Entah kenapa kemarin di rumah Mama malah teringat belum menyortir obat-obatan di rumah. Oh, mungkin gara-gara melihat Ruri menyimpan vitaminnya. Kapan ya terakhir kali kusortir obat dan vitamin kami? Sampai lupa. Terakhir kali menyortir, aku harus membuang beberapa obat karena sudah expired.
Aku teringat berucap seperti ini, "Duh, sayangnya ya harus dibuang (padahal dipakai atau disimpan ya buat apa to?). Nyesal nyetok tapi harus dibuang". Dan dibalas suamiku, "Bukannya bagus, berarti kita sehat-sehat selama ini?". Iya pulak ya 😂 Respon aku khas emak-emak banget ya yang ngerasa sayang buang barang. Jadi berasa rugi gitu. LOL. Dasar emak medit.
Aku fokus ke jumlah duit yang harusnya bisa disaving dan malah terbuang karena jadi obat expired sementara suami malah mikir bersyukur karena kami sehat jadi gak membutuhkan obat itu. Jadi ingat kejadian serupa akhir tahun lalu. Sebelum aku operasi angkat miom dan kista, dokter minta aku tes darah di lab Prodia untuk cek tumor marker, apakah jinak atau nggak nih kista. Kalau jinak bisa operasi di Palangka Raya, tapi kalau nggak harus ke dokter spesialis kandungan yang khusus menangani tumor ganas di Banjarmasin. Berbekal surat dokter aku ke lab Prodia untuk diambil darah. Shock aku tuh, cek darah gitu doang habis hampir 1,3 juta, untung ada diskon kalau tukar poin telkomsel, lumayan diskonnya sekitar 100 ribuan. Tapi tetep aja kan : Kumenangisssss….membayangkan *nyanyi*. Duit segitu bo, hiks. Beberapa hari deg-degan nunggu hasil lab. Kalau sampai ganas, rempong harus ke Banjarmasin, mana lagi pandemi gini, kepikiran bocah-bocah segala, asli ga enak makan jadinya. Beberapa hari kemudian hasilnya keluar, jinak dong. Puji Tuhan. Konyolnya, aku sempat mikir, yaelah sayang banget duitnya dah tes mahal-mahal eh negatif. Geblek kata suamiku. Bukannya bersyukur negatif. Ngapain segala mikirin duit. Gimana kalau dah mahal dan ganas, apa nggak nangis lagi. Hahahaha. Dasar ya aku. Ya gimana bo, emak-emak, duit segitu eh. Akakakak.
Dalam satu peristiwa, apapun itu, kita punya pilihan mau mengarahkan lampu sorot ke arah mana. Arah lampu sorot tadi, fokus kita ke mana, itu yang akan menentukan respon kita nantinya. Aku harus belajar mengarahkan lampu sorot ke arah yang tepat untuk membesarkan hati dan bersyukur. Jangan salah arah, ntar jatuh-jatuhnya malah menangisi hal yang gak perlu ditangisi. Halah!
Palangka Raya, 15 Agustus 2021
-Mega Menulis-
No comments:
Post a Comment