikan situasi yang mengancam, menyakitkan atau penuh dengan kekejaman, itu adalah dosa.

Marah gak dilarang, Yesus pun pernah marah. Tapi saat marah janganlah berbuat dosa. Apalagi ekspresi marah yang merusak sekeliling, menyakiti hati pasangan dan anak-anak,dan membuat mereka merasa terancam. 



Anda tidak dapat menyalahkan suami anda (atau diri anda sendiri) ketika marah, tetapi anda harus memusatkan perhatian pada apa yang anda atau suami lakukan dengan kemarahan tersebut.
Mudah mengatakan ke orang yang marah kalau dia tidak bisa mengendalikan diri atau dia tidak punya anger management yang baik (jadi ingat film berjudul Anger Management, hahaha). Tetapi sebagai mana wajar kalau seseorang bersedih, wajar juga bagi seseorang untuk marah. Sekarang yang perlu dipikirkan bagaimana menyampaikan kemarahan tanpa merusak dan membuat orang lain terancam. Jalur syaraf otak semakin menebal saat kita melakukan sesuatu berulang-ulang sehingga sesuatu yang awalnya sulit akan menjadi lebih nudah dan menjadi kebiasaan maka perlu protokol waktu marah apa yang sebaliknya dilakukan. Mungkin berdiam diri dulu sesaat, baru berkata-kata, sehingga otak rasional bisa mengambil alih otak reptil kita. 


Dalam suatu konflik, menangis kerap menjadi respons wanita karena merasa tidak dicintai dan kemarahan kerap menjadi respons pria karena merasa tidak dihargai.
Entah kenapa, jadi berpikir apa karena wanita merasa dirinya lemah ya jadi responnya saat merasa tidak dicintai adalah menangis. Atau karena tahu perasaan tidak bisa dipaksakan makanya responnya cuma menangis. Jarang kan ada wanita yang marah-marah ke pasangan karena merasa gak dicintai, hahaha. Sebaliknya respon pria yang marah karena merasa ga dihargai itu apakah karena dia ingin meminta penghargaan dari istrinya tapi tahu kalau penghargaan gak mungkin diminta dengan kata-kata makanya marah menjadi responnya saat merasa gak dihargai ya? Menarik ya. 

Yang lebih menarik, firman Tuhan meminta suami mengasihi istri dan istri tunduk pada suami. Tuhan sangat memahami kita (ya iya lah ya, kita ciptaanNya kok). Jika ingin mendapatkan kasih suami, hargai dia. Jika ingin dihargai, istri kasihilah dia.  Bagaimana seorang wanita menghargai suaminya jika ia dibentak-bentak sepanjang hari? Boro-boro mau respect, melihat mukanya aja dah males. Begitu juga, bagaimana seorang pria mengasihi istri jika istrinya gak pernah mendengarkan keinginan suaminya. Ini bukan hubungan timbal balik. Tapi begitulah caranya. Tantangannya adalah tetap berkomitmen sekalipun suami/istri tidak bertindak demikian. Apakah istri akan tetap berusaha menghargai suami sekalipun dia tidak mengekspresikan kasihnya? Atau apakah suami akan mengasihi istri saat istrinya nampaknya tidak mendengarkan dia? 



Anda tidak dapat mengendalikan kemarahan suami anda-tetapi anda dapat memancing kemarahan itu dengan cara tidak menghargainya.
Jadi berpikir, adakah sikapku yang tidak menghargai suami dan memancing kemarahannya. Ada sih *sigh*. Sekarang aku harus berpikir bagaimana caranya aku menunjukkan kalau aku menghargainya dengan melakukan yang benar. 

Jika anda benar-benar ingin menjadi bagian dari pemecahan masalah, maka belajarlah, walaupun tidak sependapat dengan suami anda namun tetap bersikap menghargainya. Pertimbangkan dengan hati-hati kata yang hendak anda lontarkan, apakah kata-kata tersebut berguna?
Walaupun tidak sependapat, sampaikan dengan cara yang benar setiap tidak setuju. Ingat, seringkali cara kita mengatakan sesuatu lebih penting dari isi perkataan kita. 




Anda salah menerapkan prinsip-prinsip Alkitab apabila anda meyakini anda harus bertahan di tengah situasi KDRT. Jika suami memukul anda, sesungguhnya anda berdua membutuhkan pertolongan.
Noted. Bold. Tidak ada pembenaran untuk kekerasan dalam rumah tangga. Kalau sudah main tangan, kaki ataupun silat di rumah, segera cari pertolongan. 




Sikap tunduk yang diajarkan di dalam Alkitab tidak pernah berarti anda harus menyediakan diri sebagai 'sansak' hidup. Kita dipanggil untuk merendahkan diri satu sama lain 'di dalam takut akan Kristus'. Respon kita seharusnya, jika pasangan meminta saya melukai hati Kristus saya tidak perlu mengikutinya. Sebaliknya, saya mempunyai tugas dari Tuhan untuk mencegahnya melakukan hal itu.
Suami yang melakukan KDRT butuh pertolongan dan istri tidak menolong kalau hanya diam. KDRT tidak bisa dibenarkan apapun alasannya. Berdiam dan berpikir kalau suami akan berubah malah kadang memperparah keadaan. Semakin dibiarkan maka akan berulang dan menjadi kebiasaan. 



Melaporkan suami yang melakukan KDRT dapat membuatnya marah, tapi jika ia bertobat ia akan berterima kasih kepada anda. Sebaliknya, jika ia tidak bertobat maka anda pasti menghadapi masa kelam selanjutnya. Pikirkan keselamatan jiwa anda.
Melaporkan suami yang KDRT baik bagi suami (karena mungkin dia tidak ingin melakukan tapi kesulitan mengendalikan diri), bagi istri (demi keselamatannnya) karena yang membuat KDRT semakin parah adalah pembiaran dan bagi anak-anak. KDRT berdampak buruk bagi anak-anak dan dapat menjadi trauma yang menghantui mereka saat dewasa. Cari pertolongan orang-orang yang beekompeten dan biarkan mereka menolong suami. Bisa saja selama ini kebiasaan marah tersebut tidak ditangani dengan baik sehingga ekspresinya semakin memburuk. Pandanglah kalau suami butuh pertolongan yang bahkan tidak disadarinya.

Palangka Raya, 9 April 2021
-Mega Menulis-

No comments: